Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Perjalanan (6)

1| 2| 3| 4| 5| 6

 

Taksi di Mal Puri Indah

Kami berbelanja di Mal Puri Indah, Jakarta Barat, 17 Maret lalu, dan sekitar pukul 13.30 pulang menggunakan taksi. Ketika di lobi mendapatkan taksi kosong yang sedang menurunkan penumpang, tiba-tiba ada seorang Satpam mal dengan cara aneh dan tidak sopan melarang keras untuk tidak naik taksi pilihan kami. Lalu, disertai petugas Satpam lain, memaksa kami naik taksi yang mangkal di mal yang berstiker sambil mengatakan, "Kalau ibu tetap memilih taksi ini, silakan menggunakan taksi dari jalan raya di depan mal". Namun kami memutuskan tetap naik taksi yang sudah kami pilih. 

Kemudian tiba-tiba datang lagi dua Satpam. Dengan kasar, mereka beramai-ramai mengelilingi, mengetuk dan berusaha membuka pintu taksi. Seolah-olah kami melakukan kejahatan. Atas kejadian itu, kami menjadi tontonan pengunjung. Demi keamanan menghadapi kekerasan petugas Satpam itu, kami meminta sopir taksi untuk berjalan. Apakah konsumen tidak dibenarkan memilih, apalagi kami semuanya wanita sehingga agak selektif memilih taksi sehubungan dengan rawannya tindak kejahatan. Kami tidak melihat peraturan yang tercantum di lobi mal yang mengharuskan pengunjung menggunakan taksi yang mangkal di mal.


Pelayanan Al Azhar-Arfina Tours

Dengan melihat nama besar Al Azhar serta pengalaman saya bersama Al Azhar sebagai jamaah haji tahun 2002, maka awal bulan Mei 2004 saya dan dua orang teman wanita mendaftarkan diri untuk mengikuti program umrah yang diselenggarakan pihak Al Azhar tanggal 31 Mei 04.

Tetapi tgl 5 Mei 04 pukul 11.00 saat saya menelepon ke pihak travel, saya mendapat berita dari Ibu Endang bahwa keberangkatan akan dimajukan menjadi tanggal 17 Mei 04 dengan alasan ada perubahan peraturan dari pemerintah Saudia bahwa satu orang muhrim untuk satu orang wanita, sehingga pihak travel memutuskan untuk bergabung dengan konsorsium.

Pihak travel hanya memberi kami kesempatan berfikir satu hari karena tanggal 6 Mei 04 seluruh paspor akan diajukan untuk pembuatan tiket dan visa. Akhirnya kami setuju untuk berangkat tanggal 17 Mei 04 dan pihak travel meminta kami untuk membayar uang muhrim sebesar Rp200 ribu paling lambat hari Jumat.

Tanggal 7 Mei 04 pagi, kami melunasi uang muhrim tersebut, tetapi saat itu pula sdri Yani meminta kami melunasi seluruh biaya sebesar USD895. Dengan pemberitahuan mendadak ini, kami harus kembali ke bank untuk mengambil uang tersebut dan kembali ke pihak travel untuk melunasi pembayaran.

Kami sempat memprotes dengan peberiahuan yang mendadak ini, karena sebagai karyawati kami tidak dapat seenaknya keluar kantor untuk urusan pribadi kami. Setelah pembayaran kami lunasi dan keyakinan kami akan berangkat tanggal 17 Mei, kami pun mulai mengajukan jadwal cuti untuk umrah ini, karena kami tidak dapat mengajukan cuti secara mendadak.

Tanggal 13 Mei pukul 16.30, Sdri Yani memberitahu bahwa seluruh visa belum keluar dan keberangkatan ditunda sampai tgl 19 Mei 04. Kami pun kembali melakukan protes atas berita mendadak ini karena mau tidak mau kami pun harus mengubah jadwal cuti kami.

Pihak travel berjanji akan mengusahakan agar visa dapat keluar keesokan harinya dan berusaha agar keberangkatan tetap tanggal 17Mei. Tetapi berita yang disampaikan Sdri Yani tanggal 14 Mei pukul 14.30 kepada kami benar-benar membuat kami kecewa, keberangkatan ditunda menjadi tanggal 24 Mei 04 dengan alasan visa yang belum selesai sampai saat itu!

Saya bener-benar kecewa dengan pelayanan pihak travel yang serba mendadak tanpa memikirkan kepentingan jamaahnya. Jika kami bukan seorang karyawati, tentu kami tidak akan keberatan untuk mengikuti perubahan-perubahan yang mendadak ini. Tapi kami ini seorang karyawati dari sebuah perusahaan asing, yang tidak dapat seenaknya mengubah jadwal yang telah ditetapkan. Banyak pihak yang terlibat dengan perubahan-perubahan jadwal yang akan kami ajukan.

Akhirnya kami bertiga sepakat untuk membatalkan seluruh rencana keberangkatan kami dengan pihak travel dan kami meminta pengembalian seluruh biaya yang telah kami keluarkan. Saya amat menyayangkan cara kerja yang serba mendadak dari pihak travel dan hanya bisa memberikan janji-janji kepada jamaahnya.

Al Azhar sudah cukup lama menyeleggarakan ibadah haji dan umrah dan selama ini, pelayanan yang diberikan cukup baik. Tapi penyelenggaraan kali ini benar-benar sangat tidak profesional dan tanpa perencanaan yang matang, sehingga kami sebagai jamaah sangat dirugikan. Saya berharap pihak Yayasan Al Azhar terutama pihak travel untuk tidak bertindak seperti ini lagi di lain waktu karena kejadian ini selain merugikan jamaah juga merugikan nama Al Azhar sendiri.


Sikap Petugas Kurang Terpuji

Keadaan di jalan tol Cawang - Tangerang Priok menjelang pintu keluar Rawamangun sedang macet (22/5) sekitar pukul 07.00. Kami semua antre dan merayap perlahan. Di belakang mobil kami ada satu mobil lain, kemudian di belakang agak ke kanan ada sebuah mobil jip Suzuki dengan nomor dinas TNI AL (memakai simbol jangkar) berwarna abu-abu. Tampaknya mobil yang berada di belakang kami ingin mendahului dengan cara keluar dari barisan ke arah kanan, namun mobil jip Suzuki itu mungkin tidak bersedia memberi ruang dan mengemudi dengan agak mepet ke sisi kanan belakang mobil kami. Akibatnya, menyerempet sepatbor belakang kanan dan lecet, serta rusak dudukan sepatbor dan karet penahan lumpur terlepas. 

Ketika kami berhenti menjelang turunan Rawamangun, mobil jip Suzuki oknum TNI AL tersebut dengan tenang, dan tanpa rasa bersalah meneruskan perjalanan. Meskipun dari kerusakan mungkin tidak seberapa dalam pandangan oknum tersebut, namun sebagai seorang anggota TNI seharusnya memberi contoh, bagaimana bersikap baik dan sportif kepada warga masyarakat. Dengan memakai seragam dan mengemudikan mobil dinas TNI, tidak berarti lalu berhak memperlakukan warga sipil seenaknya. Oknum tersebut mungkin tidak bermaksud sengaja menyebabkan kerugian kepada orang lain, namun menawarkan penggantian kerugian, atau setidaknya meminta maaf merupakan tindakan yang terpuji.


Karcis Kereta

Karena pesan karcis kereta api harus paling cepat tujuh hari sebelum keberangkatan, maka pada tanggal 19 April, saya memesan karcis Argo Gede jurusan Bandung untuk tanggal 28 April. Loket dibuka pukul 07.00, dan saya sampai di depan loket pukul 08.30, ternyata karcis sudah habis untuk semua rangkaian kereta api baik Parahyangan maupun Argo Gede. 
Di depan loket hanya saya sendirian, berarti sebelumnya di depan saya sudah beberapa puluh atau ratusan orang melakukan pemesanan karcis. Bayangkan, dalam waktu satu setengah jam seluruh karcis untuk sekian ratus penumpang habis terjual. Bukan main larisnya, pasti PT KAI untung besar, maju pesat, mengalahkan penjual jasa angkutan di luar kereta api. 
Tanggal 28 April, saya antre lagi di loket untuk pesan karcis Argo Gede untuk tanggal 3 Mei. Namun, habis lagi untuk semua rangkaian kereta api hari itu, dan bahkan untuk satu minggu ke depan. Ironisnya, tanggal 3 Mei, saya membaca koran bahwa harga karcis kereta Argo Gede akan diturunkan, karena tidak laku. Bagaimana tidak laku, untuk karcis yang katanya habis seminggu sebelumnya itu, ke mana larinya?


Setia Tur Mengecewakan

Kami mengikuti wisata Bromo bersama Setia Tur (8/1), dengan membayar uang muka (9/12/'99) dan melunasi sisanya satu minggu sebelum tanggal keberangkatan. Jika membatalkan keberangkatan maka uang tidak bisa dikembalikan. Diminta berkumpul pukul 06.00, karena bus akan berangkat pukul 06.30. Kekecewaan pada saat keberangkatan, bus tidak ada hingga pukul 09.00 dan bus pengganti yang datang kemudian kondisinya kurang baik (tidak ada radio tape dan pengeras suara). 

Sopir dan pemandu tur kurang pengalaman sehingga berulang-ulang nyasar. Bahkan kunjungan pertama ke Sam Po Kong dibatalkan, karena tiba sudah terlalu malam dan begitu pula sewaktu ke Bromo Tosari berulang kali nyasar. Pemandu tur yang tidak tegas dan tidak punya jadwal, sehingga timbul kericuhan sesama peserta karena sebagian ingin ke suatu tempat, sedangkan sebagian lagi ingin ke tempat lain. Ada biaya tambahan Rp 35.000/peserta untuk ke bawah Bromo, padahal ini tidak diberitahukan pada saat mendaftar.


Sarang Calo di Stasiun Gambir

Berharap agar dapat pulang kampung ke Madiun naik kereta api dengan harga murah, saya menyempatkan diri untuk ikut antre karcis di Stasiun Gambir, Jakarta. 
Datang pagi-pagi sekitar pukul 07.00, di loket beberapa orang sudah antre. Mendapat antrean nomor delapan. Semakin siang, antrean bertambah panjang, namun tetap tertib. 

Namun, seperempat jam sebelum loket dibuka, sekonyong-konyong datang gelombang orang masuk merangsek ke barisan antrean. Spontan saya teriak supaya antre. Namun, karena jumlah "para pendesak" itu cukup banyak, teriakan tidak ada gunanya. Barisan antrean akhirnya kacau. Mereka yang antre di depan "terlempar" ke belakang karena saling desak-desakan. 

Tiba-tiba petugas Satpam bertindak tegas meminta supaya para calon penumpang antre dengan tertib. Namun, karena kondisi sudah kacau, sulit untuk ditertibkan. Ternyata mereka yang datang bergelombang dan tidak mau antre itu adalah sekelompok calo tiket. Jumlahnya cukup banyak, mencapai puluhan orang sebagian di antaranya wanita. Menjadi calo tiket bagi mereka rupanya sudah menjadi profesi untuk bertahan hidup di Jakarta. Cara mereka bergerak dan menjalankan profesinya sudah demikian rapi dan terorganisasi. 

Rasa solider antarsesama calo rupanya juga cukup tinggi. Kalau ada yang memprotes, salah satu dari mereka tak segan-segan cara kekerasan dipraktikkan. Uniknya kehadiran para calo itu bukannya tidak diketahui oleh aparat (Satpam) Gambir. Tetapi, terkesan mereka memang membiarkan begitu saja.


Naik Bus di Kalideres

Saya naik bus patas AC No 81 tujuan Depok di terminal bus Kalideres, Jakbar, dan duduk di bagian tengah yang saat itu hanya berisi sekitar 10 penumpang yang tersebar. Tidak lama setelah duduk, didatangi tukang koran yang menawarkan koran, tetapi saya jawab tidak dan setelah itu menawarkan buku yang dikatakan adalah gambar-gambar porno dan saya tolak tanpa melihat buku itu. 

Tanpa diduga penjual koran itu dan seorang temannya duduk serta menodongkan pisau sambil meminta uang. Tanpa bisa berbuat banyak saya terpaksa menyerahkan uang yang ada di dompet. Diharapkan agar penumpang di terminal bus itu berhati-hati karena ternyata telah banyak penumpang yang mengalami nasib serupa. Kepada petugas yang bertugas di terminal agar dapat memberi rasa aman kepada penumpang serta melakukan razia senjata kepada pedagang asongan yang ada. Di samping itu juga kepada awak angkutan agar bisa melindungi penumpang dari bahaya pemerasan yang sering terjadi.


Keamanan Argo Bromo

Saya bersama putri naik kereta api Argo Bromo jurusan Pasar Turi, Surabaya (1/2). Berangkat dari Gambir pukul 20.00 di kelas eksekutif dengan nomor tempat duduk 8C dan 8D. Sementara di dekat saya datang seorang wanita dengan nomor tempat duduk 9B berpakaian rapi, dan tidak lama kemudian datang seorang pria duduk sebelahnya dengan nomor tempat duduk 9C berpenampilan baik. Saat terakhir kereta mau berangkat, naik lagi seorang laki-laki di tempat duduk nomor 9D. 

Dalam pembicaraan dengan ketiga orang tersebut, mereka berbicara dengan logat Jawa Timur dan mengatakan akan turun di Surabaya. Saat kereta berada antara Pekalongan - Semarang, saya dan anak tertidur. Tas anak ditaruh di bawah kaki yang semula menganggap aman. Maklum naik kereta cukup baik, dan tidak ada tanda mencurigakan. Saya terbangun ketika sampai Semarang, namun heran ketiga penumpang tersebut sudah turun. Padahal, menurut pengakuan mereka mau ke Surabaya. 

Ketika akan membayar makanan yang dipesan dari restorasi, saya mencari uang kecil dan minta pada anak yang ternyata mengatakan tas tidak bisa dibuka karena ritsletingnya macet. Ketika diperiksa ternyata ritsleting telah dilem seperti ditetesi power glue, akhirnya dibuka paksa dan isi tas ternyata telah berubah. Dua telepon genggam telah diganti dengan lempengan besi. Dan ternyata di lain tempat duduk dalam satu gerbong ada juga yang kehilangan laptop yang juga disimpan dalam tas. Tidak ada jaminan kereta eksekutif yang mahal itu aman. 


Layanan KA Parahyangan

Saya naik kereta api (KA) Parahyangan Jakarta-Bandung (31/8) pukul 11.35 dari Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur. Datang ke stasiun pukul 11.15 dan pada loket penjualan tiket tertera tulisan "Tempat Duduk Habis". Namun, saya tetap membeli tiket tanpa tempat duduk, karena harus pulang ke Bandung. 

Yang menjadi pertanyaan, ketika kereta tiba di Stasiun Jatinegara gerbong restorasi yang separuhnya ada tempat duduk beserta nomornya kosong hanya diisi para pramugara, pramugari, dan awak kru kereta? Kemudian tempat itu dapat diisi penumpang yang tidak mendapatkan jatah nomor tempat duduk, tetapi harus beli minuman/makanan yang dijual restorasi kereta. 

Mengapa untuk menjual makanan dan minuman, KA Parahiyangan melakukan cara-cara yang tidak fair?


Pengasong di Kereta Api

Saya bersama seorang putri menumpang KRD Jakarta Kota Purwakarta (13/3) untuk berlibur di rumah ibu di Cimahi, dan menaruh tas di kabin di atas kepala. Di stasiun Jatinegara, Jaktim, tiba-tiba ada rombongan pengasong "menyerbu" di antara penumpang. Salah seorang di antara mereka terlihat akan menaruh kantong kresek di kabin, dan ketika melihat ke atas ternyata tas saya sudah raib. Putri saya (10 tahun) berteriak histeris sebelum kemudian tak sadarkan diri, rupanya ia teringat buku rapornya yang terselip di dalam tas. Ia terbiasa membawanya jika liburan, karena hendak diperlihatkan kepada bibi dan pamannya yang biasanya pula akan memberinya hadiah karena selalu peringkat pertama. 

Yang disesalkan adalah sikap para penumpang di sekitarnya yang terkesan tak peduli. Begitu pula sikap petugas PT Kereta Api Indonesia yang datang kemudian memeriksa karcis, sepertinya tak peduli dan menganggap biasa. Bahkan sambil lalu dan memeriksa karcis penumpang petugas itu mengatakan, "Turun saja di sini, mumpung masih dekat ke TKP (tempat kejadian perkara)" 

Tas yang masih baru dan belum lunas karena membelinya dengan cara mencicil, berisi antara lain beberapa potong pakaian anak, sebuah buku rapor SD atas nama Azimattinur KN Siregar, sebuah kotak makanan, sebuah bundel naskah Cartibao (novelet bahasa Sunda yang akan dikirim ke majalah Mangle Bandung) dan 14 buku cerita anak yang sedianya akan ditawarkan ke Dinas Pendidikan Jabar. Bagi orang lain barang tersebut mungkin tak berarti. Akan tetapi bagi seorang anak buku rapor sangat penting, dan bagi saya sebagai seorang pengarang, naskah dan buku karya saya tersebut sangat berharga. Naskah itu hasil kerja berbulan-bulan, malangnya lagi belum sempat di foto kopi.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws