Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Properti & Hotel (4)

1| 2| 3| 4| 5| 6

 

Sertifikat Instan

Kami warga Pondok Kopi RW 08 dan RW 09, Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, dibuat resah dan marah dengan terbitnya sertifikat instan dari Kepala Kantor Pertanahan Jaktim.

Beberapa tanah kapling bekas peninggalan PT Mas Naga Raya Real Estate yang telah habis masa HGB-nya, 8 Juli 2001, dan selama 22 tahun lebih digunakan sebagai lapangan olahraga warga, tiba-tiba "disulap" sertifikatnya menjadi milik PT Milenia Jaya Sempurna hanya dalam tempo sembilan hari. Permohonan 16 Oktober 2003, Surat Ukur Tanah 20 Oktober 2003, SK HGB 20 Oktober 2003, Sertifikat HGB terbit 24 Oktober 2003. Padahal, beberapa warga di lokasi yang sama bertahun-tahun mengurus sertifikat tanahnya, tetapi hingga kini belum keluar.

Prosedur formal pengurusan sertifikat di papan pengumuman Kantor Pertanahan Jaktim disebutkan 35-50 hari. Luar biasa, cara kerja yang diberikan Kepala Kantor Pertanahan Jaktim yang menerbitkan sekaligus empat sertifikat HGB di atas lahan kosong di RW 08 dan RW 09, Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

Sementara itu, PT Mas Naga Raya Real Estate yang keberadaannya kini entah di mana telah meninggalkan sejumlah utang kepada warga Pondok Kopi dengan tidak pernah membangun fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti yang pernah dijanjikan. Di lain pihak, muncul PT Mas Naga Raya Real Estate dapat melaksanakan penyerahan dan pemindahan hak atas tanah itu kepada PT Milenia Jaya Sempurna tanggal 11 September 2003. Peristiwa ini aneh tetapi nyata terjadi di lingkungan perumahan kami.


Waspada Membeli Rumah

Kami salah satu konsumen Perumahan Persada Depok dengan developer PT Harapan Inti Persada Indah. Bulan November 2002, kami membeli rumah dengan tipe Hook Pesona yang ditawarkan oleh developer itu. Dengan melengkapi syarat-syarat yang ada serta melihat lokasi, akhirnya kami memutuskan membeli melalui fasilitas kredit yang ditawarkan developer tersebut melalui BTN Cabang Kuningan, Jakarta.

Kemudian kami melakukan penandatanganan perjanjian jual beli. Setelah berjalan dua bulan, kami dipertemukan dengan Loan Service dari BTN, dalam hal ini kami telah membayar booking fee dan angsuran uang muka selama dua bulan dengan total Rp 18.400.000.

Setelah kami berhadapan dengan pihak BTN, bukan kemudahan mendapatkan rumah sesuai dengan ucapan pihak developer melalui pimpronya bahwa permohonan kredit kami telah disetujui oleh pihak bank, tetapi kami malah dipersulit. Kami dianjurkan ke BTN Cabang Depok.

Tetapi belum sempat menemui pihak Loan Service BTN Cabang Depok, kami sudah diberi informasi oleh pihak developer yang menyatakan, kredit yang kami ajukan tidak dapat terealisasi sehingga masalah ini, dari bulan Februari sampai dengan Mei, terkatung-katung. Selama belum ada kejelasan dari pihak bank, kami meminta penangguhan pembayaran cicilan uang muka dan pihak developer menyetujui sampai kasus kami benar-benar selesai.

Rupanya selama penangguhan pembayaran, secara sepihak pihak developer telah mengalihkan rumah tersebut kepada pembeli lain tanpa konfirmasi dengan kami. Akhirnya kami memutuskan untuk membatalkan membeli rumah tersebut dan menarik kembali uang yang telah kami setorkan kepada developer.

Untuk menarik kembali uang tersebut, kami masih dibohongi oleh developer. Berdasarkan perjanjian, apabila terjadi pembatalan, biaya yang dikenakan kepada kami hanya sebesar 5 persen. Kami dikenai biaya PPN, administrasi, dan booking fee sehingga besar biaya potongan menjadi Rp 4.480.000, lebih dari 5 persen. Pihak developer PT Harapan Inti Persada Indah telah berbohong dan mempermainkan konsumen.


Anggota Eksklusif Hotel Bintang

Hati-hati dengan janji manis para marketing yang menawarkan keanggotaan eksklusif hotel-hotel berbintang, terutama dari vaction international package (VIP) yang ditawarkan oleh PT Lintas Agung Wisata-Lintas Tour & Tabitha VIP yang berkantor di Graha Wisata Building Jalan Kebon Kacang Raya dan Jalan Sungai Sambas, Jakarta. Tanggal 22 April, saya mencoba untuk memesan (reserve) dengan menggunakan kupon berhadiah (voucher) menginap di Hotel Century Atlet untuk tanggal 26 April. Tetapi, oleh staf mereka (Saudari Novi) mengatakan, tidak bisa dan hanya dua hotel di daerah Jakarta, Kota dan Senen, Jakarta Pusat, yang bisa digunakan.

Padahal, dalam daftar kontrak ada 9 hotel di Jakarta yang bisa dipilih dan kapan saja, berdasarkan penjelasan marketing sebelumnya yang menawarkan keanggotaan VIP tersebut. Kemudian staf itu menawarkan untuk menggunakan diskon khusus sehingga tarif lebih murah dari tarif umum. Anehnya, staf tersebut memberikan tarif Rp 400.000 per malam, padahal ketika saya mengecek langsung ke hotel yang dimaksud, yaitu Rp 381.000 per malam. Staf itu berjanji untuk mengecek ulang dan akan memberikan kabar kembali, namun sampai 25 April, tidak ada kabar dan akhirnya saya pesan sendiri tanpa bisa menggunakan hak sebagai keanggotaan VIP.

Kejadian tersebut bukan pertama kali. Beberapa bulan sebelumnya ketika saya mencoba untuk pesan hotel di Bali, hanya diperkenankan menggunakan satu kupon berhadiah dari satu kartu keanggotaan. Padahal, saya memiliki dua kartu keanggotaan (No 4822 1301 2002 0385 dan No 4822 1301 2002 0311) dan itu pun setelah bersitegang. Perlakuan kepada anggota, seolah-olah minta menginap di hotel secara gratis, padahal keanggotaan tersebut bukan gratis dan cukup mahal biayanya.


Dikecewakan Sahid Privilege Card

Tanggal 24 Juni 2003, saya ditawari oleh bagian marketing "Sahid Privilege Card" untuk membeli paket membership, berupa sebuah kartu keanggotaan yang bisa dipakai untuk berenang dan empat lembar voucher menginap di Hotel Sahid Jaya seharga Rp 950.000. Merasa tertarik, saya membeli paket itu. Saya menyerahkan pembayaran secara tunai tanggal 26 Juni 2003 kepada bagian marketing Sahid Card (Bpk Rudyanto) dengan diberikan tanda terima. Dijanjikan bahwa paket akan diterima tanggal 28 Juni 2003, namun sampai sekarang paket belum saya terima.

Setelah beberapa kali menelepon ke kantor Sahid Membership dan berbicara dengan Bapak Rudyanto, dijanjikan bahwa paket akan dikirim lewat kurir. Ternyata hanya janji kosong belaka. Karena sudah letih dengan kebohongan marketing tersebut, saya langsung menghubungi Bapak Iwan sebagai atasan Bapak Rudyanto, tanggal 1 Agustus 2003. Dijanjikan akan dibantu, tetapi sama saja. Sampai sekarang tidak ada kejelasan. Disayangkan nama besar Sahid Jaya yang telah dibina sekian lama dirusak oleh masalah kecil karena mempekerjakan segelintir orang yang tidak peduli dengan konsumen. Agar hati-hati apabila ditawari pembelian paket oleh bagian marketing "Sahid Privilege Card".


Hotel Mambruk Anyer

Ketika karyawan perusahaan kami berencana mengadakan tur ke daerah Anyer, Banten, maka kami kunjungi semua obyek yang ada di sana dengan maksud untuk menentukan mana yang paling sesuai bagi perusahaan. Akhirnya pilihan jatuh pada Hotel Mambruk. Pada tanggal 26 September 2003 dan 6 Oktober 2003, kami melakukan survei dan negosiasi dengan manajemen Hotel Mambruk Anyer untuk persiapan acara One Day Tour pada tanggal 20 Desember 2003 yang melibatkan sekitar 2.000 peserta. Harga paket sudah disepakati dan staf Mambruk (Maya, Harry, dan Ikhsan) dengan penuh percaya diri menyanggupi untuk menyediakan dan mendukung semua fasilitas outdoor untuk acara tersebut.

Tanggal 10 November, staf Mambruk (Maya, Minarti, dan Harry) mengunjungi perusahaan kami untuk mengoordinasikan persiapan acara tur, semuanya berjalan lancar tanpa masalah. Kami pun memberi uang muka tanda jadi sebesar Rp 15 juta dan telah diterima pihak Mambruk.

Tanggal 18 November, Maya dan Harry datang kembali ke perusahaan kami dan memberitahukan ada miskomunikasi di intern Mambruk dan menyatakan tanggal 20 Desember tidak semua fasilitas outdoor di Mambruk dapat dipakai (sudah ada perusahaan lain memesan tiga bulan sebelumnya), dan mereka mengusulkan tempat acara yang sudah disepakati untuk dipindahkan karena bentrok dengan perusahaan lain.

Kami kaget bercampur bingung dengan ucapan mereka, karena selama ini pihak Mambruk tidak pernah menyebut- nyebut ada grup lain yang mau ataupun sudah booking, tetapi tiba-tiba sudah memesan tiga bulan sebelum kami datang. Kami bingung karena sudah susah payah meyakinkan karyawan dengan sedikit promosi agar bisa menerima Mambruk sebagai tujuan tur dan 40 bus juga sudah kami pesan. Semua persiapan sudah selesai. Dengan berbagai pertimbangan adanya kasus ini, kalau diteruskan ke Mambruk bisa-bisa akan terjadi demo di tempat karena karyawan menganggap fasilitas tidak sesuai dengan yang kami gambarkan kepada mereka. Kalau itu yang terjadi yang menerima akibatnya pasti pihak Hotel Mambruk.

Akhirnya One Day Tour ke Mambruk terpaksa harus dibatalkan dan kami umumkan kepada karyawan akan diundur pada lain waktu dan tempat. Kami sangat kecewa dengan ulah Hotel Mambruk seperti itu. Dalam hati bertanya-tanya, mengapa manajemen hotel sekelas Mambruk bisa membuat keputusan tanpa pertimbangan matang.

Apakah betul dengan moto: "Mambruk... a new Image" seperti itu bisa mengangkat citra? Yang jelas Mambruk telah mengecewakan 2.000 karyawan kami. Ternyata Mambruk tidak mempunyai manajemen yang baik, tidak didukung dengan staf yang profesional sehingga dengan seenaknya membatalkan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat bersama sebelumnya.


Menyesal Beli Rumah Legenda Wisata

Kami sungguh menyesal membeli rumah di Legenda Wisata, Bogor. Harga tinggi dan harapan mendapat rumah siap huni yang lebih baik, ternyata mutu bangunan dan pelayanan dari pengembang mengecewakan. Pompa air yang dikatakan sedalam 30 meter, ternyata hanya 11 meter, sehingga pada musim kemarau lalu mengalami kekeringan. Terpaksa dengan uang sendiri memperdalam sumur. Setelah air lancar, mulai terlihat pipa-pipa air di dalam tembok dan atap bocor sehingga air merembes dan menetes, seperti bocor yang selalu terjadi pada waktu hujan deras. Sejak beberapa bulan ditempati, sepenggal demi sepenggal atap gipsum runtuh dari langit-langit rumah, nyaris menimpa kami yang sedang makan.

Listrik pun sering padam (hanya beberapa rumah) karena salah satu fase bermasalah, sehingga untuk sementara dicantol dari fase yang lain. Tetapi, listrik yang didapat bertegangan rendah sampai lampu redup, AC tidak mampu hidup, dan peralatan yang menggunakan listrik rusak. Pencantolan ini terjadi sejak beberapa minggu lalu, dan masih berlangsung tanpa ada tanda-tanda akan diperbaiki. Sementara pihak manajemen pengembang tidak mau menerima komplain, apalagi berusaha memperbaiki.

Waspada membeli rumah di Legenda Wisata, jangan terpesona dengan begitu banyak patung yang biaya perawatannya akan membebani warga.


Permukiman Real Estat Kumuh

Kami penghuni Perumahan Gading Griya Lestari, suatu permukiman real estat yang bergengsi di wilayah Jakarta Utara. Tetapi sayang, dalam pengelolaan pengembangan tidak memperhitungkan segi kenyamanan dan keindahan serta kebersihan sehingga perumahan yang asri terkesan kumuh dan jauh dari standar perumahan. Ini disebabkan beberapa faktor, antara lain truk-truk tanah yang berkeliaran (1 x 24 jam) dalam kompleks dan parkir di badan-badan jalan sehingga mengganggu mobil-mobil penghuni yang keluar masuk rumah. Dan, anehnya truk-truk itu bukan milik warga, tetapi milik orang luar yang diparkir di dalam kompleks. Ini tentu ada kerja sama dengan petugas keamanan setempat dan pengurus warga setempat.

Juga kios-kios rokok yang berfungsi ganda sebagai agen togel (toto gelap) dan judi micky mouse sehingga mengundang anak-anak dari luar kompleks untuk meramaikan kios tersebut. Sementara pada pagi hari awak truk tidur di depan kios sehingga membuat tidak nyaman bagi warga yang berolahraga dengan pemandangan tersebut. Di sini, pengurus setempat tidak bertindak tegas menegur serta melarang pemilik kios untuk menutup atau tidak mengizinkan hal di atas terjadi. Sehingga, ada kesan seolah-olah pengurus menerima setoran dari pemilik kios atau pemilik truk. Mohon pengembang Perumahan Gading Griya Lestari segera turun tangan mengatasi hal tersebut.


Pengalaman di Sol Elite Marbella

Pada tanggal 18 Agustus 2003 sekitar pukul 13.00, saya sekeluarga (empat orang) tiba di Sol Elite Marbella, Anyer, Banten, dengan tujuan untuk santai dan makan di restoran yang berada di hotel tersebut. Tetapi, begitu masuk, petugas satpam sudah mencegat dan berkata: "jika tidak menginap akan dikenakan biaya Rp 25.000 per orang untuk masuk kawasan Sol Elite Marbella". Saya, yang sudah cukup lelah dalam perjalanan selama dua jam dari Jakarta, ingin pergi ke toilet sebelum mengurus pembayaran, namun tetap tidak diizinkan oleh petugas satpam tersebut. Dan, karena sudah tidak tahan maka saya teruskan pergi ke WC. Saya diikuti sampai ke depan WC oleh petugas satpam (saya wanita dan jika pria mungkin satpam akan ikut masuk ke dalam WC), seolah petugas satpam itu ketakutan kehilangan maling tangkapannya.

Setelah membayar biaya masuk (4 orang Rp 100.000, hanya untuk masuk), kami pun makan di restoran yang ada. Lalu kami berjalan di pantai sejenak sebelum pulang. Ketika mau pulang saya mengutarakan rasa tidak puas akan biaya masuk tersebut. Oleh petugas dijelaskan, jika makan di restoran yang berada di situ tidak perlu membayar biaya masuk, sementara uang masuk yang sudah telanjur dibayar tidak bisa dikembalikan dengan alasan sudah disetor. Lalu saya berpikir, jika dari awal saya katakan ingin makan di restoran, apakah petugas satpam tersebut akan mengikuti sampai saya benar-benar berada di restoran dan menyantap hidangan? Lalu bagaimana jika saya ingin menginap, apakah petugas satpam tersebut akan mengikuti saya sampai mendapatkan kamar? Jika Sol Elite Marbella menggunakan cara ini untuk mencegah tamu lain selain yang menginap untuk masuk, saya pun kapok datang lagi ke Sol Elite Marbella meskipun untuk menginap. Rasanya takut membayangkan mengurus chek-in sambil "ditemani" petugas satpam.


"Voucher" Hotel di Puri Tour

Sebelum berangkat ke Surabaya dari Gambir (10/7), kami mampir di Puri Tour Duta Merlin, Jakarta, untuk membeli voucher Hotel Grand Bromo (2 malam plus breakfast @ Rp 350.000) dan Hotel Regent, Malang (2 malam plus breakfast @ Rp 340.000) pada Sdr Rudi. Rasanya lega. Akhirnya kami mendapat kepastian reservasi kamar (membawa tiga anak kecil) dengan harga yang "cukup baik". Di tengah jalan menuju Gambir, kami ditelepon operator tur lain yang menawarkan voucher dengan harga jauh lebih murah, yaitu Grand Bromo Rp 265.000/malam plus breakfast & dinner, dan Hotel Regent Rp 300.000/malam plus breakfast. Meski kecewa, kami menerima nasib. Saat itu kami sedang terburu-buru, wajar sesekali membeli barang kemahalan.

Tetapi, alangkah terkejutnya saat tiba di Grand Bromo. Di situ terpampang spanduk yang mempromosikan tarif hotel (dengan jenis kamar yang sama plus breakfast) Rp 299.000 net. Menurut Sdr Suyantoko, sales & marketing manager hotel itu, tarif sudah dikeluarkan sejak Mei, dan berlaku Juni-Agustus. Kami merasa "dikerjai" oleh Puri. Jika ada perbedaan harga voucher di antara operator tur wajar saja. Tapi, bagaimana mungkin, voucher bisa lebih mahal dari public rate? Saat itu juga, kami menelepon Sdr Rudi hingga dua kali. Dia berjanji menyelesaikan persoalan itu. Tapi, tidak ada kabar berita.

Kami jadi ingat pengalaman tahun lalu dengan Puri saat membeli voucher hotel di Bogor. Harga yang ditawarkan Puri juga lebih tinggi dari public rate. Untung kami sudah mengecek harga ke hotel bersangkutan sehingga tidak bisa "dikerjai". Waktu itu kami masih berprasangka baik, Puri tidak sengaja melakukan hal itu. Tapi, dengan pengalaman yang terakhir itu, kami jadi berpikir jangan-jangan Puri sudah biasa melakukan pola bisnis tidak jujur pada konsumennya.


Perumahan Puri Bintaro Jaya

Kami penghuni rumah di Puri Bintaro Jaya (PB 4/10 dan PB 4/12). Pindah ke Puri Bintaro awal tahun 1999, dengan harapan mendapatkan kediaman yang tenang, jauh dari keramaian, seperti yang dijanjikan oleh PT Jaya Real Property (JRP). Namun, ketenangan kami mulai terusik ketika PT JRP membuka lahan Perumahan Cluster Baru (Taman Puri Bintaro) pada tahun 2001. 

Pekerjaan tersebut mengakibatkan ketenangan tetangga kami (Blok PB 5) terganggu, kendaraan truk tanah dan lumpur melewati jalan persis di depan rumah mereka. Setelah berkali-kali protes, akhirnya truk tidak lagi melewati jalan di depan rumah tetangga kami. 

Berhentinya gangguan terhadap tetangga rupanya hanya "pindah" kepada warga lain yang kebetulan adalah kami. Sekarang di belakang rumah kami, di atas kapling untuk perumahan, dibuat jalan tembus ke proyek tersebut. Yang lewat di situ secara rutin pada siang hari adalah truk pengangkut tanah, excavator, buldoser, pengangkut bahan bangunan, dan lain-lain. Pada malam hari, sering kami terbangun dari tidur akibat getaran seperti "gempa bumi" dengan lewatnya alat-alat berat tersebut. 

Akibat sering lewatnya alat-alat berat tersebut melalui jalan di belakang rumah kami, dinding rumah kami pun retak-retak dan debu serta udara pembakaran solar masuk rumah sehingga anak-anak batuk-pilek tiada henti. Tidak bisa lagi istirahat siang karena diganggu suara mobil proyek. 

Pada bulan Mei 2001 kami menyampaikan protes keberatan atas pembuatan jalan di belakang rumah kami tersebut, dengan diketahui oleh Ketua RT dan RW. Kepala Divisi Proyek PT JRP Ir Y Prihandoko memberitahukan secara tertulis bahwa jalan tersebut adalah jalan sementara dan secara lisan menjanjikan akan mencari jalan lain secepatnya. Namun, realisasi dari janji tersebut tidak ada.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws