Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Properti & Hotel (5)

1| 2| 3| 4| 5| 6

 

KPR oleh BPPN

KPR (kredit pemilikan rumah) tipe 36 rumah sangat sederhana (RSS) eks Bank Bira BBO/BBKU tahun 1999, dan aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dialihkan ke Bank Arta Graha, sampai sekarang masalahnya belum terselesaikan. Bahkan, saya mengajukan pengaduan ke KPPT/Ombudsman di BPPN, dan mendapat jawaban melalui surat tertanggal 22 Oktober 2001, yang menyatakan sedang dalam proses penanganan dan pembahasan. Setiap saya monitor maupun konfirmasi ke BPPN/Ombudsman, jawabannya klasik, yaitu masih dalam pembahasan.

Selaku nasabah KPR Bank BBO/BBKU yang bermasalah mohon kejelasan status KPR tersebut, mengingat sudah terlalu lama masalah tersebut belum terselesaikan hingga tiga tahun lebih. Yang menarik, penyelesaian administrasi/birokrasi di BPPN yang tak kunjung selesai. Permasalahan uang yang sudah dibayarkan melalui bank yang ditunjuk pemerintah tak diakui oleh BPPN sendiri sehingga Bank AG mendesak segera membayar. Dan perlu diketahui, saya sudah menyelesaikan secara administratif keuangan. Sisa kredit KPR Bank Bira BBO/BBKU (dilimpahkan Bank Artha Graha) Rp 13.079.382.

Pembayaran sudah dilakukan melalui BCA cq BPPN Rp 12.050.000. Sisa pembayaran sebesar Rp 1.029.382. Tetapi, Bank Artha Graha tetap menuntut sebesar Rp 13.079.382, atas data dari BPPN. Apakah saya membayar sebesar itu melalui BCA cq BPPN pembayaran tidak diakui? Mohon bantuan kejelasan ini mengingat masalah ini sudah lama dan berlarut-larut.


Pengalaman Buruk di Hotel Prameswari

Para pemakai atau calon pemakai hotel di kawasan Puncak, Jawa Barat, hendaknya waspada. Khususnya Hotel Prameswari di Cipanas (samping Istana Cipanas). Pengalaman buruk menimpa keluarga saya. Pada tanggal 18 Agustus telah terjadi pencurian barang di kamar 116. Saya dan suami kehilangan barang di hotel Prameswari saat sedang sarapan pagi pukul 08.00, dan hanya berlangsung sekitar 30 menit. Barang yang hilang berupa dua HP dan uang tunai yang terdapat di dalam tas tangan yang tertutup. 

Disayangkan, pihak hotel hanya mengatakan, bahwa itu semua hanya rekayasa, dan mereka tidak bertanggung jawab atau mengambil tindakan apa pun selain menawarkan gratis penginapan satu malam. Petugas hotel juga mengatakan, dari mana tahu bahwa pihak saya membawa HP. Juga mengatakan, mengapa HP tidak dititipkan di kantor hotel. Kenyataan yang terjadi adalah kondisi pintu serta jendela pada saat saya kembali dalam keadaan tidak rusak dan terkunci. Diperkirakan, seseorang masuk ke kamar dengan menggunakan kunci duplikat, dan pihak hotel mengatakan, kunci duplikat berupa master selain tamu dipegang oleh house keeping. Kejadiannya sudah dilaporkan kepada Polsek setempat.


BSD Tidak Tenang Lagi

Tanggal 4 Juli 2003, setelah tiga tahun berselang sejak pembobolan pertama 24 Juni 2000, rumah saya di salah satu jalan raya utama Bumi Serpong Damai (BSD) kembali dibobol maling. Pintu gerbang dilinggis sehingga kuncinya patah. Setelah itu mereka melinggis pintu terali besi arah ke dapur, dan pintu kayu lapisannya hancur dilinggis, sehingga porselen dinding dapur pecah berantakan.

Semua pintu kamar saya (ada tiga buah) hancur dilinggis. Yang dicari mereka tentunya uang dan perhiasan. Tetapi karena tidak ada, kemudian TV 29 inci, CPU komputer, amplifier, radio, VCD player, serta home theater habis digondol para pembobol yang jumlahnya empat sampai lima orang.

Peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 14.30. Para pembobol melintangkan kendaraan mereka di depan pintu gerbang rumah saya untuk menutupi aksi mereka, meski sebenarnya keadaan rumah tetap dapat terlihat jelas dari jalan raya atau dari rumah yang berhadapan karena halaman rumah tidak terlalu ditutupi oleh rimbunan pepohonan. Pada waktu itu saya masih berada di kantor sehingga rumah dalam keadaan kosong. Sekitar pukul 16.00, saya menerima telepon dari salah seorang tetangga yang menyampaikan kejadian tersebut.

Ketika peristiwa tersebut terjadi, tetangga saya mendengar jelas pembobolan yang berlangsung sangat cepat (sekitar 15 menit), bahkan mereka melihat jelas mobil yang digunakan para maling tersebut, yakni Toyota Kijang Jantan berwarna hijau daun muda (nomor polisi B 2878 FR) dengan masa berlaku pelat nomor 07-04. Tetapi para tetangga terdiam tidak berani menolong karena khawatir akan ditembak oleh para garong yang katanya ada sekitar lima orang tegap-tegap semua.

Petugas satpam setempat juga mengaku melihat, tetapi diam saja. Ia mengira mereka saudara saya berhubung salah seorang garong yang berperawakan tinggi besar, gemuk, dan berkulit sawo matang beraksi santai menggunakan telepon genggam, seakan-akan sedang tertawa-tawa menelepon seseorang.

Sewaktu dilaporkan oleh tetangga, petugas satpam malah mengaku akan buang air kecil dahulu dan tampak tidak terlalu peduli. Sebagai warga yang patuh kepada polisi, saya juga melaporkan kejadian tersebut secara rinci walaupun dengan harapan tipis, karena berbagai kejadian pembunuhan, perampokan, dan pembobolan di Bumi Serpong Damai hampir tidak pernah terungkap. Walaupun kantor polisi di BSD sekarang telah berubah indah, dan menurut kabar telah dilengkapi delapan mobil Hyundai Carens dan beberapa sepeda motor, yang menurut kabar merupakan sumbangan dari pengembang yang berarti dari pembelian rumah oleh para warga.


Sertifikat Rumah Perumnas

Pada Januari 1999, kami membeli rumah tipe RSS 36/102 dengan Perum Perumnas Purwakarta yang berlokasi di Cigelam, Sadang Purwakarta, Jawa Barat, dengan cara tunai bertahap selama dua tahun dan telah lunas pada Desember 2000. Permasalahan yang timbul sampai saat ini, yaitu belum menerima sertifikat rumah tersebut. Kami sering menanyakan hal tersebut pada Perum Perumnas Cabang Purwakarta maupun Perum Perumnas Regional IV Bandung, dan juga Perum Perumnas Pusat Jakarta, namun jawabannya selalu dalam proses.

Jawaban terakhir Perum Perumnas menyalahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Cabang Purwakarta dengan mengatakan, pada awal 2003 sertifikat induknya hilang di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Purwakarta.

Tanggal 4 Agustus 2003, saya mengirim surat kepada Perum Perumnas Regional IV Bandung dan juga Direktur Utama Perum Perumnas Bpk Latif Malang Yuda. Bahkan, pada 27 Agustus 2003, melalui acara Dialog Interaktif Metro TV yang dipandu pembawa acara Deti Supandi, hal tersebut kami tanyakan lagi kepada Bapak Direktur Utama Perum Perumnas yang menyatakan akan mempelajari terlebih dahulu. Sampai saat ini, seorang direktur utama pun tidak membalas atau memberi jawaban surat kami apalagi staf-staf di bawahnya.


BPPN Hilangkan IMB Asli

Bulan April 2003, saya telah melunasi fasilitas eks KPR (kredit pemilikan rumah) karyawan Aspac BBKU. Bulan Mei 2003, terjadi serah terima pengembalian dokumen-dokumen jaminan yang selama ini disimpan oleh BPPN. Ternyata, pada saat serah terima ada salah satu dokumen asli penting yang tidak ada, yakni IMB (izin mendirikan bangunan). Setelah saya telusuri melalui bukti serah terima dokumen antara pihak pengembang dengan pejabat BPPN pada waktu itu, ternyata oleh pihak pengembang diserahkan seluruhnya (termasuk IMB yang hilang) kepada Sdr Djoko Utojo (saat ini di BPPN menjabat sebagai Koordinator Operasional TPS Lautan Berlian BBKU).

Komplain lisan dan tertulis yang telah puluhan kali saya lakukan dengan sangat sulitnya menghubungi pihak-pihak BPPN melalui Sdri Nina Raharjo, Sdr Hendra, Sdr Aan Sutasman, dan terakhir kepada Ketua TPS-Aspac BBKU saat ini, yaitu Sdr Samudra S. Tetapi ditanggapi dengan santai serta ringannya melalui jawaban terakhir bahwa saya diminta untuk menyelesaikannya sendiri serta menanggung biaya untuk pengadaan IMB tersebut kembali bersama dengan Sdr Djoko Utojo. Sedangkan Sdr Djoko Utojo sudah tidak dapat dihubungi lagi dengan alasan selalu keluar kantor/tidak ada di tempat terus-menerus dan HP-nya pun tidak diangkat/dimatikan (SMS tidak dijawab). Untuk melunasi pinjaman saja sudah sangat sulit, ternyata masih harus menanggung biaya atas kesalahan yang dilakukan pihak BPPN. Apakah ini bukan merupakan bukti bahwa BPPN memang sering melakukan hal yang merugikan rakyat dengan mempekerjakan karyawan yang nyata-nyata tidak punya kemampuan dalam bekerja.

Sebagaimana saya telah melunasi pinjaman kepada pihak BPPN sebagai lembaga negara, lalu di mana tanggung jawabnya kalau salah satu karyawannya menghilangkan dokumen asli jaminan, tetapi tanggung jawabnya dilemparkan kepada pribadi si karyawan dan bahkan biayanya pun menjadi tanggung jawab saya lagi. Sungguh tidak bermoral perlakuan pihak BPPN kepada para debitur yang justru telah dengan bersusah payah melunasi pinjamannya dengan sempurna. Menurut kabar yang saya dengar bahwa tidak lama lagi BPPN akan dibubarkan secara bertahap mulai menjelang akhir tahun 2003 ini sehingga khawatir masalah saya juga akan hilang seiring dengan bubarnya lembaga tersebut.


Pesan Hotel Lewat Telepon

Saya mempunyai pengalaman mengecewakan dengan Hotel Santika Yogyakarta. Pada tanggal 28 September 2002, melalui telepon (foto kopi rincian SLJJ dari Telkom masih disimpan) memesan kamar untuk tanggal 26 sampai 27 Oktober 2002, dan diterima oleh operator telepon (Sdri Rina), yang kemudian menanyakan ke bagian reservasi. Setelah itu, dikatakan bahwa kamar standar masih banyak untuk tanggal itu, dan saya memesan sebanyak lima kamar. Nama, nomor telepon rumah, dan nomor HP sudah dicatat oleh yang bersangkutan. 

Pada tanggal 23 Oktober 2002, ketika saya menelepon kembali untuk memastikan/reconfirm dan disambungkan ke bagian reservasi (Sdr Darsono), yang bersangkutan mengatakan tidak ada kamar yang dipesan atas nama saya, dan semua kamar sudah penuh untuk tanggal 26 Oktober 2002. Petu-gas itu malah balik bertanya, adakah jaminan yang sudah diberikan pada waktu memesan kamar. Padahal, sewaktu menelepon untuk memesan kamar, saya tidak ditanyakan mengenai hal itu (nomor kartu kredit maupun yang lainnya).


Transportasi Bukit Sentul

Sebagai warga pengguna transportasi bus Bukit Sentul, Bogor, merasa prihatin dan kecewa terhadap pelayanan PT Bukit Sentul Tbk yang semakin memburuk. Padahal, menarik minat pembeli dan calon penghuni salah satu caranya adalah dengan menyediakan sarana transportasi yang memadai. Saya merasa komitmen untuk meningkatkan angka hunian, yang selalu mereka gembar-gemborkan kepada calon pembeli, akan menjadi isapan jempol belaka jika ternyata pelayanannya seperti ini. Belum lagi kasus iuran pemeliharaan lingkungan (IPL) selesai, sekarang timbul kasus lain yang sangat merugikan warga.

Pengelolaan yang kurang profesional di divisi transportasi menyebabkan para warga pengguna bus transportasi jurusan Sentul-Jakarta (demikian pula sebaliknya) sering dirugikan. Dengan semakin tingginya tingkat hunian, seharusnya pihak manajemen mengimbangi dengan penyediaan sarana transportasi yang lebih memadai. Hal ini terutama terjadi pada jam sibuk, misalnya, pagi hari pukul 06.00 sampai 07.00, banyak warga yang berangkat ke Jakarta untuk bekerja atau sekolah/kuliah.

Saya dan tentunya para penumpang lainnya yang tidak kebagian tempat duduk merasa sangat dirugikan karena jumlah bangku yang tidak mencukupi. Akibatnya banyak dari para penumpang harus rela duduk di kursi plastik yang dipasang di gang antara tempat duduk, bahkan banyak pula yang harus berdiri. Kondisi ini membuat perjalanan tidak nyaman lagi karena penumpang harus berdesak-desakan di dalam bus. Pengurangan jumlah trayek dari 3 kali menjadi 2 kali sangat tidak tepat, di saat semakin banyaknya pengguna.

Masih ada masalah lainnya, misalnya, AC tidak dingin lagi, AC bocor, jadwal bus yang sering berubah-ubah, tidak tepat waktu, rute yang kadang-kadang berubah mendadak, dan lain-lain. Terkesan pihak manajemen tidak serius mengelolanya dan ala kadarnya. Apakah memang tidak disediakan anggaran untuk perawatan kendaraan, termasuk suku cadangnya, yang sebetulnya merupakan persyaratan mutlak untuk penyelenggaraan sistem transportasi yang memadai.


Penghuni Hotel Sultan Kecurian

Saya menginap di Hotel Sultan Banda Aceh (1/2), dan sekitar pukul 03.00 telah terjadi pencurian yang menyebabkan kerugian sekitar Rp 13 juta terdiri dari sebuah jam tangan merek Gucci, cincin emas bermata batu merah berlian, dan uang tunai Rp 4,5 juta. 
Satpam hotel memperkirakan pencuri masuk melalui jendela bagian belakang hotel, kemudian masuk ke kamar 218 tempat saya menginap. Diduga ada kerja sama dengan orang dalam hotel, karena pintu jendela yang terkunci dari dalam bisa terbuka yang mengakibatkan pencuri masuk dengan leluasa tanpa ada bunyi. Saat itu saya tidur di kamar, dan tidak mengetahui atau terjaga saat pencuri menggerayangi barang-barang milik saya. 

Pihak hotel yang menerima laporan dari Satpam hotel dan komplain dari saya untuk dimintai pertanggungjawaban atas lemahnya pengamanan di hotel, tidak mau bertanggung jawab, bahkan penghuni disalahkan tidak menyimpan barang-barang berharga dalam safety box hotel. Dan karena korban tidur di kamar hotel saat kejadian, maka seluruh kejadian menjadi tanggung jawabnya. Seharusnya pihak hotel bertanggung jawab terhadap keamanan dan kenyamanan penghuni. 

Saya sudah melaporkan kejadian itu ke Polisi Sektor Kuta Alam, Banda Aceh.


Pengalaman di Hotel Raddin

Saya dan istri mendapat voucher menginap di Hotel Raddin Ancol, Jakarta Utara (30/7). Pelayanan yang diberikan cukup baik dan simpatik. Sekitar pukul 10.00 (31/7), kami check out setelah menyelesaikan tagihan. Sekitar 10 menit setelah meninggalkan hotel (masih di areal Ancol), istri saya terkejut cincin kawinnya tertinggal di tempat sabun toilet. Saya lalu bergegas kembali ke hotel dan memberitahukan kepada petugas di front office, dan mereka mempersilahkan menunggu untuk dicarikan cincin itu. 
Setelah sekitar 20 menit baru mendapatkan kabar cincin itu tidak ada di toilet. Petugas front office itu (seorang wanita) tanpa rasa simpati memberitahukan, cincin itu tidak ada dan menganggap persoalan sudah selesai. Petugas itu tidak mau tahu kalau cincin itu adalah cincin kawin istri saya yang mempunyai nilai emosional. Bagaimana pengelola Hotel Raddin? Apakah petugas itu pantas berdiri di meja front office?


Waspada Iklan Era Properti

Pengalaman kurang menyenangkan kami alami, akibat ulah pemasang iklan baris (mini) di Kompas (21/3) dari properti Era Victoria. Rumah yang kami huni diiklankan dijual lengkap dengan data alamat, harga jual serta nama broker. 

Sebagai pemilik yang sah dan merasa tidak berniat menjual, tentunya merasa heran dan terkejut saat melayani berbagai tamu yang datang untuk melihat lokasi. Kami sekeluarga merasa resah, terganggu, dan kami yakin iklan tersebut juga membingungkan masyarakat calon pembeli yang berminat serius. Berbagai kerabat dan tetangga pun ikut mempertanyakan iklan tersebut. Merupakan kecerobohan apabila properti Era, penyandang nama besar mengiklankan rumah tanpa sepengetahuan pemilik, penghuni, dan pemegang sertifikat. 

Kami imbau agar kelompok bisnis Era dapat selektif memilih mitra usahanya, dan kualitas pemimpinnya agar tidak mudah mengelabui masyarakat, baik calon pembeli maupun penghuni seperti halnya kami yang sempat dibuat susah dan resah. 


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws