Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Perjalanan (4)

1| 2| 3| 4| 5| 6

 

Tiket Ganda Kereta Api

Tanggal 3 Desember saya membeli tiket kereta api Gumarang Express untuk keberangkatan tanggal 10 Desember di Stasiun Lamongan, Jawa Timur. Tiket yang dibeli sebanyak tiga tiket kelas eksekutif dan satu lembar tiket bayi di gerbong eksekutif I dengan nomor tempat duduk 9A, 9B, 9C dengan nomor kereta api 85F. Pada hari keberangkatan saya terkejut, heran, sekaligus kecewa, karena ternyata tiket dengan nomor tempat duduk yang sama dijual kepada penumpang lain sehingga terjadi tiket ganda. 

Saya harus bersitegang dengan penumpang lain yang mempunyai nomor tempat duduk sama. Juga dengan kondektur karena yang bersangkutan dengan nada tinggi memaksa untuk pindah ke tempat duduk di gerbong lain. Tentu hal ini sangat merepotkan karena saya membawa barang bawaan cukup banyak dan juga istri serta dua anak yang baru berusia masing-masing 1 tahun dan 4 tahun, meskipun akhirnya setelah berdebat dengan kondektur kami bisa bertahan di tempat duduk kami. 

Mohon penjelasan dan tanggung jawab PT Kereta Api Indonesia (KAI). Mengapa hal itu bisa terjadi, dan ke mana larinya uang tiket eksekutif sebesar tiga dikalikan Rp 175.000 dan tiket bayi Rp 17.500, ditambah ongkos pemesanan sebesar Rp 2.000 dikalikan empat? Kalau pihak PT KAI memang beritikad baik untuk menelusuri masalah tersebut saya masih menyimpan tiket asli, nama petugas yang melayani di Stasiun Lamongan, dan juga nama kondektur kereta api bersangkutan.


AC Kereta Api Eksekutif

Saya bersama ibu naik kereta api eksekutif Taksaka 2 jurusan Yogyakarta-Jakarta (4/8). Berangkat dari Stasiun Tugu, Yogyakarta, pukul 10.00, dan sampai di Stasiun Gambir, Jakarta, pukul 18.30. Selama perjalanan, pelayanan yang didapatkan tidak memuaskan, yaitu AC di gerbong 6 tidak berfungsi atau mati total. Sehubungan kaca jendela kereta api tidak dapat dibuka, maka sirkulasi udara menjadi tidak ada, sehingga ruangan di dalam gerbong 6 menjadi pengap dan panas. 

Sudah berulang kali, saya melaporkan kepada petugas di dalam gerbong kereta api tersebut, tetapi para petugas hanya mengatakan, akan dilapor-kan. Namun, hingga sampai di Stasiun Gambir, AC tetap tidak juga berfungsi. 

Jika di dalam gerbong ada penumpang yang berpenyakit jantung atau asma, keadaan seperti itu dapat memperburuk penyakitnya. Bagaimana kinerja PT KAI yang hanya bisa menaikkan tarif, tanpa memperhatikan kesehatan dan kenyamanan penumpang?


Pengalaman Buruk dengan PO Karina

Sebagai pelanggan Bus Lorena/Karina jurusan Jakarta-Malang-Surabaya (PP) dengan Executive Class, saya merasa tidak puas atas layanan Karina beberapa waktu lalu. Perjalanan Surabaya-Jakarta yang tertulis di karcis berangkat pukul 13.00, ternyata baru pukul 16.30 meluncur dari Terminal Bungurasih, Surabaya. Keadaan bus memprihatinkan. Tidak ada selimut, bantal kotor, toilet kotor, AC hanya fan yang bekerja, kursi tidak reclining. Mengapa kondisi seperti itu dibilang Executive Class. 

Juga tidak ada makan malam di RM Mitra, karena tidak kebagian makanan, bahkan piring dan sendoknya habis. Kalau menunggu disiapkan lagi, maka akan ditinggal bus. Berangkat bersama dalam satu bus (saya dan anak-anak), namun kupon makan hanya diberikan untuk satu penumpang, masing-masing di Tuban dan lainnya di Lasem. Mengapa masih bermitra dengan rumah makan semacam itu. Perjalanan tidak menyenangkan, tidak ke toilet dari pukul 12.30 sampai tiba di rumah pukul 10.00 keesokan harinya. Harga karcis sama dengan PO lain, tapi kenikmatan layanannya berbeda.


Pelayanan KA di Palembang

Saat ini kami selaku penumpang kereta api dibikin bingung oleh petugas PT KAI. Padahal, kami sudah biasa datang ke tempat pemesanan tiket di Jalan Achmad Yani, namun oleh petugas disuruh ke loket pemesanan di Jalan Merdeka, Palembang. Sewaktu kami datang ke tempat terakhir, dinyatakan, tiket sudah habis dan disuruh membeli tiket di Stasiun Kertapati. Petugas menyuruh datang ke loket pemesanan di 7 Ulu depan RM Pamor. Berhubung akan berangkat dan sangat penting, maka kami datang ke loket pesanan tersebut yang ternyata petugas loket menyatakan, tiket sudah terjual habis. Selanjutnya kami berusaha menghubungi orang dalam minta bantuan, agar mendapatkan tiket kelas eksekutif, dan dijawab oleh petugas loket akan diusahakan jika memberikan uang tambahan Rp 30.000 di luar harga tiket resmi. 

Kami yang sering bepergian dengan kereta api di Jawa, sistem pelayanan tiket tidak sesulit di Palembang, yaitu sewaktu ingin membeli tiket hanya datang ke pusat reservasi dan cukup mengisi blanko yang diserahkan oleh petugas loket, dan selanjutnya melalui komputerisasi mendapat tiket dengan harga yang tertera di dalam tiket tanpa biaya tambahan. 

Mengapa sistem pelayanan di Palembang dan di Jakarta ada perbedaan, sedangkan menurut sepengetahuan kami PT (Persero) Kereta Api Indonesia di Jawa maupun di Sumatera sudah diatur oleh Direksi PT KAI atau Menteri Perhubungan. Mohon kepada yang berwenang dapat meninjau kembali aturan yang dibuat oleh daerah sehingga tidak merugikan masyarakat pengguna jasa kereta api.


Tiket di Erni Travel Medan

Tanggal 19 Agustus 2002, keluarga saya mengalami musibah (ibu meninggal). Saya bersama dua anak masih balita berangkat ke Medan dengan Garuda Indonesia, dan tidak mengalami hambatan apa-apa. Rencana kembali ke Jakarta dengan Garuda (25/8) untuk penerbangan pukul 14:50, dan membeli tiket di Erni Travel Jalan Gatot Subroto, Medan, sekaligus "issued" dengan status OK pada tanggal 19 Agustus 2002. Tanggal 25 Agustus 2002 pukul 12:25, salah seorang staf Erni Travel mengaku bernama Wandi meminta tolong, agar saya beserta anak bersedia terbang pukul 13:00, dengan alasan ada pasien yang koma akan berangkat pukul 14:50. Demi alasan kemanusiaan, saya menyanggupi dengan catatan karena waktu sudah mepet, maka saya tidak bersedia menanggung risiko keterlambatan, dan dia menyanggupi dengan mengatakan, akan ada yang membantu salah satu staf mereka (Harri) di Bandara Polonia. 

Saya beserta anak tiba di Bandara Polonia pukul 12:32, dan chek in sudah tutup. Dengan santai Bapak Harri mengatakan, saya tidak bisa terbang dengan pesawat pukul 13:00, dan juga dengan pesawat pukul 14:50, dengan alasan sudah dibatalkan dan penumpang penuh. Saya mencoba menghubungi Erni Travel ternyata kantornya tutup, dan Bapak Wandi (telepon 7951753) tidak bisa dihubungi. Dan Bapak Harri mengaku, dia hanya suruhan (diminta tolong pihak Erni Travel). Dengan kondisi hamil beserta dua anak yang masih balita, saya harus keliling mengurus tiket, dan pihak yang bertanggung jawab tidak ada. Pihak Garuda Indonesia yang akhirnya menyelesaikan permasalahan, meski dengan membayar selisih harga tiket karena saya memiliki tiket promo. Disesalkan sikap Erni Travel yang tidak bertanggung jawab.


Tertibkan Tiket Pesanan Kereta

Saya pengguna jasa KA Parahyangan. Pada tanggal 7 Juni 2002, datang ke Stasiun Gambir pukul 07.00 dengan maksud untuk memesan tiket KA Parahyangan Executive Gambir-Bandung tanggal 14 Juni 2002 pukul 14.45 sebanyak dua tiket. Langsung masuk antrean dan sekitar 10 orang telah berada di depan saya. Antrean ada dua lajur. Loket baru dibuka pukul 07.30, dan pelayanan mulai pukul 07.40. Tiba giliran saya pukul 08.05, petugas tiket langsung menyatakan tiket untuk waktu dan tanggal tersebut sudah habis, kecuali untuk kelas binis. Bagaimana dengan waktu/jam lainnya, petugas tetap menyatakan, tiket habis. 

Kepada petugas tiket saya mengatakan: "Mbak, loket baru dibuka beberapa menit lalu dan baru sekitar 10 orang yang antre, tiket sudah habis. Perkiraaan saya dengan antre di nomor ke-11, tiket yang terjual baru 10 x 2 tiket x 2 lajur = 40 tiket. Tetapi, petugas tetap menyatakan habis, akhirnya saya menyerah untuk tidak membeli tiket. Dengan kejadian tersebut, kepada para pejabat yang berwenang di PT KAI (Kereta Api Indoensia) mohon ditertibkan cara penjualan tiket pesanan. Saya menyinyalir ada sindikat calo, dan agen perjalanan bekerja sama dengan petugas tiket KAI, atau memang sudah menjadi kebijakan pejabat yang berwenang. Bila KAI tidak menertibkan penjualan tiket pesanan ini, agar sistem penjualan tiket pesanan dihilangkan.


Tiket Menyeberang Selat Sunda

Kami sekeluarga (6 orang) menuju Tanjung Karang, Provinsi Lampung (4/1) dengan menyewa mobil minibus berkapasitas 11 tempat duduk (termasuk sopir).

Sekitar pukul 07.00, kami tiba di Pelabuhan Merak. Saat sopir hendak membayar tiket di loket, mobil digiring ke suatu tempat dalam pelabuhan oleh serombongan orang berpakaian preman. Di sini mereka bertanya, berapa jumlah penumpang dan meminta tarif penyeberangan Rp 200.000. Kami keberatan dan sempat bersitegang untuk dapat membayar di loket. Ketika di loket, oleh oknum petugas "P" kami diminta membayar Rp 135.000. Kami diberikan 1 lembar tiket kendaraan golongan IV kosong senilai Rp 93.000 dan 1 lembar tiket ekonomi dewasa untuk 6 orang senilai Rp 5.000 x 6 = Rp 30.000.

Kemudian ketika kami tiba di Pelabuhan Bakauheni, Lampung, untuk kembali, seperti sebelumnya, saat sopir akan membayar tiket penyeberangan di loket, mobil langsung digiring oleh sekelompok preman bersepeda motor dan tetap tidak memperbolehkan membayar tiket di loket. Dengan setengah memaksa, kami diminta membayar Rp 200.000. Ketika kami keberatan dan bertanya kepada seorang petugas berseragam yang memegang alat komunikasi, dia hanya mengangkat tangan dan segera berlalu. Khawatir akan keselamatan, maka kami terpaksa membayar Rp 140.000 dengan diberikan 1 lembar tiket kendaraan golongan IV kosong senilai Rp 42.900, 6 lembar tiket ekonomi senilai Rp 5.000, dan 1 lembar tiket jasa parkir golongan IV senilai Rp 1.500.


Calo di Stasiun Gombong

Saya mengajukan keberatan kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) atas ketidakberesan manajemen perusahaan ini. Di Stasiun Gombong, Kabupaten Kebumen, rupanya ada kerja sama antara aparat Stasiun Gombong dan beberapa calo tiket. Hal itu terjadi setiap saat, bukan pada waktu liburan atau hari raya saja, tetapi juga pada hari biasa.

Tanggal 22 Januari, saya menggunakan KA Saweunggalih Utama tujuan Purworejo- Jakarta, berangkat pukul 19.45. Saat itu, saya hendak membeli tiket pada H-1. Ternyata, di depan loket, petugas memberitahukan tiket telah habis terjual. Setelah saya mencari informasi, akhirnya saya mendapat tiket melalui calo.

Beberapa bulan sebelumnya, saya menghadap kepala stasiun dan saya diminta menunjuk calo yang dimaksud. Setelah saya tunjukkan, kepala stasiun itu berkata, "Memangnya kenapa, orang beli banyak tiket tidak boleh?" Memang, secara logika tidak apa-apa, tetapi kasihan bagi masyarakat yang sudah susah ekonominya, ditambah calo tiket yang berkeliaran di Stasiun Gombong. Diharapkan yang berwenang menindak petugas yang telah menyalahgunakan jabatannya.


Diturunkan di Jalan

Pelayanan angkutan PPD (nomor trayek P 42 dan 10) jurusan Blok M-Pasar Senen, yang seharusnya bus melayani penumpang mulai dari Blok M sampai Pasar Senen/sebaliknya, namun pengemudi dan kondektur sering menurunkan penumpang di tengah jalan, terutama di daerah Taman Puring. Seharusnya bus belok ke kiri menuju Blok M, tetapi berbelok ke kanan untuk kembali menuju Pasar Senen. 

Banyak penumpang yang diturunkan di Taman Puring, sehingga para penumpang yang akan turun di daerah Gandaria, Apotek Halte Radio Dalam, harus berganti bus lagi dan tentu akan mengeluarkan biaya tambahan. Padahal cukup banyak penumpang bus trayek tersebut yang menunggu di Halte Radio Dalam. Pada dasarnya masyarakat pengguna bus tidak keberatan ada kenaikan tarif, namun harus diimbangi dengan pelayanan yang benar, dan tidak menurunkan penumpang seenaknya.


Sulit Mendapat Tiket Kereta

Kami selaku pemakai jasa kereta api yang sering bepergian melalui Stasiun Kertapati, Palembang akhir-akhir ini sering dibuat kesal. Antrean tiket di loket, baru sekitar lima sampai dengan 10 orang dinyatakan bahwa tiket sudah habis. Petugas loket menyatakan, bahwa masih ada gerbong cadangan kelas ekonomi, namun harga tiket sama dengan harga kelas bisnis. Sebenarnya berapa jumlah tempat duduk yang tersedia dan dijual di loket Stasiun Kertapati. Ketika ditanyakan kepada petugas loket dinyatakan, bahwa tiket banyak dijual di loket pesanan di Hotel Musi dan depan RM Pamor. Berdasarkan keterangan yang kami dapat dari loket pesanan itu, hanya tersedia dua gerbong kelas bisnis dan satu gerbong kelas eksekutif, yang berarti di Stasiun Kertapati tersedia tiket/tempat duduk tersisa cukup banyak. Ada permainan oleh oknum petugas PT KAI (Kereta Api Indonesia) yang dengan sengaja membuat kacau, dan merusak citra pelayanan kereta api dengan alasan tiket sudah dijual melalui agen. Sementara calo tiket dengan bebas menjual di depan loket stasiun, dengan harga 2 kali lipat tanpa ada tindakan dari pihak PT KAI. Mohon yang berwenang segera mengambil tindakan, agar masyarakat jangan selalu dikorbankan.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws