Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Bank (3)

1| 2| 3| 4| 5| 6| 7| 8| 9| 10| 11| 12| 13| 14

 

Transaksi Mandiri Tidak Aman

Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi di Bank Mandiri. Saya sebagai nasabah Bank Mandiri Kantor Kas Kotapinang, Rantauprapat, Sumatera Utara, (No Rek 1070003119957) tanggal 25 Oktober 2004 sekitar pukul 11.00 menyuruh karyawan saya untuk menyetor uang Rp 44.000.000 ke Bank Mandiri Kantor Kas Kotapinang, Rantauprapat. Ketika karyawan saya mengantre dan sudah hampir mendekati counter kasir, terjadi perampokan bersenjata di bank dimaksud. Melihat perampok yang mengusung senjata dan meledakkan tembakan, karyawan saya ketakutan, kemudian berlari ke lantai dua kantor bank tersebut dan akhirnya melompat ke luar dari lantai dua untuk menyelamatkan diri. Pada saat karyawan saya melompat, uang yang akan disetorkan lepas dari genggaman dan berhamburan di sekitar lingkungan dalam bank. Setelah perampok kabur, karyawan saya bersama orang-orang yang berada di sekitar bank mengumpulkan uang yang berserakan.

Ternyata, setelah dikumpulkan dan dihitung hanya tersisa sekitar Rp 36.600.000. Akibat adanya perampok masuk ke halaman bank itu, saya mengalami kerugian Rp 7.400.000, belum termasuk biaya pengobatan karyawan saya yang luka-luka karena melompat dari lantai dua. Saya sudah menyampaikan keluhan tentang kerugian akibat adanya perampok di dalam bank itu, namun pihak Bank Mandiri tak pernah menanggapi. Seharusnya setiap transaksi nasabah di dalam kantor bank keamanannya dijamin. Padahal, Bank Mandiri dalam berbagai iklannya di media massa selalu menyatakan: "Bertransaksi di Bank Mandiri Aman dan Nyaman". Dari kejadian itu, mana buktinya aman dan nyaman. Ternyata bertransaksi di Bank Mandiri tak aman, kekecewaan dan kerugian yang malah didapat nasabah. Mohon Dirut Bank Mandiri Tbk ECW Neloe memerhatikan keamanan nasabah.


Parade Hadiah Langsung Lippo

Kakak saya adalah nasabah Lippo Bank Cabang Salatiga (atas nama Waskito Sudiro, nomor rekening 548-10-150xx-x, Jalan Moh Yamin No 1 D, Salatiga). Akhir Januari 2004, ia mendapat satu buah kamera 35 MM Lens dari program Parade Hadiah Langsung karena kenaikan saldo tabungan. Oleh kakak, hadiah itu diberikan kepada saya. Kemudian saya mengirimkan data diri sesuai dengan syarat yang telah ditentukan. Namun, setelah lama ditunggu, kamera itu tak kunjung datang. Pada Juli 2004, saya tanyakan di call center Jakarta, ternyata kamera itu sudah dikirim 4 Mei 2004 dengan penerima Erna. Padahal, di alamat saya tak ada yang bernama Erna, saya tidak mengenalnya.

Karena belum menerima kamera itu, saya meminta penjelasan pihak Lippo. Akhirnya pihak Lippo sanggup mengirim kamera pengganti dan berjanji akan dikirimkan di Kantor Lippo Bank Cabang Salatiga, Juli 2004. Sudah berulang kali saya menanyakan di kantor cabang dimaksud, tempat kakak saya membuka rekening, ternyata tak ada kiriman kamera pengganti untuk saya. Sebenarnya kamera itu dikirim atau tidak?

Bukan soal mahal atau murahnya hadiah itu, tetapi ada kepuasan tersendiri dengan pelayanan pihak Lippo.


Mandiri Visa Mengecewakan

Saya sebagai anggota Mandiri Visa mendapatkan pelayanan yang mengecewakan, tentang sanggahan transaksi pada tagihan bulan November 2003 sebesar Rp. 999.000 di Hotel Ambhara/Aldina, Jakarta tanggal 8 Oktober 2003. Padahal, kartu kredit saya pada saat itu, yaitu mulai akhir September 2003 sampai dengan tanggal 2 Januari 2004 dalam keadaan invalid (tidak aktif). Sebab, saya terima kartu kredit baru tanggal 2 Januari 2004 melalui Rantau Aceh Tamiang, dan juga pada saat itu saya tidak melakukan perjalanan ke Jakarta. Sanggahan itu telah berulang kali saya laporkan baik melalui telepon, faksimile, surat via pos, dan juga mengisi formulir pengaduan dari Bank Mandiri Cabang Pangkalanbrandan.

Hingga saat ini transaksi itu masih ada tagihan. Bulan Februari 2004 yang saya terima tanggal 27 Februari 2004 (sampainya surat dari Jakarta- Pangkalansusu 20 hari). Tidak ada penjelasan dari pengelola Mandiri Visa Card perihal tagihan itu yang berdampak pada Mandiri Protection, interest dan juga lainnya. Juga perihal denda di bulan Oktober, November, Desember 2003, dan Januari 2004 sebesar masing-masing Rp. 40.000 dikenai denda, sedangkan pembayaran dilakukan sebelum tanggal 7 setiap bulannya, batas akhir pembayaran tanggal 22 setiap bulannya. Untuk itu, mohon penjelasan dari yang berwenang.


Kurir Kartu BNIP

Pada tanggal 16 Oktober 2004 istri saya mendapat pengganti kartu kredit Bank BNI yang rusak magnetnya. Karena istri sedang tidak di rumah, maka kurir Bank BNI (mengaku bernama Aryo) meminta saya untuk menemuinya. Dari semula saya sudah curiga karena dengan sikapnya yang arogan dan kurang sopan mengatakan berulang kali bahwa yang disampaikan adalah kartu kredit. Setelah saya menandatangani bukti tanda terima, kurir tersebut memaksa meminta uang bensin. Padahal menerima kartu kredit adalah hal yang biasa bagi saya, apalagi kartu kredit yang diterima adalah penggantian kartu kredit yang rusak. Dan saya biasa memberikan uang lelah kepada kurir tanpa diminta. Tetapi paksaan dari kurir tersebut membuat saya merasa dipalak.

Namun karena toleransi, saya memberikan sejumlah uang yang terdiri atas lima lembar pecahan ribuan dan satu lembar pecahan Rp 5.000. Saya memberikan uang itu dalam bentuk lipatan dengan posisi ribuan di luar. Tetapi dengan lantangnya kurir itu menolak dengan mengatakan, "Untuk apa uang segitu." Dan mengancam bahwa di kemudian hari dia tidak akan menyampaikan rekening tagihan ataupun kartu kredit kepada saya. Saya berusaha meminta identitas atau nama perusahaan jasa pengiriman dengan meminta bukti lembaran yang saya tanda tangani. Namun dia menolak dan mengatakan hanya membawa satu lembar, dan segera kabur.

Kemudian setelah saya amati di amplop pengiriman tidak tertera sama sekali stempel perusahaan jasa pengiriman, yang biasanya tertera di bagian depan amplop seperti biasanya apabila saya menerima pengiriman kartu kredit dari bank lain. Hal ini sudah saya laporkan kepada Bank BNI dan belum mendapat tanggapan maupun klarifikasi. Sangat disayangkan apabila bank sebesar Bank BNI memilih rekanan yang tidak profesional. Sebagai konsumen saya sangat dirugikan, dan akan merusak persepsi serta citra Bank BNI.


ATM BRI Berjumlah Terbatas

Saya sebagai pengguna ATM BRI di Jakarta, sudah lama ingin mempertanyakan mengapa fasilitas tersebut sangat terbatas. Padahal BRI merupakan salah satu bank di Indonesia yang cukup solid dan tersebar luas di seluruh Indonesia cabang-cabang yang cukup banyak ditempatkan, seperti di wilayah Jakarta Selatan tepatnya antara Kebayoran-Pondok Indah-Bintaro, berdiri satu cabang BRI yang jaraknya tidak terlalu jauh ini membuat saya semakin bertanya, mengapa ATM BRI tidak tersebar lebih banyak dari cabang-cabang yang ada. 

Mengapa pula ATM BRI hanya ada pada cabang-cabang yang didirikan, seperti di Pondok Indah dan Bintaro sektor 9 misalnya. Terbatasnya fasilitas ATM BRI membuat saya gusar, karena setiap saya ingin melakukan transaksi saya harus mencari salah satu cabang BRI, seperti tiga hari yang lalu saat saya ingin berobat ke salah satu klinik di Jakarta Selatan tepatnya di daerah Rempoa, saat itu udara yang begitu dingin langit yang gelap dan hujan yang sangat deras, membuat saya semakin panik karena yang ada pada dompet saya saat itu hanya ATM BRI. 

Sehingga saya pun harus menahan sakit dan menunggu hujan reda untuk mencari ATM tersebut dengan jarak yang cukup jauh. Dalam keadaan yang demikian saya sangat kecewa, ATM BRI tidak memberikan fasilitas yang memadai bagi nasabahnya. Apalagi saat berada di pusat-pusat perbelanjaan, ATM tersebut sangat sulit untuk dicari. Sebaiknya tidak ada salahnya mendirikan satu ATM BRI di setiap pusat perbelanjaan dan tempat umum lainnya, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Sehingga mempermudah nasabah dalam melakukan transaksi.


BII Layanan Mengecewakan 

Sebagai pemenang kartu kredit BII, saya heran (aneh tapi nyata) kenapa nota tagihan selalu datang terlambat. Nota tagihan bisa datang satu minggu lebih awal dan tanggal jatuh tempo hanya di saat saya sedang tidak menggunakan kartu kredit tersebut.

Bosan dan capai harus komplain terus-menerus, saya memutuskan untuk menutup kartu kredit pada November 2003. Oleh customer service BII, saya dibujuk agar tidak menutup kartu kredit dengan janji hal itu tidak akan terulang lagi. Saya juga menerima surat permintaan maaf tertanggal 1 Desember 2003 yang berisi pemberitahuan BII mengkredit kembali late charge & finance charge akibat keterlambatan datangnya nota tagihan tertanggal 28 Oktober 2003 (tanggal jatuh tempo November minggu kedua).

Selanjutnya sebagai solusi, tanggal jatuh tempo untuk bulan berikutnya diubah menjadi minggu ketiga dari biasanya yang minggu kedua. Hanya sempat bertahan 2 bulan (Desember 2003 dan Januari 2004), tiba-tiba tanggal jatuh tempo Februari 2004 diubah kembali pada minggu kedua sehingga "masalah yang sama terulang kembali".

Kesal karena berkali-kali komplain saya ditangani oleh petugas yang berbeda-beda dan selalu menanyakan hal yang sama berulang-ulang, saya minta agar petugas yang berbeda, yang parahnya salah menanggapi soal tanggal jatuh tempo Januari 2004 yang notabene justru tidak bermasalah. Baru kemudian saya menerima surat lagi tertanggal 1 Maret 2004 yang menanggapi komplain saya mengenai tanggal jatuh tempo bulan Februari 2004 yang kali ini malah menyalahkan kurir untuk mengalihkan tanggung jawab.

Pertengahan bulan Maret 2004, saya ditelepon oleh orang yang berbeda dari credit control dan sekali lagi saya harus menceritakan ulang komplain saya. Saya sungguh amat berharap dia menjadi orang terakhir yang bisa segera memberi solusi karena dia berjanji membantu menyelesaikan masalah dan akan menghubungi saya segera setelah berbicara dengan atasannya serta petugas terkait. Sayangnya, janji ternyata tinggal janji belaka.

Minggu kedua bulan Mei 2004, lagi-lagi saya dihubungi oleh petugas yang berbeda. Saya minta kepada petugas tersebut untuk menyampaikan pesan saya kepada orang-orang yang pernah menangani komplain saya untuk segera menghubungi saya agar masalah segera dapat diselesaikan.

Sungguh amat saya sayangkan, hingga surat pembaca ini saya tulis tidak ada telepon dari BII. Tidak adanya niat baik dari BII yang sengaja mengulur-ulur waktu terlihat dari tindakan untuk menteror saya dengan tetap mengirimkan nota tagihan bulanan dan tetap mengenakan late charges & finance charge seakan-akan kesalahan ada pada pihak saya. Bahkan 23 Juni 2004 saya menerima surat ancaman "Pemanggilan Melalui Media Massa."

Bersama surat ini saya menyatakan bahwa pada tanggal 22 Juni 2004, saya telah menutup kartu kredit yang sedianya memang sudah harus saya lakukan sejak November 2003. Oleh sebab itu saya juga menarik kembali uag perpanjangan iuran tahunan Rp 120 ribu yang sudah telanjur saya bayarkan degan cara memotong dari nota tagihan tertangal 28 Januari 2004 (Rp 196.561 - Rp 120.000 = Rp 76.561) karena pihak BII telah ingkar janji dalam memberi jaminan bahwa kejadian yang sama tidak terulang kembali. Pelunasan pembayaran Rp 76.561 sudah saya laksanakan pada tanggal 22 Juni 2004.

Terlampir untuk redaksi, copy surat permintaan maaf dan credit card statement dari BII serta faks yang menyiratkan kefrustrasian saya dalam menghubungi orang-orang BII, dan juga bukti pelunasan saya Rp 76.561. Saya berharap menjadi customer terakhir yang menjadi korban layanan BII yang sangguh luar biasa mengecewakan. Padahal selama ini saya selalu melunasi tagihan dengan pembayaran penuh (tidak pernah cuma membayar minimum pembayarannya saja).


Waspada Kartu Kredit Permata

Berawal dari November 2003 (lupa tanggalnya), saya ditawari Kartu Visa Gold Bank Permata melalui telemarketing. Awalnya saya tolak, tetapi diiming-iming gratis akhirnya saya terima. Masalah timbul pada tanggal 26 Februari 2004 sewaktu tagihan pertama saya terima, sebesar Rp 9.967.680 termasuk iuran tahunan Rp 125.000 (No 4988 5353 0020 7399). Saya keberatan dengan hal itu. Karena merasa dibohongi, saya segera menghubungi CSO (waktu itu dengan pak Budi) pukul 16.00. Dengan alasan sistem komputer down, saya diminta untuk menghubungi kembali besok. Keesokan harinya, tanggal 27 Februari 2004 pukul 09.05, saya kembali menghubungi CSO dan dilayani oleh Ibu Wiyan.

Setelah menerangkan pokok masalah dan melalui pembicaraan yang cukup lama termasuk berulang kali di hold karena Ibu Wiyan harus berdiskusi dengan atasannya, akhirnya disetujui saya harus membayar tagihan Rp 9.842.680 sesuai pemakaian dikurangi Rp 125.000. Tidak dikenakan biaya apa pun termasuk seperduabelas iuran tahunan yang akan dikenakan karena saya sudah satu bulan memakai kartu, dengan syarat saya harus menutup kartu Visa dimaksud. Hal ini langsung saya setujui dan hari itu juga saya membuat surat pernyataan dan di faksimile ke (021) 7459425. Tanggal 2 Maret 2004 saya melakukan pembayaran Rp 9.842.680 melalui ATM Bank Permata Cabang Kelapa Gading, Jakarta, dan menyerahkan kartu Visa yang sudah terpotong.

Tanggal 3 Maret 2004 pukul 13.00 saya mengonfirmasikan hal ini yang diterima oleh Bpk Hendra dan mendapatkan penegasan bahwa masalah sudah selesai. Tanggal 26 Maret 2004 datang tagihan bunga sebesar Rp 370.078. Kaget, saya menghubungi CSO pukul 13.20 dan dilayani Ibu Catur yang dengan entengnya mengatakan itu adalah bunga dari transaksi belanja saya.

Lucu, seluruh tagihan sudah dilunasi kecuali iuran Rp 125.000. Bunga transaksi dari mana? Tidak ada penyelesaian, Ibu Catur mengatakan keberatan saya akan dicatat dan juga ditegaskan kalau hal ini belum selesai. Saya bingung. Apakah kata-kata dari Ibu Wiyan dan Bpk Hendra tidak mewakili Bank Permata?


Penipuan Gaya Bank Permata

Saya nasabah Bank Permata saat masih bernama Bank Bali. Namun, belakangan saya kecewa dengan ulah pengurus kartu kredit Bank Permata. Beberapa bulan belakangan istri saya, resepsionis kantor, bahkan teman sekerja yang kebetulan duduk bersebelahan kerap diteror oleh seseorang. Penelepon menyebut saya belum membayar tagihan selama tiga bulan. Penelepon juga memarahi resepsionis kantor yang tidak tahu apa-apa, padahal peneror tidak pernah menitipkan nomor teleponnya (sampai wanita penerima telepon itu menangis di depan saya). Ia juga memaki teman yang mengangkat telepon di meja saya karena saya tak ada di tempat.

Belakangan saya mendapat surat somasi (peringatan) dari Konsultan Hukum Robin Sulaiman dan Rekan. Ada nomor kontak yang harus saya hubungi jika tidak mau dikenai sanksi hukum. Namun, saat saya kontak berkali-kali, tak ada yang mengambil telepon itu. Akhirnya saya telepon kantor konsultan hukum tersebut. Dari staf kantor itu baru saya memperoleh nomor telepon yang sebenarnya.

Setelah bisa dihubungi, ternyata terjadi kekeliruan. Pembayaran yang saya lakukan jatuh ke nomor kartu lain, yang dikirimkan Permata Bank Card Centre tanpa persetujuan saya. Kartu yang pertama aplikasinya lewat telepon, yang saya pikir karena otomatis saya sebagai nasabah Bank Permata. Kartu lain yang dikirimkan saya pikir merupakan kartu baru pengganti kartu lama. Saya merasa dirugikan dengan tindakan ceroboh Bank Permata, mengirim dua kartu dengan nama sama (buat apa?) dan lantas meneror saya dan banyak orang lain yang tak terkait seolah-olah saya tidak membayar tagihan.


"Print Out" ATM BCA

Sudah sering terjadi, hasil print out ATM BCA tidak terlalu jelas untuk dibaca. Pada tanggal 13 Agustus 2004, saya membayar rekening listrik, air, dan telepon di ATM BCA Taman Ratu, Jakarta Barat. Baik angka-angka maupun huruf yang tercetak "terpenggal" sehingga sulit dibaca (sebagian tidak dapat dibaca). Bukti print out tersebut akan dibukukan di bagian pembukuan sehingga hasil print out yang tidak bagus sangat mengganggu dan bisa salah dibukukan jika tidak menulis kembali angka-angka tersebut.

Sering juga hasil print out ATM BCA kurang hitam/kurang biru, sehingga jika perusahaan hendak memfotokopi kembali print out ini, hasilnya pasti jelek/buram. Jangankan untuk difotokopi, aslinya saja kurang terang untuk dibaca. Mohon agar BCA dapat selalu mengecek pita atau hasil print out agar hasilnya selalu cukup hitam/biru untuk dapat diperbanyak oleh yang berkepentingan.


Jaminan Hilang di Bank Permata

Saya bekas karyawan Bank Permata yang sudah mengundurkan diri per tanggal 1 Mei 2004, dan sudah melunasi sisa pinjaman tanggal 28 April 2004. Tetapi, saat meminta buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) yang menjadi jaminan atas pinjaman tersebut, oleh karyawan Bank Permata (Nadia Eksanthi) dinyatakan tidak ada. Sementara bukti penukaran jaminan tertanggal 20 September 2002 diterima sendiri oleh Nadia Eksanthi dan Tri Mulyani (saat itu keduanya sebagai HRD Bank Universal). Deviasi atas BPKB tersebut tak dibalik nama telah disetujui oleh pejabat HRD yang berwenang di Bank Universal (Bapak Arjuna, dan menurut Bapak Arjuna setiap deviasi yang telah disetujui pasti ada catatan dari beliau atas deviasi tersebut di file HRD).

Sampai saat ini saya sudah melakukan segala upaya untuk meminta pertanggungjawaban, di antaranya kepada Bapak Krisbianto (GM HRD yang merupakan eks Bank Universal) dan Bapak Mahdi (Direktur Permata yang merupakan eks Direktur HRD Bank Universal) tetapi tidak ada respons. Ironisnya malah saya yang disudutkan seolah-olah tak pernah menyerahkan jaminan BPKB tersebut. Bukankah selaku pejabat bank lebih tahu bahwa bagaimana mungkin seorang debitor yang mengajukan penukaran agunan dapat menarik jaminan lama tanpa menyerahkan terlebih dahulu jaminan pengganti.

Saya berharap adanya niat baik dari manajemen Bank Permata untuk menyelesaikan masalah hilangnya BPKB itu. Saya kecewa sekali sebagai eks karyawan Bank Permata tidak seharusnya seperti ini citra Bank Permata yang dikatakan sebagai bank kelima terbesar dengan sistem manajemen yang tidak bertanggung jawab dan berkesan "cuci tangan".


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws