Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Bank (14)

1| 2| 3| 4| 5| 6| 7| 8| 9| 10| 11| 12| 13| 14

 

Kondisi Mesin ATM BCA

Ketika akan mengambil tunai sebesar Rp 1.250.000 di ATM BCA Bintaro Plaza 1, saya beruntung karena berhasil mencongkel dan menahan lidah feeder (pintu tempat keluar uang) ATM sehingga uang berhasil saya tarik keluar semuanya (beruntung tidak ada yang sobek meskipun keras/seret). Pada pagi hari itu juga, Jumat 25/7, beberapa menit sebelumnya, saya mengalami hal aneh lainnya di ATM BCA pada RS Internasional Bintaro. Slip penarikan berhasil keluar dan tertulis saldo berkurang sebesar Rp 2.000.000 (slip masih disimpan), namun anehnya uangnya tidak keluar. Hal ini membuat saya gusar karena terbayang akan kehilangan uang yang jumlahnya tidak sedikit ini. Ternyata saat itu saya masih beruntung karena saat saya cek, saldo uang dalam rekening masih utuh.

Kedua kejadian itu telah saya informasikan kepada BCA melalui Hallo BCA pada hari itu juga. Dari kejadian ini, tampaknya BCA harus lebih memperhatikan lagi kondisi mesin-mesin ATM-nya agar tidak merugikan nasabah. Sebab dari cerita-cerita yang terdengar, sulitnya bukan main, bahkan tidak mungkin untuk komplain kehilangan uang di ATM karena kesalahan mesin seperti itu. BCA selalu beranggapan mesin-mesin ATM-nya adalah supercanggih, error free, bug free, dan telah free semua masalah teknologi lainnya sehingga tidak pernah mungkin akan melakukan kesalahan yang merugikan nasabah.


Kirim ke BRI Lewat Bukopin

Tanggal 10 Juli, saya mengirim uang lewat transfer (sejumlah Rp 2.250.000) ke BRI Pasar Kliwon, Solo, melalui Bukopin LIA Pengadegan, Jakarta Selatan. Uang itu untuk pembayaran pembelian batik, namun transfer uang yang dikirim 10 Juli belum sampai ke penerima yang dituju sampai 31 Juli (sekitar tiga minggu). Ketika dilacak ke Bukopin, jawabannya bahwa transfer ke luar kota melalui BRI memang lama. Uang belum juga sampai. 

Saya hubungi BRI bagian transfer, dan dijelaskan bahwa BRI Pusat sudah mengirim uang tanggal 19 Juli, namun kenyataannya sampai tanggal 31 Juli, uang belum juga diterima. Di era canggih seperti sekarang, apakah transfer uang harus membutuhkan waktu sekitar tiga minggu atau karena jumlah uang yang ditransfer kecil sehingga ditelantarkan. Mohon penjelasan dari yang berwenang, terkait dengan transfer uang tersebut.


Teror Penagih Kartu Kredit

Rumah saya diteror oleh seorang debt colector (penagih) yang tidak mau menyebutkan namanya. Dia hanya menyebut dari Panin ANZ dan ingin menemui Adjar Dianata dan Wenny Wulandari. Menurut mereka, kedua nama itu telah menunggak pembayaran kartu kredit. 
Dengan tegas saya katakan, kedua nama itu tidak ada atau tidak tinggal di rumah itu. Tetapi, oknum dari Panin ANZ itu tidak percaya, bahkan menggunakan kata-kata kasar, tidak sopan, dan mengintimidasi orang-orang yang ada di rumah saya. 

Saya tidak habis mengerti, mengapa oknum-oknum seperti itu bisa dipercaya mewakili sebuah lembaga keuangan. Jika oknum-oknum itu mau sopan sedikit saja, tentu saya dengan senang hati akan membantu menelusuri jejak kedua orang yang menggunakan alamat itu. Namun, dengan ucapan-ucapan yang kasar dan meneror, saya sudah sakit hati.


Transfer Uang tidak Jelas

Ayah saya mendapat fasilitas KPR dari Bank Umum Nasional (BUN) Bandung tahun 1994 untuk jangka waktu 5 tahun (jatuh tempo Februari 1999) dengan No Rek 304.298845-0 BUN Cabang Cimahi-Bandung, No Loan 304 1400 106 atas nama Haryadi Tryman. Setelah BUN dinyatakan BBO, sesuai petunjuk BPPN saya membayar cicilan ke BRI Cabang Khusus (Rek BPPN) Jakarta. Tanggal 18 Desember 1998, saya membayar cicilan KPR sebesar Rp 1.000.000 melalui Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Bandung untuk ditransfer ke BRI Cabang Khusus Jakarta. Karena tidak ada pemberitahuan penolakan dari BTPN mengenai transfer tersebut, maka saya pastikan bahwa uang sudah sampai ke BRI Cabang Khusus Jakarta. 

Bulan Februari 1999, saya menghubungi BUN (Jl Banceuy-Bandung) untuk minta pengurusan atas sertifikat rumah tersebut karena batas waktu kredit telah jatuh tempo dan semua cicilan sudah dibayar lunas tanpa tunggakan. Setelah sekitar 2 minggu saya dikabari BUN, bahwa uang pembayaran cicilan KPR untuk bulan Desember 1998 belum masuk. Saya langsung ke BTPN untuk cek soal transfer. Pihak BTPN (Jl Otto Iskandardinata-Bandung) menyatakan bahwa transfer tersebut tidak ditolak, akhirnya saya minta tolong pihak BTPN untuk mengecek soal ini ke BRI Cabang Khusus Jakarta, jawabannya adalah bahwa uang tersebut sudah sampai dan berkasnya sudah dilimpahkan ke BRI Asia Afrika Bandung. 

Kemudian saya menghubungi BRI Bandung, hasilnya saya diberitahu bahwa semua berkas dari BRI Cabang Khusus untuk BUN langsung diambil oleh pihak BUN, balik lagi ke BUN. Dan ketika petugas BUN langsung menghubungi BRI Cabang Khusus untuk kembali menanyakan masalah ini dihadapan saya, jawabannya adalah bahwa uang tersebut memang tidak sampai. Terakhir saya coba menghubungi Bpk Teguh (BRI Cab Khusus-Jakarta) melalui telepon. Ia berjanji akan mengecek kembali berkas-berkas KPR saya, tetapi sampai saat ini tidak kunjung selesai, malah surat saya untuk beliau pun tidak ditanggapi. 

Saya tidak bermaksud menyalahkan siapa pun, tetapi saya butuh informasi yang pasti di mana uang saya. Kejadian ini membuat saya semakin tidak percaya dengan sistem perbankan di Indonesia, karena hanya soal uang transfer yang entah nyangkut di mana itu saya harus menghabiskan waktu dan dipimpong ke sana ke mari.


Waspada Simpan Uang di BNI

Ketika mengecek saldo melalui fasilitas phonebanking Bank Negara Indonesia (BNI), saya terkejut karena ada perbedaan saldo. Persoalan ini tentu mengganggu aktivitas saya yang seharusnya tidak perlu terjadi, jika teknologi di BNI setiap saat dipantau dan mampu diprediksi jauh hari terhadap munculnya gangguan teknis seperti itu. 

Memang perbedaan saldo untuk rekening itu nilainya relatif kecil, tetapi bagaimana dengan nasabah lain yang memiliki ratusan juta/milyar rupiah? Bukankah nasabah lain akan mengalami hal serupa, yaitu membuang waktu percuma hanya untuk terus-menerus menghubungi customer service karena mesin penjawab otomatis BNI tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 

BNI sebagai bank go public seharusnya mampu mendeteksi semua faktor yang dapat merugikan nasabah, baik penabung kecil maupun pemilik dana besar. Kini sudah saatnya manajemen BNI berbenah diri terutama menghadapi kesiapan berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen di masa datang, karena mungkin saja terjadi suatu tuntutan class action dari sekumpulan nasabah yang merasa dirugikan kepentingannya. 

Meski telah diberikan penjelasan tertulis oleh Sdr Juin Senduk, Customer Service Manager BNI tentang perbaikan sistem yang kini pada tahap uji coba dan diharapkan selesai minggu ketiga Agustus 2000, saya minta perhatian Direksi Bank BNI Tbk untuk tidak sungkan memberi penjelasan resmi ke masyarakat luas tentang gangguan sistem otomatisasi agar nasabah tetap tenang dan tidak waswas menyimpan uangnya di BNI.


Kebobolan di ATM Lippo

Istri saya (Enipatra Yunaz) penabung Tahapan Lippo (dengan ATM) di Cabang Medan Gatot Subroto, Medan. Belum pernah menggunakan kartu ATM di Medan, baru digunakan satu kali di Padang dan satu kali di Jakarta. Waktu tabungan diaktifkan kembali dengan menabung 9 Agustus 1999 kami dikagetkan dengan adanya penarikan tabungan dengan kartu ATM masing-masing 11 Desember 1998 di ATM Lippo Medan Mal Rp 200.000, 18 Januari 1999 Rp 60.000 di ATM yang sama, dan 22 April 1999 di ATM Lippo Medan Gatot Subroto Rp 100.000. 

Kami telah menghubungi Lippo Medan Gatot Subroto dan laporan diterima serta menerima jawaban yang mengecewakan dari Customer Service Supervisor Lippo (Eviana Kartikasari), bahwa Lippobank tidak bisa mengganti. 

Tanggal 10 Agustus 1999 atas saran Sdr Ernie Siregar, pegawai Bank Lippo Gatot Subroto Medan, rekening dibekukan sementara dan disisakan Rp 128.036,40 sampai ada penyelesaian. Karena tidak ada tanda-tanda itikad baik Bank Lippo untuk menyelesaikan keluhan kami, tanggal 20 Maret kami mendatangi Bank Lippo Gatot Subroto Medan untuk menutup rekening. 

Alangkah kaget, rekening yang sudah dibekukan bisa berkurang menjadi Rp 101.536, 40 antara tanggal 10 Agustus s/d 1 September 1999. Kami betul-betul dicurangi Bank Lippo dan selalu dijawab akan dicek Lippo Center di Jakarta.


Awas, Menggunakan Klik BCA

Saya nasabah BCA (No rekening 7750066741) Cabang Buah Batu, Bandung. Pada tanggal 28 Mei 2002, saldo tabungan menunjukkan Rp 715.376,85. Kemudian tanggal 1 Juni 2002, saldo menunjukkan Rp 58.023,03. Padahal, saya tidak melakukan transaksi apa-apa antara tanggal tersebut. Saya lalu telepon ke Halo BCA Bandung (Nomor Pengaduan 408260), dan petugasnya memberitahu bahwa di antara tanggal tersebut terdapat transaksi Internet Banking dari rekening saya, untuk membeli dua buah voucher Pro-XL satuan Rp 300.000-an. 

Memang saya terdaftar sebagai pengguna Internet Banking BCA sejak 8 Maret 2001, dan sebelum kehilangan uang itu, saya memang menggunakan fasilitas tersebut di suatu tempat. Setelah menunggu selama 14 hari kerja, BCA memberitahu bahwa nomor Voucher Pro-XL tersebut masuk ke nomor 0818637369 dan 0818640412 (nomor Bandung). Setelah saya menelepon salah satu nomor itu, dijelaskan bahwa mereka membeli voucher dari Glodok pada tanggal 31 Mei 2002. Hal ini menunjukkan pencurian dengan menggunakan Internet Banking sudah profesional. 

Saya harap kejadian ini merupakan pelajaran. Bagi nasabah Internet Banking untuk berhati-hati dalam bertransaksi. Bagi pelanggan Pro-XL dan kartu prabayar lain yang membeli voucher di dealer, agar selalu meminta kartu voucher sebagai bukti. Bagi BCA bahwa secanggih apa pun teknologi keamanan yang digunakan, selalu ada kelemahannya.


Tidak Aman Simpan Uang Di BCA

Saya adalah pemilik rekening Tapres BCA nomor : 035-606286-2. Pada tanggal 11 November 2002 pukul 9:05:03 saya mengambil uang tunai sebesar 1 juta rupiah melalui ATM BCA di BSD sektor 1-2. Saldo setelah itu adalah sebesar 3,098,535.97 rupiah. Keesokan harinya pada tanggal 12 November 2002 sekitar pukul 9:00 ketika saya hendak melakukan transfer antar rekening BCA melalui ATM di kantor cabang pembantu Cikande, Serang sebesar 300,000 rupiah, transaksi saya tidak dapat dilaksanakan karena saldo saya hanya tinggal 100.97 rupiah. Lantas saya menghubungi HALO BCA dimana kemudian saya diminta untuk datang langsung ke BCA Sudirman tempat saya membuka rekening. 

Pada hari itu juga saya datang ke Customer Service di Sudirman. Ketika saya bertanya kenapa uang saya bisa lenyap, mereka menjawab telah ada transaksi transfer antar rekening BCA melalui ATM pada tanggal 11 November 2002. Transaksi yang tidak pernah saya lakukan sama sekali. Ketika saya tanya masuk ke rekening siapa uang saya tersebut, mereka tidak mau menjawab dengan alasan kode etik. Bahkan kemudian saya diminta membayar sebesar 2,500 rupiah untuk biaya print mutasi rekening koran yang tidak pernah saya mohon sebelumnya. 

Mereka juga meminta untuk mengisi surat keluhan dengan tidak bisa menjamin uang saya dapat kembali. Saya menolak membayar sesuatu yang tidak pernah saya minta dan menolak mengisi surat keluhan tanpa jaminan. Kode etik apa yang menyebabkan bank tidak bisa memberikan nama pemilik rekening kepada orang yang mereka yakini telah mentransfer uang ke rekening tersebut? Kepercayaan apa yang BCA bisa berikan kepada nasabahnya jika tiba-tiba uang nasabahnya menguap tanpa mau menjamin bisa dikembalikan ? Apalagi mengganti biaya, waktu dan tenaga saya yang hilang karenanya ?


Bea Meterai Kartu Kredit

Saya pemegang tiga kartu kredit dari bank berbeda. Yang menjadi pertanyaan, adalah ketentuan mengenai pembebanan bea meterai yang dikenakan atas tagihan kartu kredit nasabah. Karena saya memperoleh informasi yang berbeda dari dua bank, yaitu Citibank dan BII (Bank Internasional Indonesia). Menurut Customer Service Citibank bahwa bea meterai dikenakan atas setiap jumlah pembayaran yang dilakukan nasabah, yang mana jumlah bea meterai tersebut sesuai dengan ketentuan pemerintah yaitu di bawah Rp 250.000 (bebas bea meterai), Rp 250.001 sampai Rp 1.000.000 (Rp 3.000), di atas Rp 1.000.000 (Rp 6.000). 

Akan tetapi, informasi dari Customer Service BII bahwa pembebanan bea meterai tersebut dikenakan atas setiap jumlah tagihan yang tertera pada lembar tagihan, sehingga apabila tagihan tersebut belum lunas, maka pembebanan bea meterai akan dikenakan setiap bulan sesuai ketentuan. Saya sebagai nasabah mengharapkan, klarifikasi dari pihak yang berwenang, apakah ketentuan pemerintah dalam pengenaan bea meterai atas kartu kredit tersebut adalah baku, atau mengikuti ketentuan masing-masing bank yang bersangkutan.


Pelayanan BNI Mengecewakan

Pada 7 Juni 2002 saya mentransfer uang dari Rekening BNI Nagoya Batam ke Rekening BCA KCP Gedung Hijau Jakarta. Saya sangat kecewa karena sampai saat ini uang yang ditransfer belum sampai. Menurut saya, malahan lebih cepat kirim lewat pos daripada menggunakan fasilitas BNI yang katanya online terus.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws