Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Perjalanan (2)

1| 2| 3| 4| 5| 6

 

Taksi di Cengkareng

Tanggal 16 dan 17 September 2004 karena ada dinas dari kantor yang mengharuskan saya bertugas di luar kota, dengan dua lokasi yang berbeda. Hanya saja kali ini karena tugas yang mendadak, menyebabkan saya memperoleh penerbangan yang keberangkatan maupun kedatangan di Terminal 1. Pada awalnya saya menganggap pelayanan yang ada tidak berbeda dengan pelayanan di Terminal 2. Ternyata dua hari berturut- turut saya mendapatkan pengalaman yang sangat buruk ketika harus mencari transportasi untuk pulang ke rumah. Tidak ada satu taksi pun di Terminal 1 yang mau mengangkut penumpang dengan memakai argo. Hal ini tidak hanya terjadi pada saya yang seorang perempuan, yang kebetulan sendirian mencari angkutan pulang, tetapi juga dengan penumpang lain.

Padahal sebagai penumpang, saya tidak pernah menolak untuk menambah surcharge yang dikenakan. Bahkan petugas yang melayani pun berpura-pura tidak menyaksikan pelayanan pengemudi taksi. Jadi, saya sendirian pada pukul 19.00 WIB harus menunggu berjam-jam taksi yang baru menurunkan penumpang yang mau mengangkut dengan argo. Pada hari kedua kejadiannya juga sama dengan hari pertama, tidak ada taksi yang mau mengangkut dengan argo sehingga saya kembali harus menunggu lama. Sampai kemudian kembali ada taksi yang baru menurunkan penumpang yang mau mengangkut dengan argo. Tetapi, baru berjalan sekitar 200 meter taksi tersebut diberhentikan polisi dan meminta saya untuk turun.

Dalam posisi letih dan marah, saya kemudian berkomentar kepada petugas polisi itu dengan agak keras bahwa saya tidak memperoleh taksi berargo dari sekian puluh yang masuk dalam antrean. Kemudian petugas tersebut mengatakan akan menjamin saya memperoleh taksi dan mengantarkan saya ke arah antrean, tetapi sopir taksinya sempat menolak untuk mengangkut. Akhirnya petugas tersebut mengancam akan melepas stiker bandara yang ada sehingga akhirnya pengemudi taksi terpaksa mematuhi meskipun sepanjang jalan pengemudi tersebut berjalan dengan sangat mengerikan (ugal-ugalan). Sementara di sana masih banyak berderet penumpang yang mencari taksi berargo.


Steady Safe, Abaikan Korban Tabrakan

Pada 26 Januari 2004, ayah kami mengalami kecelakaan lalu lintas yaitu saat menyeberang jalan tertabrak bus Steady Safe jurusan Depok-Kota, hingga meninggal dunia. Hal ini menyebabkan pengemudi dan kendaraannya ditahan oleh Polres Jakarta Selatan. Sehubungan dengan hal itu, pihak keluarga pengemudi dan perusahaan menghubungi kami (keluarga duka), baik secara tatap muka maupun per telepon demi kedua hal tersebut di atas.

Itikad baik keluarga pengemudi ditunjukkan kepada kami dalam beberapa hal. Namun, sangat disayangkan, hal tersebut tidak berlaku bagi Steady Safe. Ternyata dalam sistem manajemen Steady Safe, bila pengemudi mengalami musibah di jalan raya, maka pengemudi bertanggung jawab penuh terhadap apa yang terjadi. 

Sehingga, dalam kasus kami, pihak Steady Safe hanya memberi pinjaman kepada pengemudi untuk membantu keluarga korban, sedangkan pihak Steady Safe tidak ada sama sekali kebijakan untuk membantu keluarga korban. Dalam hal ini, kami memutuskan perjanjian dibuat antara kami dengan Steady Safe, walau kenyataannya harus pinjaman pengemudi (isi perjanjian terlampir). Hingga kini belum terlihat iktikad baik Steady Safe kepada kami, terlebih setelah urusan di Polres selesai. Hal ini terbukti saat kami menelepon manager operasi pool Fatmawati, Rully H, melalui HP maupun kantor, susah sekali dihubungi bahkan pesan kami pun tidak ditanggapi.

Sekalinya kami dapat kontak, ia beralasan nomor telepon dan alamat kami hilang pada data base mereka sehingga kami tidak dapat dihubungi dan kami pun dengan ikhlas memberikan nomor telepon kami kembali. Namun, hingga tulisan ini dibuat, belum ada tindak lanjut dari Steady Safe kepada kami. Kami ikhlas perjanjian itu diremehkan karena kami beranggapan semoga hal ini meringankan ayah kami masuk ke surga, tapi kami berpesan untuk pihak manajemen Steady Safe bahwa Anda bukanlah orang profesional dan tidak punya rasa kemanusiaan. Kepada khalayak ramai serta instansi terkait (dalam hal ini Dirjen Perhubungan) mohon informasi ini ditindaklanjuti. Apakah benar manajemen seperti itu? 


Dipermalukan Kru Rosalia

Saya dan isteri sangat kecewa dan tersinggung atas peristiwa yang kami alami dalam perjalanan dari Yogjakarta menuju Jakarta, dengan menaiki bus Rosalia Indah (AD 1689 BA) yang berangkat dari Yogya pukul 16.00 WIB (30/5). Seharusnya bus tersebut dengan tujuan akhir Palembang. Perlakuan yang kami alami dari kru PO Rosalia Indah, ketika bus sampai di daerah sekitar Secang tiba-tiba kami ditegur dengan kasar oleh kondektur dan sopir pengganti dengan kata-kata: "Kalau mau pacaran dan melakukan perbuatan yang tidak-tidak jangan di bus ini, karena bus ini akan ada gangguan dalam perjalanan."

Padahal saya dan istri merasa sama sekali tidak melakukan hal-hal yang dimaksud itu. Dan ketika saya tanya kembali pada kru tersebut untuk membuktikan di mana letak kesalahan, mereka menjawab dengan berbelit-belit dan seolah-olah kami memang bersalah. Anehnya mereka tidak bisa membuktikan tuduhan tersebut. Kami merasa nama baik tercemar dan sangat tersinggung atas perlakuan tersebut, apalagi kami ditegur dalam keadaan bus berjalan dan penuh penumpang. Oleh karena itu, kami meminta kepada pimpinan PO Rosalia Indah untuk menindak kru tersebut.


Bayu Buana Balikpapan

Saya bersama suami dan anak yang masih berumur dua tahun memutuskan berlibur ke Bali (29/5). Kami memilih Bayu Buana Travel di Balikpapan untuk melakukan pengaturan perjalanan, dari mulai membeli tiket sampai voucher hotel. Meski sudah beberapa kali kecewa dengan sikap Bayu Buana Balikpapan, saya memutuskan untuk mencoba lagi mengatur semuanya lewat biro tersebut dengan harapan ada perbaikan.

Ternyata masalah muncul lagi, ketika saya membeli voucher hotel untuk menginap di Kuta Paradiso Hotel, yaitu pihak Bayu Buana Balikpapan menjanjikan harga voucher sudah termasuk servis jemputan dari bandara untuk menuju ke hotel pada saat kedatangan.

Alangkah kecewanya kami ketika hari itu sampai di bandara tidak ada yang menjemput. Kami sudah menunggu sampai semua penumpang dalam pesawat yang sama bubar, dan saat itu cuaca buruk karena hujan. Saya melakukan komplain terhadap Bayu Buana Jakarta lewat surat, dan ditanggapi dengan baik. Sayangnya, pihak Bayu Buana Balikpapan, yang juga telah diberi tahu pihak Jakarta, tidak berbuat apa-apa.

Setelah dua minggu berlibur dan kembali ke Balikpapan, saya menelepon Bayu Buana Balikpapan untuk minta klarifikasi. Ternyata pihak sales menyatakan tidak memiliki nomor handphone saya, padahal saya jelas-jelas mencantumkannya dalam surat.


Pengguna KA Turangga agar Waspada

Hati-hati bagi pengguna jasa KA Turangga jurusan Bandung- Surabaya karena ada pencuri berkedok penumpang yang menjalankan aksinya (operasional/mencuri) di tengah malam saat penumpang tidur lelap. Modus operandinya adalah mencuri uang/ perhiasan dalam dompet/tas dan bekerja sangat rapi. Pengalaman itu menimpa saya pada 15 Desember 2003 sebagai penumpang KA Eksekutif dari Bandung menuju Surabaya di gerbong 5 (tempat duduk 2 AB). Saya telah kehilangan uang dan mengetahuinya setelah sampai di rumah.

Padahal, setiap saya terbangun, saya cek isi tas, misalnya dompet dan handphone masih ada. Karena itu, saya tidak merasa curiga dan selama perjalanan memang tidak pernah membuka dompet untuk membayar/membeli sesuatu. Saya memang tidak pernah melapor karena ketika sampai di tujuan sudah dijemput. Diimbau kepada para petugas keamanan hendaknya lebih ekstra mengontrol dari gerbong ke gerbong pada tengah malam saat penumpang sedang tertidur.


Aksi Kondektur Kereta Api

Kebijakan manajemen PT Kereta Api Indonesia (PT KA) menaikkan harga karcis kereta api tentu untuk menambah pendapatan PT KA. Namun, hal itu tidak berlaku bagi KA Jakarta-Rangkas Bitung. Kenaikan karcis boleh jadi malah menurunkan pendapatan PT KA. Pasalnya, kebijakan itu menyebabkan banyak penumpang enggan membeli karcis, lebih suka membayar langsung kepada kondektur di atas kereta saat dilakukan pemeriksaan karcis, besarnya Rp 1.000 lebih rendah dibandingkan dengan tarif resmi. Pucuk dicinta ulam pun tiba, mungkin peribahasa yang dianut para kondektur di jalur ini. Bagi penumpang, tindakan dan pemandangan seperti itu sudah menjadi biasa dan lumrah.

Beberapa penumpang merasa untung karena membayar lebih kecil, sedangkan kondektur dengan gaya seperti orang tak berdosa memungut Rp 1.000/penumpang dan amat mencolok terlihat kantong baju dan celana kiri-kanannya menggelembung dipenuhi uang ribuan rupiah. Bagi kondektur itu, kereta api sudah dianggap seperti angkot milik nenek moyangnya sendiri. Ironisnya, bila didapati penumpang tidak punya karcis, dia marah-marah dan menuding penumpang itu melanggar ketentuan, tetapi dia lupa kalau yang dia lakukan pun tidak benar dan korupsi. Kondektur itu menjadi musuh dalam selimut bagi PT KA, dan menggerogoti serta mengkhianati PT KA.

Apakah pihak manajemen PT KA tidak mengetahui praktik seperti ini. Rasanya tidak mungkin karena hal seperti ini sudah berlangsung bertahun- tahun dan sudah menjadi rahasia umum. Apabila pihak Manajemen PT KA ingin memberantas hal tersebut sangat mudah, yakni dengan cara mengutus mata-mata yang menyelinap di antara penumpang, dan bagi yang tertangkap harus ditindak tegas. Kalau tidak, PT KA semakin lama semakin merugi, dan perusahaan negara yang berstatus sebagai PT (persero) tersebut seharusnya lebih profesional dan profit oriented sehingga hal-hal yang jelas-jelas merugikan harus segera diberantas.


Pembatalan Blue Bird

Melalui telepon, saya memesan taksi Blue Bird (BB), Sabtu (21/2) sekitar pukul 11.55, untuk anak yang akan berangkat kerja. Pada pukul 12.10 kembali saya menelepon operator untuk menanyakan apakah taksi sudah dikirim. Oleh petugas operator wanita (lupa namanya) dijelaskan bahwa taksi sudah dikirim, taksi SN (BB Group) dengan No 19.... Setelah menunggu 30 menit, taksi yang ditunggu tak kunjung datang, saya menelepon lagi ke BB yang diterima operator pria, kalau tidak salah dengan inisial nama "I" yang meminta untuk menunggu karena akan mengecek posisi taksi melalui radio panggil. Operator itu mengatakan, tidak ada jawaban dari radio panggil. Oleh operator itu dijanjikan akan segera dikirim taksi lain sebagai pengganti.

Tunggu punya tunggu, sampai sekitar pukul 13.05, tidak ada taksi yang datang dari BB Group. Akhirnya pada pukul 13.10, operator BB menelepon dan mengatakan taksi masih dicarikan. Apakah diperbolehkan pengemudi yang sebelumnya telah mengambil order lalu membatalkan sepihak tanpa alasan? Dengan kesal dan kecewa anak saya memutuskan untuk membatalkan pesanan. Dengan kecewa terpaksa berangkat berjalan kaki cukup jauh sambil mencoba mencari taksi lain kalau ada yang lewat dan anak saya akhirnya terlambat masuk kerja.

Mohon perhatian manajemen BB agar memberi layanan yang lebih baik dan profesional sehingga tidak mengecewakan konsumen yang telah memberikan kepercayaan selama ini.


Waspada Taksi di Bandara

Tanggal 16 Maret 2004 sekitar pukul 19.30, seorang berkebangsaan Jepang, tamu bisnis kami tiba di Bandara Soekarno- Hatta, Cengkareng. Sebuah peristiwa perampokan di dalam taksi dialami oleh tamu kami yang menyebabkan kerugian materi berupa uang tunai, kartu kredit, telepon selular, personal computer, dan kartu identitas. Yang lebih mengenaskan, korban mengalami shock berat dan trauma mendalam. Peristiwa terjadi pada saat korban tiba di bandara dan sedang mencari taksi ke hotel, dia dihampiri seorang sopir taksi yang diperkirakan sebagai sopir taksi gelap. Pada awalnya korban bermaksud naik taksi yang bereputasi aman, namun karena sopir taksi gelap itu berbohong dengan berkata bahwa taksi aman tersebut telah berakhir jam operasinya dan korban percaya. Tanpa curiga korban naik ke taksi tersebut. Beberapa ratus meter setelah taksi beranjak, sebelum masuk pintu tol ke pusat kota, dua orang teman sopir masuk ke taksi dan peristiwa perampokan terjadi.

Dengan mata ditutup, tangan diikat serta ditodong pisau, korban dibawa berputar-putar ke beberapa ATM dan pelaku berusaha menarik uang tunai dari kartu kredit korban. Karena tidak berhasil, pelaku marah dan melukai korban hingga korban mengalami cedera tusukan di bagian perut dan ibu jari serta retak di bagian tulang rusuk dada kiri. Sayang, korban tidak sempat mengingat nomor Polisi atau nomor unit taksi tersebut. Peristiwa kejahatan ini telah kami laporkan ke Polda Metro Jaya Unit Layanan Masyarakat. Menurut keterangan petugas, penyelidikan kasus ini akan makan waktu lama, butuh kehadiran dan keterangan korban yang mana tidak memungkinkan karena korban harus kembali ke Singapura, negara di mana beberapa tahun ini korban berdomisili. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk tidak membuat laporan penyelidikan.

Sehubungan dengan kejadian itu, sistem keamanan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang menjadi pintu gerbang masuk ke negara RI ternyata sangat memprihatinkan karena taksi-taksi gelap termasuk calo-calonya bisa bebas berkeliaran. Dengan lemahnya tingkat keamanan, secara luas, bagaimana RI mampu menarik penanam modal asing. Jika tidak segera diperbaiki, cepat atau lambat pasti akan berdampak bagi perekonomian RI. Sebagai seorang WNI merasa malu atas peristiwa ini. Citra negara RI ternoda. Bukan tidak mungkin akan berdampak pada berkurangnya kunjungan tamu-tamu dari luar negeri. Kepada para pengguna Bandara Soekarno-Hatta agar berhati-hati dan waspada terutama terhadap taksi-taksi gelap yang berkeliaran di sekitar bandara. 


Denda Tiket Kereta Api

Naik Kereta Api Taksaka lebih baik beli tiket lewat calo daripada didenda dua kali lipat dari harga resmi. Dapat tempat duduk lagi. Saya naik Kereta Taksaka (17/4), dan terpaksa duduk di restorasi karena tidak dapat tempat duduk. Kereta berangkat pukul 20.20 dari Stasiun Gambir, Jakarta ke Yogyakarta.

Karena sudah sekitar 2 jam sebelum keberangkatan antre tidak dapat tiket. Sebelumnya ditawari oleh para calo tiket di Stasiun Gambir dengan harga Rp 250.000, padahal harga tiket sebenarnya Rp 140.000. Dari pada bayar lewat calo lebih baik membayar di atas kereta, namun tahu-tahu sebelum kereta berangkat ada pemeriksaan tiket oleh petugas sebanyak lima orang.

Setiap orang yang tidak mempunyai tiket didenda 100 pesen dari harga tiket yaitu Rp 140.000 menjadi Rp 280.000, karena itu terpaksa membayar denda yang penting bisa sampai di Yogyakarta. Yang menjadi masalah, mengapa PT Kereta Api Indonesia membuat peraturan tanpa melihat segi negatifnya, kalau begitu lebih baik membayar Rp 250.000 lewat calo, dan saya dapat tempat duduk daripada bayar di atas kereta Rp 280.000, tanpa dapat tempat duduk. Mengapa tidak menambah rangkaian gerbong karena pada waktu itu liburan panjang, dan yang pasti banyak orang akan naik kereta api.

Apakah uang karcis berikut denda tersebut masuk ke PTKereta Api Indonesia atau tidak. Coba bayangkan jika pada malam itu ada lebih dari 50 orang yang bayar denda, dan jika dihitung 50 orang x Rp 280.000 = Rp 14.000.000 dari hasil pemeriksaan mendadak penumpang yang duduk tersebar di setiap gerbong dan di restoran. Saya juga mendapat informasi, petugas malam itu adalah para Kepala Stasiun Gambir sampai Stasiun Cikampek, itu terjadi hanya dalam satu malam saja, bagaimana kalau hal tersebut terjadi setiap liburan.

Ada lagi yang mengherankan, mengapa naik kereta eksekutif pada bulan tersebut tidak dapat jatah makan, dan hanya diganti dengan roti, padahal seharusnya pelayanannya lebih ditingkatkan lagi bukan malah sebaliknya. Bagaimana orang akan lebih simpati dengan kereta api kalau pelayanannya kurang baik. Lebih baik naik pesawat terbang yang harga tiket selisihnya tidak terlalu jauh.


Penawaran dari Lintas Tour

Bulan Oktober 2001, saya dihubungi Saudara Helmy A dari Lintas Tour yang menawarkan "Lintas Privilege Card". Awalnya, saya tidak berminat karena jarang bepergian. Tetapi, dengan promosi yang manis, akhirnya saya bersedia menjadi anggota Lintas Privilege (No 4842 0000 0000 3858) dan diwajibkan membayar Rp 798.000 yang didebet dari kartu kredit.

Dengan pembayaran itu, saya mendapatkan empat complimentary voucher untuk hotel yang berlaku sampai Desember 2002 dan dapat digunakan hampir di semua hotel di Indonesia, salah satunya Hotel Ambarukmo, Yogyakarta.

Dengan pertimbangan bahwa complimentary voucher tersebut bisa diperpanjang apabila tidak sempat digunakan sampai Desember 2002 (sesuai disampaikan Saudara Helmy), saya bersedia menjadi anggota. Sebab, bagaimanapun uang saya tidak hilang karena voucher tersebut belum sempat digunakan.

Daripada memperpanjang complimentary voucher tersebut yang tentunya repot, maka saya bermaksud akan menggunakannya dengan menginap di Hotel Ambarukmo pada Desember 2002. Saya menghubungi Lintas Tour (diterima Saudari Ellen) dan dikatakan pada Desember ini complimentary voucher tidak dapat digunakan mengingat hotel sedang high season.

Meskipun saya telah menghubungi Hotel Ambarukmo sendiri dan dikonfirmasi masih bisa menerima complimentary voucher tersebut, namun reservasi harus dilakukan oleh Lintas Tour. Mengingat saat itu masa high season, kami dikenai surcharge. Pengenaan surcharge tidak masalah karena saya mengerti hotel sedang high season.

Namun, Saudari Ellen mengatakan bahwa complimentary voucher tidak bisa digunakan dan juga tidak bisa diperpanjang. Bisa diperpanjang asal renewal dengan membayar Rp 435.000. Renewal pun hanya bisa sampai Januari 2003. Bagaimana saya mau renewal kalau Lintas Tour sudah mengecewakan? Dikatakan juga oleh Saudari Ellen bahwa complimentary voucher tersebut bisa digunakan di Hotel Sanno, Jakarta. Apakah masuk akal apabila kami yang bertempat tinggal di Semarang harus ke Jakarta hanya untuk menggunakan voucher tersebut?


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws