Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Properti & Hotel (1)

1| 2| 3| 4| 5| 6


Kita sebagai konsumen selalu berada pada posisi yang lemah dan tidak berdaya. Oleh karena itu, tak ada salahnya kita lebih berhati-hati sebelum membeli atau menggunakan jasa untuk apapun yang kita butuhkan. Jangan terlalu terburu-buru mengambil keputusan. Pelajari dulu  pengalaman konsumen lain. Simak dan teliti sebelum Anda menjadi kecewa dan dirugikan. Semuanya kami kliping di sini. Detail nama dan alamat pengirim, sumber dan tanggal pemuatan dapat Anda minta di email. Kami juga menerima kiriman bahan kliping dari Anda.


 

PPJB Apartemen City Resort

Tanggal 7 Juni 2004, saya membeli satu unit apartemen City Resort di Jalan Lingkar Luar Barat Cengkareng, Jakarta Barat (Menara Marigolds Lantai 5 No 5). Saat membayar booking fee dan cicilan pertama sebesar Rp 11 juta, saya diberi tahu, setelah melunasi 20 persen dari harga jual akan dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) antara saya (pembeli) dan pengembang (penjual) PT Karya Megah Permai.

Namun, meski sudah membayar cicilan kelima, total sekitar Rp 36 juta atau 20 persen lebih dari harga jual ditambah PPN yang totalnya Rp 150 juta, PPJB belum dibuat. Meski sudah berkali-kali ditanyakan, selalu diperoleh jawaban bahwa PPJB segera dibuat. Tanpa ada kejelasan pasti, kapan surat yang cukup penting itu bagi konsumen akan dibuat. Mohon penjelasan manajemen PT Karya Megah Permai.


Jayakarta Hotel Mengecewakan

Pada tanggal 20-24 Agustus 2004, saya berlibur ke Bali dengan menggunakan Citibank Package Bali Free & Eazy dari Smailing Tour (tiga hari dua malam). Pada tanggal 22 dan 23 Agustus, saya meminta Smailing Tour untuk memesan Jayakarta Hotel di Lombok, dan tanggal 23 sampai 24 Agustus untuk Jayakarta Hotel di Bali.

Namun, setelah menimbang biaya yang cukup mahal, saya memutuskan tidak pergi ke Lombok. Pada 21 Agustus, saya meminta pihak Jayakarta Hotel untuk mengganti voucher hotel di Lombok menjadi voucher hotel di Bali, sementara kelebihan atau kekurangan biaya tarif hotel akan saya tanggung sendiri. Bila lebih, tidak akan saya minta, sedangkan bila ada kekurangan, akan saya tambah.

Namun disayangkan, harapan saya itu tidak dikabulkan Jayakarta Hotel. Pihak hotel menjelaskan bahwa setiap pembatalan/perubahan harus dilakukan seminggu, atau tiga hari, atau 24 jam sebelumnya, tidak jelas mana yang benar.

Saya mengambil paket tersebut di Smailing Tour pada 18 Agustus 2004. Bagaimana mungkin saya dapat melakukan pembatalan itu seminggu sebelumnya? Pihak hotel menjelaskan, apabila saya tetap berniat membatalkan, voucher hotel di Lombok tidak dapat diganti di Bali, dianggap hangus (walaupun masih banyak kamar kosong di Jayakarta Hotel Bali pada tanggal 22 sampai 23 Agustus) dan harus membayar penuh.

Yang mengecewakan, mengapa voucher Jayakarta Hotel di Lombok tidak dapat diganti dengan di Bali? Padahal, kedua hotel tersebut sama-sama berada dalam grup Jayakarta Hotel, sekalipun hotel di Bali masih ada kamar kosong dan selisih perbedaan tarif hotel akan saya tanggung sendiri.


AC Hotel Rusak

Tanggal 17 November 2004, setelah menginap di Kintamani saya booking Hotel Melasti Legian Beach. Masuk hotel sekitar pukul 17.30 Wita. Saya sekeluarga mendapat kamar superior (3 kamar) dengan membayar di muka seperti syarat sebesar Rp 2.100.000. Setelah masuk kamar, kami keluar lagi makan malam, dan baru kembali pukul 20.00 Wita. Di Kamar 119 ternyata udara panas karena AC tidak berfungsi. Saya melapor ke front office untuk mengirim teknisi.

Teknisi berusaha memperbaiki, tetapi AC tetap tidak bisa diperbaiki. Saya usul kepada petugas di front office agar ganti kamar dan dijawab tidak ada kamar kosong. Jadi, semalaman kami kipas-kipas dengan tangan dan mimpi menempati kamar ber-AC ternyata dapat kamar tidak ada AC dan tidak ada kipas angin. Keesokannya sekitar pukul 10.00 Wita, AC baru datang dan diganti, itu pun dua jam sebelum kami check out.


Jual Rumah Berkedok KPR

Ketika berniat untuk membeli rumah bekas di Gading Serpong sektor 7B, Blok DC 5/15 dengan luas 7 meter kali 18 meter dengan broker J & P, saya ditawarkan dengan harga Rp 240 juta (neto). Kemudian saya tawar Rp 210 juta, dan akhirnya pihak J & P memberitahukan bahwa pemilik rumah (Bapak Steven alias Kurniawan Gozali) bersedia menjual kepada saya dengan harga Rp 200 juta (tidak seperti yang saya tawar Rp 210 juta), namun dengan syarat uang muka/tanda jadi dibayar Rp 25 juta dan pembelian rumah harus secara KPR (kredit pemilikan rumah). Pemilik rumah hanya memberikan waktu tiga minggu untuk pengurusan KPR, dan bilamana KPR tidak disetujui atau belum selesai dalam waktu tiga minggu maka transaksi jual beli dinyatakan hangus, dan uang muka/tanda jadi menjadi pemilik rumah.

Karena memang berminat dengan rumah itu, saya mengatur waktu untuk bertemu dengan pemilik rumah dan menyelesaikan jual-beli rumah dimaksud dengan pembayaran tunai. Namun ketika saya mengatakan akan membayar tunai, pihak broker (J & P) menolak dan mengatakan bahwa harga rumah akan lebih tinggi jika dibayar tunai dibandingkan secara KPR. Karena saya tetap ngotot untuk bertemu langsung dengan penjual untuk menyelesaikan transaksi ini, akhirnya, pada hari yang dijanjikan (26/7) saya, pihak broker J & P (Ibu Vr dan Bapak Ags), dan pemilik rumah, Bapak Steven, bertemu di kantor J & P. Tetapi yang terjadi, Bapak Steven (pemilik rumah) hanya mau menerima pembayaran secara KPR, karena bila memakai KPR maka ada kemungkinan KPR ditolak.

Pemilik rumah tersebut menganggap bahwa menjual rumah sama dengan gambling. Saya berpikir uang hasil KPR dan uang tunai tidak ada bedanya, dan jauh lebih baik tunai dibandingkan dengan KPR karena dari segi waktu pun lebih efisien. Dari kasus ini saya beranggapan bahwa pemilik rumah memiliki itikad tidak baik, mungkin yang bersangkutan hanya akan mengambil uang Rp 25 juta saja yang merupakan uang muka/tanda jadi. Pada akhir pembicaraan yang bersangkutan hanya mengatakan maaf, karena telah salah bicara mengenai harga jual rumahnya. Saya berharap kepada pihak J & P maupun broker lain agar lebih berhati-hati dalam memilih calon penjual agar nama baik J & P tidak dirusak, serta konsumen tidak dikecewakan dan hanya buang-buang waktu. Waspada terhadap penjual rumah yang berkedok KPR.


Permukiman Tempat Usaha

Berita tentang perubahan daerah permukiman Pondok Indah, Jakarta Selatan, menjadi daerah niaga yang dimuat di berbagai media akhir-akhir ini sangat menarik karena adanya tanggapan para pengusaha yang telah membuka usaha (berizin?) di kawasan permukiman tersebut. Di antara tanggapan itu membuktikan bahwa usaha mereka mengganggu warga dan masyarakat lainnya.

Untuk itu, kami sebagai warga merasa kegiatan-kegiatan usaha itu sangat mengganggu, terutama masalah perparkiran yang menambah kemacetan yang sekarang pun keadaannya sudah parah, terutama pada jam-jam tertentu. Adanya usaha-usaha (sekolah, kafe, salon, dan lain-lain) jelas mempersulit akses warga yang keluar masuk rumah karena adanya aktivitas di lingkungan tetangga, maupun warga lainnya yang melalui akses Pondok Indah.

Kawasan Pondok Indah adalah daerah pertemuan lalu lintas dari daerah Ciputat, Pamulang, Pondok Cabe, Bintaro, dan lain-lain. Masyarakat yang sudah berjam-jam berangkat dari/pulang ke tempat tinggal jangan diperburuk lagi. Gangguan ini semakin hari semakin terasa sering dengan bertambahnya usaha-usaha di lingkungan tetangga.

Mungkin ini tidak dirasakan para pengusaha tersebut karena mereka mendapatkan keuntungan dari kegiatan usahanya dan ditambah lagi mereka umumnya tidak tinggal di tempat itu. Mungkin kalau hanya satu atau dua rumah tidak akan terasa, tetapi seperti dapat dilihat, perkembangannya sangat cepat, dan pengalaman seperti di daerah Menteng atau Kebayoran dapat terulang kembali (hal ini harus dicegah dan dapat dicegah karena tidak adil dengan warga lainnya).

Kami sebagai warga mendukung ajakan Dewan Kelurahan Pondok Indah yang mengimbau warganya untuk menjaga ketertiban permukiman dari sekelompok orang-orang egois yang mengorbankan tetangganya demi keuntungan. Dalam kaitan itu, kepada pemda setempat dimohon ketegasannya untuk menjaga peruntukan lokasi permukiman secara konsisten. Para pengusaha itu akan mengambil berbagai langkah untuk melindungi usahanya yang mengganggu tersebut, antara lain dengan menghapus tanda usaha mereka seolah-olah hanya rumah biasa, tetapi kegiatan usahanya dapat dilihat dengan banyaknya pengunjung, pedagang kaki lima, dan lain-lain. Namun, kami yakin Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan terus melakukan penertiban seperti yang dijanjikan di berbagai media.


Kualitas Rumah Legenda Wisata

Pada November 2003 kami membeli rumah dua lantai di Legenda Wisata Cibubur (tipe Mozart Blok G2 No 17). Mulai Januari 2004 kami memenuhi kewajiban pertama membayar cicilan kredit pertama. Saat pembangunan rumah berjalan, Maret 2003 saya mendapati dak beton antara lantai 1 dan 2 melengkung. Bulan itu juga saya komplain (surat tertanggal 23 Maret 2004) agar diperbaiki. Pada Mei 2004 saya menerima surat jawaban dari Sr Sales Manager, Bapak Johnny Suwandi, yang mengatakan hal itu sudah diperbaiki.

Seminggu kemudian saya mendapati belum ada perbaikan sama sekali (hal ini dikonfirmasi Bapak Edwin, site engineer Legenda Wisata Cibubur). Bahkan, saya menemukan masalah lain, dinding rumah mengalami keretakan dan beberapa kusen pecah.

Keberatan yang saya ajukan 12 Juni 2004 tidak mendapat jawaban memuaskan. Bapak Irwan, Estate Management, atas nama PT Misaya Properindo (developer Legenda Wisata Cibubur) malah memastikan apa yang sudah dilakukan sesuai dengan standar pekerjaan. Apakah standar kualitas pembangunan rumah di Legenda Wisata Cibubur seperti ini?


Membeli Rumah di Alam Sutera

Kami membeli rumah di Alam Sutera, Serpong, Tangerang, pada bulan Agustus 2003, yang berlokasi di Cluster Jelita. Pembayaran telah dilunasi seluruhnya pada bulan Desember 2003, dan dijanjikan serah terima paling lambat bulan Agustus 2004. Karena tidak ada pemberitahuan, atas inisiatif sendiri, pada tanggal 31 Agustus 2004 kami mendatangi kantor Alam Sutera untuk menanyakan waktu serah terima. Dari jawaban pihak Alam Sutera, mereka mengatakan bahwa serah terima dapat dilakukan, tetapi pemasangan listrik dari PLN menyusul dengan waktu yang tidak pasti kapan akan dipasang.

Padahal pembelian harga rumah tersebut telah termasuk biaya pemasangan listrik. Kami merencanakan untuk segera menempati rumah tersebut, dan sampai sekarang tidak tahu sampai di mana permasalahannya. Kami telah memenuhi semua kewajiban. Pihak pengembang Alam Sutera seharusnya juga menepati kewajibannya untuk melakukan serah terima pada waktunya, dan jangan hanya cuma bisa menuntut pembayaran saja. Akan tetapi, pihak Alam Sutera terkesan bersifat arogan dan saling melempar tanggung jawab. Sebagai pembeli, kami merasa sangat dirugikan. Sudah banyak waktu yang kami keluarkan untuk mengurus masalah ini.


PPN Renovasi Rumah

Sewaktu merenovasi rumah di daerah Rawamangun, Jakarta Timur, saya mendapat surat panggilan dari kantor pajak di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, untuk membayar pajak (PPN/ Pajak Pertambahan Nilai) atas rumah yang sedang direnovasi. Tanggal 14 Oktober 2004 saya datang ke kantor pajak di Jalan Pramuka. Di lantai IV saya bertemu dengan petugas pajak (Saudari D) yang memberikan informasi bahwa pajak yang harus saya bayar sekitar Rp 18 juta.

Karena saya tidak sanggup membayar pajak sebesar itu, Saudari D berjanji akan menolong untuk memberikan keringanan. Tanggal 18 Oktober Saudari D menelepon saya bahwa pajak yang harus dibayar adalah Rp 14.930.000.

Kemudian dalam percakapan itu diralat lagi karena ada kesalahan dalam penilaian NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) menjadi Rp 12.281.360. Pada waktu percakapan telepon dengan Saudari D belum selesai, kebetulan petugas yang berwenang menangani pajak PPN renovasi rumah (Saudari I) datang sehingga pembicaraan diambil alih. Ternyata pajak yang harus dibayar Rp 6.000.000, dan karena saya seorang pensiunan akhirnya mendapatkan keringanan untuk membayar sebesar Rp 5.500.000.

Saya sebagai pembayar pajak mendapat kesan bahwa petugas pajak (Saudari D) seenaknya menentukan besarnya pajak. Sangat disayangkan petugas yang mengelola aset negara yang penting, yaitu pajak, bekerja tidak profesional dan memberi informasi yang tidak benar terhadap masyarakat yang datang patuh untuk membayar pajak.


Hati-hati Menginap di Hotel Meridien Jakarta

Kami ingin membagi pengalaman menarik menginap di Hotel Le Meridien Jakarta. Waktu itu saya meminta staf kami untuk melakukan booking di hotel Le Meridien, disetujui dengan no booking 144649 tanggal 28 Desember 2003 dengan rate USD 50 (corporate rate)untuk tanggal 3 Januari 2004.

Pada tanggal tersebut kami melakukan cek in, pada kartu yang diberikan tidak dicantumkan nilai rate sehingga kami berpikir mungkin karena corporate rate maka harga tidak dicantumkan. Betapa terkejutnya kami pada saat kami cek out, ternyata kami ditagih sebesar 85 USD dengan alasan rate berubah per tanggal 1 January 2004 dan sudah dikonfirmasi via fax ke kantor kami.

Kami mencoba complain tapi disebutkan tidak ada manager yang ada disana. Karena tidak ada pilihan lain, terpaksa kami membayar dengan rasa penasaran. Setelah kami cek keesokan harinya, ternyata tidak ada fax yang masuk ke kantor kami mengenai perubahan tarif, dan setelah kami complain via telepon pun, sales person dari Hotel Le Meridien tidak pernah menanggapi dengan serius, hanya disebutkan, akan diteliti kembali tanpa ada penyelesaiannya sampai sabtu, 24 January 2004.

Saya harapkan pengalaman buruk kami tidak terjadi pada orang lain, dan kepada pembaca yang ingin menginap di Hotel tersebut, harap menanyakan rate kamar tsb sebelum cek in (biarpun sudah konfirmasi), karena bisa saja lima langkah sebelum anda mencapai counter cek in, harga berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu!


Taman Aster, Akses Jalan Ditutup

Di saat penjual ingin memberikan pelayanan terbaik kepada konsumennya, tidak demikian dengan PT DKU (Delta Kirana Utama) pengembang Perumahan Taman Aster, Cikarang Barat, Bekasi. Betapa tidak, tadinya kami (khususnya Blok G2 & G5 dan warga Taman Aster umumnya) dapat dengan singkat menuju akses ke pintu gerbang utama kini semakin jauh, harus berputar lewat jalan lain. Hal ini disebabkan pengembang telah mendirikan tembok menutup jalan yang dimaksud. Sebelumnya pada tanggal 7 Juni 2004, kami telah minta klarifikasi kepada PT DKU (terlampir) tentang rencana penutupan jalan, tapi tidak ditanggapi. 

Demikian pula surat tanggal 6 Juli 2004 (terlampir) juga tidak ditanggapi. Akhirnya pada tanggal 20 Juli 2004 dengan arogannya PT DKI mendirikan tembok di atas jalan menutup jalan tersebut, ironisnya, oknum kepolisian malah "mem-backing" tindakan tersebut, terbukti mengawasinya jika warga menghalangi pembangunan tersebut. Oknum polisi mendatangi ketua RT dan ketua RW setempat. Kami menyesalkan tindakan PT DKU, karena pada saat akad kredit tidak pernah diberitahu penutupan jalan tersebut (kalau tahu pasti tidak akan membeli rumah pada blok tersebut). Kedua, rumah yang kami beli standar real estate harus ada fasum (jalan) sesingkatnya menuju gerbang utama. Ketiga, jalan tersebut adalah jalan utama ke rumah ibadah. Kepada aparat berwajib (kepolisian, diduga ada tindak pidana oleh PT DKI), DPP REI, bupati dan lain-lain, kiranya dapat membantu persoalan kami atas arogansi pihak PT DKU.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Counter

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws