Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Properti & Hotel (2)

1| 2| 3| 4| 5| 6

 

Pengalaman Buruk di Hotel Mulia

Tanggal 20 Mei 2004, saya menemui sahabat (Ayu Lestari dan tunangannya David T Gibbons) yang menginap di Hotel Mulia Senayan, Jakarta (kamar 3027). Setelah acara makan malam, pada dini hari (21/5) sekitar pukul 02.00, saya pamit pulang. Ketika turun dari lift menuju lobi, pihak keamanan hotel menanyakan saya dari lantai berapa dan room card key. Sebagai tamu saya jelaskan, tidak punya, dan pihak keamanan itu meminta KTP saya untuk difoto kopi yang juga akan dikonfirmasi kepada sahabat saya yang sedang menginap. Setelah itu permasalahan selesai dan saya pulang.

Namun, ketika saya tanya kepada David, apakah sekitar pukul 02.00 petugas keamanan hotel meminta konfirmasi, ternyata sama sekali tidak ditelepon ataupun dikonfirmasi.

Kemudian kejadian yang kedua, juga di hotel yang sama, saya makan malam dengan kedua sahabat saya itu, dan Sabtu dini hari (22/5) sekitar pukul 01.30 saya izin pulang. Hal yang sama terjadi dengan saya seperti sebelumnya. Petugas keamanan hotel meminta kembali KTP saya untuk difoto kopi, dan ketika saya meminta untuk izin menelepon sahabat saya, tetapi ditolak dengan alasan tidak perlu. Namun, ketika petugas itu lengah, saya menelepon kamar 3027 dan berbicara dengan David dan Ayu untuk menjelaskan bahwa saya teman mereka. Ketika pihak keamanan mengetahui bahwa saya menelepon, saya diperbolehkan pulang. Namun, saya tidak mau karena sahabat saya ingin bertemu dengan duty manager untuk menjelaskan kronologis sebenarnya.

Yang mengherankan, saya melihat perempuan-perempuan bersama tamu hotel dengan pakaian serba minim dan naik turun lift, tetapi tidak ditegur oleh petugas keamanan hotel. Apakah petugas keamanan hotel mengira hanya karena saya pulang pagi maka menganggap saya sebagai pekerja seks komersial? Saya jelaskan kepada pihak duty manager bahwa saya bekerja di DPR/MPR (staf tenaga ahli FPDIP) dan juga sebagai office manager sebuah perusahaan swasta, bahkan identitas diri yang saya bawa lengkap. Namun, mengapa KTP saya difoto kopi sampai dua kali dan pihak keamanan hotel tak mengonfirmasi kepada sahabat saya yang menginap di hotel dimaksud bahwa saya adalah tamu mereka? Ternyata pelayanan yang diberikan manajemen Hotel Mulia Senayan, Jakarta, sangat mengecewakan.


Pintu Kamar Hotel Didobrak

Pada tanggal 29 Januari 2004, saya menginap di Hotel Red Top (kamar 920). Jadwal check out tanggal 31 Januari 2004 pukul 14.00 WIB. Pada saat itu tanggal 31 Januari sekitar pukul 05.00 WIB pagi, tiba-tiba pintu kamar saya didobrak dari luar. Betapa kagetnya begitu mengetahui bahwa kamar saya didobrak oleh seorang staf hotel (Sdr Yohanes) dan tamu yang sedang dalam keadaan mabuk.

Setelah ditelusuri ternyata tamu yang mabuk itu menginap di kamar 902. Namun, pintu kamar saya sudah rusak akibat didobrak. Saya menginginkan duty manager datang, tetapi ditunggu sampai siang tidak datang. Permintaan maaf pun tidak disampaikan langsung, namun hanya disampaikan per surat dan itu pun oleh petugas housekeeping.

Bagaimana profesionalisme yang selayaknya ditunjukkan karyawan hotel, terutama manajer, untuk mengatasi masalah ini? Sungguh saya menjadi tidak nyaman karena duty manager yang bertugas saat itu (Sdr Reza) tidak profesional dan tidak bertanggung jawab. Apalagi manajer pengganti terkesan melepas tanggung jawab. Hati- hati bagi yang menginap di Hotel Red Top, ternyata tidak se-ngetop yang saya bayangkan.

Saya menginginkan manajemen Hotel Red Top yang berbintang empat lebih bertanggung jawab dan profesional karena sampai sekarang pihak manajemen hotel tidak ada usaha untuk menghubungi saya, dan menjadikan hotel tercoreng atas perbuatan atau kejadian yang seharusnya tidak perlu terjadi, membuat tidak nyaman serta sangat mengecewakan.


Layanan Pengembang Raffles

Saya penghuni perumahan Raffles Hills merasa kecewa atas pelayanan yang diberikan oleh pihak manajemen Raffles bagian keuangan dan pemasaran. Saya bersama dua kakak membeli masing-masing satu unit rumah di Raffles Hills. Namun saat akan dilakukan serah terima, pihak Raffles tiba-tiba menyodorkan denda keterlambatan pembayaran yang cukup besar, padahal selama ini kami tidak pernah diinformasikan adanya keterlambatan dimaksud. Kakak saya saat itu berdomisili di Amerika Serikat dan membeli rumah itu secara tunai bertahap, maka segala urusan pembayaran rumah diserahkan kepada saya. Setiap saya melakukan pembayaran selalu menginformasikan kepada bagian pemasaran pengembang perumahan itu (Bpk Arto), begitu juga jika ada keterlambatan dalam proses pembayaran, dan pihak Raffles tak mempermasalahkan adanya keterlambatan itu. Mengingat waktu transfer dari luar negeri ke Indonesia tidak cepat, butuh waktu.

Setelah saya klarifikasi masalah itu kepada pihak keuangan (Bpk Yulis dan Bpk Pb Kepto), saya diminta membuat surat klarifikasi kepada Direktur Raffles dan melakukan beberapa persyaratan administrasi yang diminta oleh pihak Raffles. Seluruh persyaratan yang diminta sudah dipenuhi, namun lagi-lagi saya dipersulit dengan adanya persyaratan lain yang sengaja dibuat-buat untuk menunda proses serah terima rumah tersebut. Hal ini terjadi karena tidak ada komunikasi dan koordinasi antara pihak pemasaran dan keuangan. Sangat disayangkan hal ini terjadi.

Dengan menyandang nama Raffles yang begitu besar dan katanya merupakan hunian yang eksklusif dan nyaman, ternyata hanya simbol belaka. Di dalamnya terdapat orang-orang yang hanya mengumbar omongan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Mohon pihak pimpinan dan manajemen Raffles dapat melayani konsumen secara benar dan baik.


Pengembang Bukit Sentul

Nama besar PT Bukit Sentul Tbk ternyata tak sebanding dengan reputasinya, bahkan dapat dikatakan kalah oleh perusahaan pengembang kecil yang membangun rumah sederhana.

Hal yang sulit dipercaya dialami keluarga/saudara kami yang tergiur promosi pengembang Bukit Sentul. Pengembang tersebut menawarkan pemandangan dan alam nan elok dengan janji muluk-muluk yang ternyata semua itu isapan jempol belaka. Setelah uang konsumen diterima, keluarlah kesombongan dan keangkuhan dengan melupakan janji untuk memuaskan konsumen. Keluarga/saudara kami termasuk orang yang termakan promosi palsu itu.

Bermula dari keinginan untuk mempunyai rumah tempat peristirahatan yang berudara sejuk dan pemandangan elok, pilihan jatuh pada sebidang tanah kavling dan tipe rumah yang ditawarkan Bukit Sentul yang dinamai Jl Tarumanegara No 76 Taman Yunani dengan (tipe rumah Sparta seharga Rp 494.523.000) dan dibayar lunas. Pada 31 Oktober 2001 dibuat surat perjanjian pengikatan jual beli dengan perjanjian rumah akan diserahterimakan paling lambat Agustus 2002. Setelah berlalu lebih dari 1,5 tahun, melalui beberapa surat pemberitahuan, PT Bukit Sentul menyatakan maaf akibat keterlambatan serah terima rumah. Ketika kami cek ke lokasi, ternyata hingga kini lokasi itu sama sekali belum digarap apalagi dibangun rumah.

Setelah berkirim beberapa surat yang semula diabaikan, kami diundang untuk menyelesaikan masalah. Ternyata bukan solusi yang didapat, tetapi lebih pada bentuk arogansi dengan pemaksaan kehendak pada satu pilihan, yakni menerima rumah pada lokasi lain. Ketika diajukan pilihan lain untuk mengembalikan uang, ternyata mereka menyatakan tidak akan melakukan itu. Berdasar pengalaman ini, kami amat menyayangkan kinerja PT Bukit Sentul yang dalam beberapa suratnya menyatakan keterlambatan serah terima rumah, padahal faktanya bukan terlambat tetapi rumahnya belum dibangun sama sekali. Yang penting uang masuk. Jika tidak mau terima kemauan mereka, silakan teriak sendiri. Jadi, hati-hati jika punya niat untuk beli rumah di Bukit Sentul.


Rumah Lewat Kencana Properti

Saya memasang iklan di surat kabar untuk menjual rumah pada tanggal 14 Februari 2004, pada hari itu juga setelah iklan terbit saya dihubungi oleh Sdri Lia dari Kencana Properti yang menawarkan jasa untuk membantu memasarkan rumah. Yang bersangkutan menjelaskan bahwa Kencana Properti memiliki data-data calon peminat dan memberikan jasa pemasaran tanpa komisi. Juga akan diiklankan melalui Internet dan harian umum. Karena tertarik dengan penawaran tersebut saya menyetujui dan membayar biaya administrasi di muka saat mengisi formulir pendaftaran. Saya menunggu lebih dari satu bulan sejak mengisi formulir tanpa ada hasil apa-apa. Pihak Kencana Properti tidak ada yang menghubungi saya, paling tidak memberi informasi adanya calon peminat. Berulang kali saya mencoba menghubungi Kencana Properti, tetapi Sdri Lia tidak pernah ada di tempat.

Pernah saya menanyakan nama manajer pemasarannya, katanya Bpk Robert, tetapi setelah saya hubungi tidak ada manajer pemasaran yang bernama itu. Saya merasa dipermainkan dan tidak ada respons positif dari Kencana Properti. Dalam keadaan saya yang sulit sekarang ini, uang administrasi yang berjumlah beberapa ratus ribu rupiah sangat berarti. Harap berhati-hati bila ada yang menawarkan jasa penjualan rumah tanpa komisi tetapi harus membayar uang administrasi di muka, lebih baik kalau ingin memakai perantara pilih agen yang profesional, dan memberi komisi setelah rumah terjual. Tanggal 20 Maret 2004, saya kembali memasang iklan untuk menjual rumah. Hari itu juga saya ditelepon kembali dari pihak Kencana Properti dan kali ini oleh agen lain untuk menawarkan jasa pemasaran. Pelayanan Kencana Properti tidak profesional, hanya mengejar uang administrasi tanpa serius membantu pemasaran rumah.


Rumah Bukit Sentul

Saya membeli rumah di Bukit Sentul (Cluster England Park) merasa dirugikan pengembang PT Bukit Sentul Tbk. Seperti dijanjikan saat membayar calon rumah itu Februari 2001, seharusnya rumah sudah diserahterimakan Februari 2003. Namun, saya tidak mengerti apa yang terjadi di manajemen PT Bukit Sentul Tbk, hingga saat ini rumah itu masih di awang-awang. Saya bukannya tidak mencoba bertemu maupun komplain kepada pengembang, tetapi sampai saat ini saya tidak pernah melihat ada kesungguhan atau iktikad baik dari mereka.

Dan saya merasa bukanlah satu-satunya yang diperlakukan dengan semena- mena karena sudah beberapa kali bertemu dengan pembeli lain yang juga sedang marah-marah di kantor ASS Bukit Sentul, juga di kantor Graha Utama. Saya tidak menuntut terlalu banyak karena hanya menginginkan hak saya diberikan sesuai janji yang pernah saya terima. Dan saya membeli rumah di Bukit Sentul itu salah satunya karena janji-janji surga yang saya dapat dari pihak pemasaran. Saya berharap sekali agar PT Bukit Sentul Tbk sebagai pengembang besar bisa memenuhi kewajibannya.


Anggota Business Club

Kami anggota Business Club sejak Oktober tahun 2003. Business Club adalah semacam produk yang menawarkan voucher beberapa hotel terkemuka di seluruh nusantara, dan kami mendapatkan kartu keanggotaan melalui telemarketing yang menawarkan kartu dimaksud. Dari benefit yang ditawarkan kami mendapatkan beberapa voucher menginap di hotel Jakarta, Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Sejak menjadi anggota Business Club tahun lalu, kami mengalami kesulitan dalam reservasi hotel. Ada saja alasan yang diberikan oleh customer care, mulai dari hotel penuh, tidak ada kontrak lagi dengan hotel dimaksud, atau pembaharuan kontrak dan lain sebagainya.

Pada akhirnya selalu ditawarkan untuk up-grade room dengan penambahan ekstra biaya dan hotel yang ditawarkan tidak ada dalam daftar hotel yang mereka tawarkan. Yang lebih mengecewakan kami selalu menghubungi Business Club, namun mereka tidak pernah menghubungi kami bila ada permintaan reservasi dan konfirmasi mengenai reservasi. Pengalaman serupa pernah kami alami dengan produk Platinum Card, dan setelah kami selidiki Platinum dan Business Club adalah perusahaan yang sama (PT Tri Tunggal). Kami masih ingat ketika tele-marketing Business Club menawarkan produknya, dan menjelek-jelekkan Platinum Card serta mengatakan bahwa Business Club berbeda dengan Platinum Card.

Pengalaman ini saya ungkapkan agar masyarakat khususnya yang berada di daerah tidak tertipu oleh bisnis licik seperti yang dijalankan oleh perusahaan tersebut. Setelah menarik uang di muka, akhirnya mereka menjual voucher hotel melalui travel sendiri (setahu kami mereka pemilik dari Family Tour & Travel). Oleh karena itu bagi siapa saja yang menerima telepon dari tele-marketing produk itu atau yang serupa agar berhati-hati, sebab bisa saja akan menggunakan nama yang baru.


Tarif Le Meridien Jakarta

Tanggal 3 Januari 2004, kami menginap di Hotel Le Meridien, Jakarta, dan telah melakukan booking (pemesanan) jauh-jauh hari sebelumnya (28 Desember 2003) dengan corporate rate 50,00 dollar AS (sebelum pajak) dengan nomor booking 144649. Pada saat check-in, kami menandatangani suatu formulir di mana kolom tarif kosong sehingga kami yakin bahwa tarif sama seperti saat booking. Demikian juga pada label kunci kamar, kolom tarifnya juga kosong. Keesokan harinya, pada saat check-out kami terkejut karena jumlah yang harus dibayar Rp 889.653. Kasir menjelaskan bahwa tarif kamar telah berubah sejak 1 Januari 2004 menjadi 85,00 dollar AS (sebelum pajak). Mengherankan karena kami tidak pernah menerima pemberitahuan mengenai perubahan tarif sebelum kami datang ke hotel.

Kasir atau front officer mengatakan, pemberitahuan telah difaks ke kantor pada tanggal 2 Januari 2004 saat kantor kami sedang libur. Namun, ternyata kantor kami tidak pernah menerima faksimile dimaksud dan tidak pernah ada rekonfirmasi lewat telepon mengenai perubahan tarif. Saat itu kami terpaksa membayar karena kami sudah harus pergi untuk keperluan lain yang mendesak, namun kami berharap dapat ditindak lanjuti keesokan harinya. Namun, pihak Le Meridien, Jakarta, enggan untuk berbicara dengan kami dan setiap kami telepon selalu di ping pong. Tarif Hotel Le Meridien, Jakarta, ternyata dapat berubah naik setiap saat dan konfirmasi booking tidak menjamin bahwa semuanya sudah fixed.


Sertifikat Rumah Belum Ada

Kami mengambil rumah lewat Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Balikpapan, melalui pengembang PT Bina Karya P.N, Batu Ampar Balikpapan, Kalimantan Timur untuk jangka waktu lima tahun. Kami telah melunasi cicilan dengan baik pada tanggal 1 Juni 2003 (No rekening 00045-01-02-0006771-3). Sesuai perjanjian yang telah disepakati antara kami dan pihak BTN, setelah lunas sertifikat rumah akan diserahkan.

Tetapi sampai saat ini pihak BTN belum menyerahkan sertifikat dengan alasan surat tanah belum dipecah, dan sebagainya. Permasalahannya sekarang adalah antara kami dan pihak BTN, dan tidak ada kaitannya dengan pengembang. Sejak pelunasan tanggal 1 Juni 2003 sampai dengan tahun 2004 ini, tidak ada tanggapan dari pihak BTN Cabang Balikpapan.


Kota Wisata Rawan Pencurian

Baru-baru ini saya tertimpa musibah, yaitu pencuri menguras uang tunai, perhiasan, dan koleksi jam tangan yang saya beli setiap dinas ke luar negeri dalam kurun waktu 13 tahun ini. Modus operandinya yakni para pelaku beraksi pada saat rumah ditinggal penghuni dalam keadaan kosong. Kejadiannya berlangsung hari Sabtu, 31 Januari 2004, saat saya sekeluarga pergi ke Purwokerto untuk melaksanakan kurban.

Rumah hanya berjarak sekitar 20 meter dari Pos Satpam. Dari jarak pandang yang begitu dekat, seharusnya petugas Satpam melihat dengan jelas saat para pencuri mencongkel jendela dan terali di lantai atas. Yang mengherankan, pencuri tahu betul letak kamar tidur utama yang terletak di lantai dua, padahal untuk bangunan standar, letak kamar tidur utama di lantai bawah. Pencuri sama sekali tidak menyentuh barang elektronik/audio dan mencongkel kamar-kamar yang lainnya.

Dari data-data tersebut, sementara saya mengambil kesimpulan bahwa ada informan di setiap cluster yang memberikan informasi kepada sindikat pencuri, rumah-rumah mana yang kosong ditinggal penghuninya. Yang sangat mungkin, mata-mata tersebut adalah non-penghuni yang bisa dengan leluasa keluar masuk pintu gerbang tanpa meninggalkan identitas. Sampai saat ini, pengusutan dan penyelidikan terhadap kasus-kasus sebelumnya belum pernah tuntas. Di buku tamu Pos Satpam hampir tidak teregistrasi data-data keluar masuk tamu dan mobil/motor. Hampir seluruh cluster di kawasan Kota Wisata telah mengalami hal yang sama dalam kurun waktu satu tahun ini. Pencurian dan perampokan telah terjadi di cluster Amsterdam, Florence, Monaco, Amerika, Florida, dan Paris. Pihak Estate Management seolah tidak peduli. Sistem keamanan masih juga tidak berubah.

Saya sangat menyesalkan tanggapan petugas Satpam yang menyalahkan saya karena tidak memberi tahu kalau akan bepergian, dan mencoba untuk cuci tangan. Keamanan adalah tanggung jawab Satpam dan Estate Management. Saya sekeluarga sudah lima tahun tinggal di Kota Wisata, dan selama ini selalu rajin membayar Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL), tapi yang saya dapat adalah suasana lingkungan yang tidak aman dan nyaman. IPL hanya digunakan untuk keindahan dan promosi besar-besaran agar produknya laku. Sementara warga yang menanggung biaya pengelolaan lingkungan tidak dipedulikan lagi.

Ini bisa dibuktikan dengan tidak adanya langkah-langkah perbaikan sistem keamanan, walaupun kejadian pencurian dan perampokan berlangsung terus-menerus di setiap cluster. Pada waktu saya membeli rumah di Pesona Paris tahun 1998 dijanjikan security alarm di setiap rumah dengan sistem keamanan yang baik untuk rumah tanpa pagar. Tetapi, janji tinggal janji, Estate Management tidak pernah menepati.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws