Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Perjalanan (1)

1| 2| 3| 4| 5| 6


Kita sebagai konsumen selalu berada pada posisi yang lemah dan tidak berdaya. Oleh karena itu, tak ada salahnya kita lebih berhati-hati sebelum membeli atau menggunakan jasa untuk apapun yang kita butuhkan. Jangan terlalu terburu-buru mengambil keputusan. Pelajari dulu  pengalaman konsumen lain. Simak dan teliti sebelum Anda menjadi kecewa dan dirugikan. Semuanya kami kliping di sini. Detail nama dan alamat pengirim, sumber dan tanggal pemuatan dapat Anda minta di email. Kami juga menerima kiriman bahan kliping dari Anda.


 

Hati-hati Pilih Biro Perjalanan 

Pada 19 Mei 2004 saya bersama ibu saya seharusnya berangkat umroh dengan GA-980 melalui Yayasan Umroh Wisata Rahmah Semesta. Pada awal promosinya bisa menggunakan tiket ID (bagi karyawan Garuda) dengan perincian membayar 350 dolar AS plus Rp 1,35 juta untuk administrasi (visa, fiskal, dan lain-lain). Selama 9 hari di Mekkah, Madinah, dan Jeddah, saya menyetorkan 700 dolar AS plus Rp 2,7 juta (2 orang) yaitu tanggal 6 April 2004, 1,5 bulan sebelum pemberangkatan. Jadi jauh-jauh hari dan memang ada jatah kita di pesawat dengan tiket ID. Tetapi pada saat pemberangkatan tanggal 19 Mei 2004, ibu saya tidak dapat boarding pass dengan alasan fully book.

Saya mengimbau kepada semua pengguna jasa umroh lewat suatu yayasan harus lebih berhati-hati agar tidak mengalami kejadian seperti saya. Serta harus lebih teliti lagi dalam memilih suatu yayasan umroh. Saya menginginkan suatu tanggapan:

Pertama, mengapa Yayasan Umroh Wisata Rahmah Semesta berani mencantumkan tiket ID dengan promosinya, sehingga konsumen beranggapan semua diatur oleh yayasan tersebut.

Kedua, bagaimana bisa kopor besar saya terbawa sampai ke Jeddah, padahal saya dan ibu saya tidak jadi ikut di pesawat tersebut.


Kondisi KA Exekutif Depok Ekspres

Sangat menyedihkan dengan kondisi pelayanan PN Kereta Api. Masinis menaikkan penumpang di tengah perjalanan untuk mencari rupiah. Begitu juga kondektur memungut rupiah bagi penumpang yang tidak berkancis.

Hampir setiap hari saya mempergunakan Depok Ekspress (AC) Depok-Jakarta PP. Apa yang sering saya dan penumpang "resmi" alami ? Khususnya ketika mempergunakan KA Jakarta-Depok terakhir pukul 19.00.

Sekelompok penumpang (khusus di Gerbong no 6) yang naik dari Stasiun Kota akan mengasai gerbor tersebut. Biasanya di Stasiun Juanda juga akan naik beberapa orang dari kelompok mereka. Selanjutnya dengan dikoordinir oleh seseorang, mereka mengumpulkan uang dari anggota kelompok tersebut untuk membayar kondektur.

Masalahnya, selain mereka tidak membeli karcis, juga tingkah lakunya yang tidak layak. Mereka bergerombol, berbicara dengan volume keras (bahkan berteriak), bahasanya menjurus kotor yang tidak sepatutnya didengar oleh penumpang lainnya. Bahkan mereka merokok yang asapnya sangat menggangu penumpang lainnya.

Juga, masinisnya biasanya akan stop sesaat di Stasiun Gondangdia atau Cikini untuk mengambil penumpang gelap (seharusnya KA baru berhenti di Depok).

Biasanya pelanggaran tersebut tidak ada apabila ada pemeriksaan dari PNKA besereta aparat. Tapi, sangat jarang !!! Bagaimana PN Kereta Api? Berapa kerugian negara akibat ulah oknum PNKA. Dan, kami para penumpang yang setia dengan tertib membeli karcis, sangat dirugikan.


Jangan Namakan Kereta Ekspres

Pada 11 Oktober 2004 kira- kira pukul 17.00 WIB, saya menggunakan jasa kereta api dari Stasiun Serpong, Tangerang, hendak ke Bekasi dengan transit di Stasiun Jakarta Kota. Berhubung kereta yang langsung menuju Stasiun Jakarta Kota sudah tak ada lagi (kereta hanya sampai stasiun Tanah Abang, Jakarta), saya menggunakan kereta api Sudirman Ekspres AC dengan tujuan Stasiun Manggarai dengan harapan dapat melanjutkan ke Stasiun Jakarta Kota. Petugas loket Stasiun Serpong memberitahukan, kereta berangkat pukul 17.20 WIB (kalau tidak salah di papan pengumuman ditulis pukul 17.10 WIB), dan dalam perjalanan menuju Stasiun Serpong.

Saat kereta tiba dan waktu sudah melewati pukul 17.20 WIB kereta belum juga diberangkatkan. Malah ada dua kereta kelas ekonomi yang berangkat terlebih dahulu. Akhirnya, kereta diberangkatkan pukul 18.00 WIB dan berhenti sesaat di beberapa stasiun, yaitu Sudirman, Pondok Ranji, Kebayoran, dan Palmerah. Apabila untuk menunggu jalur kosong (jalur kereta tujuan Serpong hanya ada satu jalur) adalah wajar untuk kereta kelas ekonomi, tetapi berhubung kereta Sudirman Ekspres AC, maka sesuatu yang tidak wajar. Pada saat berhenti sesaat itu ada beberapa penumpang yang naik dan membayar di atas kereta.

Saat saya tanya, mereka ternyata hendak turun di Stasiun Kebayoran, Palmerah, atau Tanah Abang (dengan cara membuka salah satu pintu kereta).

Akhirnya, saya sampai di Stasiun Manggarai pukul 19.00 WIB dan rencana untuk transit di Stasiun Jakarta Kota saya batalkan. Kemudian saya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkutan umum metromini. Mohon pihak PT Kereta Api menambah jalur rel kereta yang menuju Serpong menjadi dua jalur. Sebab, daerah tersebut mengalami pertumbuhan perumahan yang cukup pesat sehingga dapat membantu masyarakat menuju Jakarta atau sebaliknya. Untuk pihak Daops Jakarta, jika kereta Sudirman Ekspres AC tidak dapat beroperasi sesuai dengan jadwal, lebih baik jangan disebut kereta ekspres dan dijadikan kereta kelas ekonomi.


Avia Tour Mengecewakan

Harus hati-hati dalam memercayakan agen perjalanan (apalagi ke luar negeri). Jangan tertipu oleh harga yang lebih murah dibandingkan travel lain, dan terpaksa kehilangan kesempatan untuk bepergian. Sekitar dua bulan lalu, di Mal Puri Indah, Jakbar, diadakan pameran tur, dan saya tertarik dengan penawaran yang diberikan oleh Avia Tour dengan iming-imingi hadiah langsung dan takut kehabisan jika tidak diambil saat itu juga. Bermula dari rencana tur yang saya ambil, dan saat itu rute yang dijanjikan menarik dengan harga lebih murah maka saya putuskan untuk daftar dan membayar uang muka tanda jadi. Karena saat itu tidak membawa dollar AS, maka saya membayar dengan rupiah (Rp 1.500.000) dengan janji uang Rp akan dikembalikan setelah ditukar dengan 200 dollar AS. Tetapi janji tinggal janji, pada saat saya menukarkan dollar AS dengan harapan rupiah kembali ternyata pihak Avia Tour akan memproses keesokan harinya.

Kemudian saya telepon dan jawabnya esok, esok harinya ditelepon lagi jawabnya juga tidak memuaskan setelah di lempar ke sana ke sini. Setelah 5 hari dengan marah-marah terlebih dahulu, uang saya baru dikembalikan. Yang lebih parah, setelah waktu berlalu (kurang 15 hari) mendekati tanggal keberangkatan pihak Avia Tour tidak bisa menyanggupi tanggal yang sudah saya pilih dan rutenya pun diganti seenaknya (termasuk pesawat). Janji sebelumnya berbalik 180 derajat dengan kenyataan. Padahal sebelumnya dikatakan bahwa tanggal yang saya pilih adalah tanggal favorit jadi pasti berangkat dan bergaransi. Kenyataannya tidak demikian. Avia Tour penipu, baru kali ini ada travel mengatur dan mengganti jadwal seenaknya. Brengseknya, sengaja memberikan informasi dekat dengan tanggal keberangkatan, setelah semua tur/travel sudah habis masa diskon dan semua sudah penuh.


Melelahkan dengan Lintas Alam

Pada tanggal 14 November 2004 sampai dengan 18 November 2004, kami ikut tur Jawa - Yogya dengan Lintas Alam Tour yang beralamat di Jl Tambora Raya No 19 A, Jakarta Barat. Seharusnya kami merasa senang karena ingin refreshing ke tempat-tempat wisata di Jawa. Tetapi kami justru mendapatkan kekecewaan terhadap panitia. Acara tur kami dipandu oleh seorang pemimpin tur (tour leader), Akhian. Dari hari pertama perjalanan sampai hari terakhir, pemimpin tur sama sekali tidak tahu jalan, dan kami selalu saja nyasar dalam perjalanan. Bus dikemudikan oleh sopir dari Bandung yang memang baru masuk kerja dalam bus pariwisata, dan hanya mengetahui kota-kota besar saja di Jawa bukan tempat pariwisata yang menjadi tujuan tur kami. Yang kami sangat sesalkan juga adalah salah satu pihak pimpinan dari panitia (Athung) selalu menghindar setiap kami menghubunginya.

Saat telepon kami diterima, tidak ada penyelesaian dan hanya menyalahkan pemimpin tur. Padahal pemimpin tur adalah orang yang dipercaya oleh tur ini. Beberapa peserta dalam bus kami akhirnya terpaksa pulang tidak tahan ikut dalam tur, karena sangat melelahkan. Kami selalu tiba lebih malam dari jam yang ditargetkan. Di dalam rombongan tur kami cukup banyak anak-anak yang ikut (usia 3-12 tahun), dan kami orang dewasa saja merasa lelah sekali dalam bus apalagi anak-anak. Pada hari ke 2 perjalanan, pamandu tur bahkan mempunyai niat kabur meninggalkan rombongan, tetapi kami mengetahui dan menahan. Setelah tiba di Jakarta, kami meminta pertanggungjawaban kepada pimpinan tur, Athung, tetapi tidak ada penyelesaian.


Layanan Buruk Duta Lintas

Kami (bersama suami dan anak berusia 2,5 tahun) menghabiskan liburan Idul Fitri ikut tur 9 hari ke Singapura dan Bangkok via Batam, dengan biro perjalanan Duta Lintas. Bukannya kesenangan yang dialami melainkan pengalaman pahit, antara lain pada waktu keberangkatan ke Batam pesawat Jatayu yang telah dipesan (booking) oleh biro perjalanan tertunda sekitar 6 jam. Kami semua sudah kelelahan menunggu dalam pesawat, terlebih lagi setelah sampai di Batam untuk naik kapal jet menuju Singapura harus membawa dan mengurusi bagasi masing-masing saat masuk ke kapal tersebut. Pada waktu di bandara Changi Singapura untuk berangkat ke Thailand diberitahu oleh pihak imigrasi Singapura bahwa suami saya tidak bisa pergi karena paspornya hanya tersisa 4,5 bulan dari tanggal kedaluwarsa.

Pihak Duta Lintas yang mengurusi seluruh administrasi lepas tangan begitu saja, dan memberikan alternatif yang tidak masuk akal. Padahal sebelumnya kami sudah menanyakan Duta Lintas, apakah paspornya masih bisa digunakan untuk pergi ke luar negeri dan dijelaskan masih bisa. Petugas pemimpin tur malah menyalahkan dan tidak memedulikan, tidak memikirkan bagaimana kemungkinan nasib kami jika ditolak oleh imigrasi Thailand dan tidak bisa memberikan kepastian. Padahal saya sedang dalam kondisi hamil 5 bulan dan membawa anak berusia 2,5 tahun. Benar-benar biro perjalanan yang tidak profesional. Sesampai di Thailand ternyata kami bisa melewati pihak imigrasi Thailand, tetapi ada hal lain yang sangat tidak mengenakan. Suami kami tertinggal dari suatu tempat dan pemimpin tur bersama pemandu tur (tour guide) tanpa rasa bersalah membiarkan naik taksi mencari hotel tempat kami menginap. Sangat buruk layanan biro perjalanan tersebut.

Sewaktu akan pulang ke Jakarta melewati Batam, kami mengalami kejadian mengecewakan lagi. Sesampainya di bandara Batam kami langsung dihampiri oleh seorang bapak yang berniat untuk membeli kursi pesawat Bouraq anak kami, dan meminta untuk memangku anak. Tetapi pemimpin tur malah meminta kebijaksanaan kami untuk memberikan kursi dengan cuma-cuma kepada orang tersebut. Kami mulai prihatin dan berniat memberikan kursi, tetapi yang terjadi malah kami tidak mendapatkan boarding pass untuk suami dan anak. Pemimpin tur kembali lepas tangan dan membiarkan kami masuk tanpa boarding pass berhadapan dengan pihak Bouraq. Kesimpulan kami biro perjalanan Duta Lintas sangat tidak profesional dan mempekerjakan pemimpin tur yang sangat tidak bersahabat dan tidak sopan. Benar-benar kapok bepergian dengan Duta Lintas Tour.


Pelayanan Kereta Ekonomi

Pembajakan dan perampokan di dalam Kereta Api Serayu jurusan Jakarta-Kroya (13/5) malam seharusnya mendapat perhatian yang serius dari pihak PT Kereta Api Indonesia, karena selama ini terkesan lebih memerhatikan pengguna kelas eksekutif, sementara kelas ekonomi seperti dianaktirikan. Sebagai pengguna jasa kereta api tersebut, kami sering mendapatkan pelayanan yang jauh dari rasa nyaman.

Kondisi kereta sudah banyak yang rusak di beberapa bagian, jendela yang tidak bisa ditutup sehingga sering terjadi perampasan tas/barang penumpang dari luar kereta, dan kipas angin yang mati sampai dengan toilet yang tidak keluar air sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap sepanjang perjalanan. Jangan berharap mendapatkan keamanan selama perjalanan, selain puluhan pedagang asongan yang hilir mudik di dalam kereta tak ubahnya pasar berjalan.

Kehadiran tukang semir sepatu, tukang sapu, dan pengamen yang datang bergantian kadang-kadang dengan bau minuman keras dan setengah memaksa meminta uang seakan tidak pernah memberikan kesempatan kepada penumpang untuk sekadar memejamkan mata. Mereka bahkan tidak segan-segan membangunkan secara paksa penumpang yang tertidur pulas.

Keadaan itu membuat kami harus selalu menyiapkan pecahan uang kecil yang jumlahnya hampir sama dengan harga tiket setiap kali hendak melakukan perjalanan, jika tidak ingin mendapatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Kejadian pembajakan dan perampokan serupa bukan tidak mungkin terulang lagi jika pihak PT KA tidak sungguh- sungguh memerhatikan keamanan penumpang, apalagi jika pengawasan dan penertiban hanya bersifat sementara.


Argo Gede Rawan Pencurian

Pada tanggal 11 Mei 2004 pukul 18.00, saya naik KA Argo Gede dari Gambir, Jakarta menuju Bandung. Saya duduk di kursi tunggal deretan paling belakang. Setelah menempatkan satu tas laptop berisi komputer notebook Acer, uang, kartu nama, kunci dan STNK di kabin, saya membaca koran. Dalam waktu yang relatif singkat, tas tersebut dicuri orang. Kemungkinan pencuri lebih dari seorang. Satu orang mengambil tas dari belakang kursi dekat pintu pada saat saya membaca koran, yang lainnya mengawasi dari luar.

Dengan kejadian ini agar para penumpang kereta, khususnya Argo Gede, untuk berhati-hati. Kereta eksekutif dan mahal ternyata tidak menjamin keamanan para penumpangnya. Meskipun kereta tersebut didampingi seorang polisi, tampaknya hanyalah formalitas saja.

Dalam kasus saya, ironisnya polisi ditempatkan persis di belakang gerbong yang saya tumpangi. Jadi ketika pencuri masuk dan berdiri persis di belakang kursi, petugas Polisi sama sekali tidak melakukan pemantauan apa-apa. Bagi penumpang yang duduk di kursi deretan paling belakang, harap ekstra hati-hati. Tas dan bawaan sebaiknya selalu dalam pengawasan. Jangan membaca koran atau ke kamar kecil, khususnya sebelum kereta berangkat. Sebaiknya notebook tidak ditenteng dalam tasnya, namun dimasukkan dalam ransel atau tas lain yang lebih besar. Rupanya pencuri telah menguntit sejak saya membeli karcis. Saya mendengar dari petugas Polisi dan teman-teman, bahwa kejadian pencurian laptop di kereta sudah sering terjadi. Ada semacam jaringan pencuri yang khusus mengincar laptop. 


Sistem Lelang Blue Bird

Pada hari Minggu (30/5) pukul 20.15 WIB, saya memesan taksi Blue Bird dengan tujuan Blok M, Jakarta Selatan, dengan saudari Tifa di kantor pusat Blue Bird (telepon 794 1234) untuk keperluan pukul 06.00 WIB (31/5) dari lokasi rumah saya di Pondok Labu, Jakarta. Saat itu saya hendak ke bandara untuk pesawat pukul 08.30 WIB dengan menggunakan jasa bus Damri di Blok M. Keesokan harinya (31/5) pukul 05.30 WIB, saya ditelepon (Sdr Ari dan Yoyok) yang mengabarkan bahwa tidak ada taksi yang tersedia. Kemudian saya ditanya, apakah hendak menunggu dan saya jawab bersedia menunggu. Namun, yang terjadi belum ada taksi yang datang. Pada saat itu juga saya membatalkan pesanan dan mencari alternatif kendaraan lain. Sekitar empat hari kemudian (3/6), saya naik taksi Blue Bird dan berdiskusi dengan pengemudi pool Pegangsaan Blue Bird yang menjelaskan bahwa di Blue Bird diterapkan sistem lelang.

Pada pagi hari sebelum armada keluar dibacakan rute-rute yang hendak ditawarkan, berlawanan dengan konfirmasi yang saya lakukan dengan pihak operator yang melayani pada saat itu memberitahukan bahwa pengemudi tidak mengetahui arah dan tujuan. Fakta kedua dari perusahaan Blue Bird ditanamkan adanya sistem kosong dan isi, bahwa jarak kilometer (argo) dalam keadaan isi penumpang haruslah lebih jauh dibandingkan dengan argo kosong. Secara tidak langsung Blue Bird telah menerapkan wawasan berpikir kepada pengemudi untuk tidak mengambil order yang dekat dengan waktu yang sempit. Sangat disayangkan nama Blue Bird yang begitu besar tidak memerhatikan pelanggan setianya yang telah memesan 11 jam sebelumnya, tanpa ada pemberitahuan yang jelas minimal pada hari Minggu itu juga, bukan pada keesokan harinya, dan juga telah terjadi diskriminasi jarak pada saat itu.


Pengalaman Buruk Taksi Prestasi

Tanggal 13 Juli 2004 sekitar pukul 21.30, istri dan anak saya yang masih bayi pulang setelah berobat dari Rumah Sakit International Bintaro (RSIB), Tangerang. Karena sudah malam dan saya masih harus menunggu obat di apotek, saya putuskan istri dan anak pulang lebih dulu menggunakan taksi.

Dari awal kami sudah memutuskan untuk mencari taksi lain yang kebetulan lewat di depan RSIB. Namun, karena tak kunjung dapat taksi yang lewat, lalu istri dan anak saya menumpang taksi Prestasi (nomor mobil 2880 dan nomor polisi B 1500 GX) yang ngetem di depan RSIB, dengan tujuan Serpong lewat Pondok Jagung.

Selepas Bintaro Sektor IX menjelang Japan International School (suasana sepi dan gelap) sopir mengatakan, bahwa argo mati dan sambil bicara kurang jelas karena bising dengan knalpot sember yang memekakkan telinga meminta ongkos sebesar Rp 30.000, walaupun sudah diberi tahu argo biasa Rp 18.000 dan selalu dilebihkan menjadi Rp 20.000. Namun sopir tetap ngotot minta dibayar Rp 30.000, dan karena takut diturunkan di jalan mengingat membawa tas besar bekal anak dan membawa anak yang sedang sakit, istri saya diam saja. Dengan berat hati sampai di rumah dipaksa untuk membayar Rp 30.000, meski istri menawar Rp 25.000 mungkin dengan aji mumpung penumpang seorang wanita yang bawa anak sakit dan bawaannya cukup banyak ditambah hari sudah larut malam maka sopir bisa berlaku semaunya.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Counter

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws