Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Bank (5)

1| 2| 3| 4| 5| 6| 7| 8| 9| 10| 11| 12| 13| 14

 

Menyimpan Uang di BCA

Ibu saya (Rahmiyeti) menempatkan dana pada deposito sebesar Rp 90 juta roll-over setiap bulan di BCA Cabang Pondok Gede Raya, Bekasi, sekitar Desember 2003. Waktu itu ibu saya ketinggalan kacamata bacanya sehingga kesulitan penglihatan. Lalu, ibu saya menyerahkan buku tabungannya kepada teller (inisial "RN") dan minta bantuannya untuk menuliskan nomor rekening tabungan a/n Rahmiyeti sebagai tempat menampung bunga depositonya secara otomatis. Tetapi, bunga selama dua bulan (Desember 2003 dan Januari 2004 sebesar Rp 762.000) nyasar ke rekening tabungan a/n SNS, dan itu pun baru ketahuan setelah ibu saya secara kebetulan memeriksa saldo tabungannya.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa kekeliruan menulis nomor rekening bisa langsung menuju nomor rekening yang sudah terpakai (a/n SNS), kenapa tidak menuju nomor rekening yang belum terpakai (ada kontrol komputer yang menampilkan message "Nomor Rekening Tidak Ada"). Saya ragu kejadian tersebut tidak ada unsur kesengajaan. Petugas teller itu dan atasannya meminta maaf kepada ibu saya bahwa kejadian tersebut adalah kesalahan BCA dan mengakui bahwa nomor rekening tersebut ditulis RN, walaupun yang menandatangani ibu saya (tulisan ibu saya dan "RN" sangat jauh berbeda dan itu sudah disaksikan petugas BCA lainnya).

Solusi yang ditawarkan petugas teller tersebut saat itu adalah mencicil dengan alasan gaji "SNS" sebesar Rp 500.000 sehingga tidak akan mampu melunasi. Apakah begini cara BCA memperlakukan seorang perempuan tua lemah yang kesulitan penglihatan? Bagaimana dengan bunga deposito selama dua bulan tersebut, padahal bunga itu tentu sudah berbunga pula apabila masuk ke rekening tabungan? Sampai saat ini belum ada upaya untuk menyelesaikan, bahkan ada kesan mengulur-ulur waktu.


Administrasi BNI Securities

Istri saya mentransfer dana dari tabungannya di Bank Mandiri Ciputat ke beberapa rekening reksadana (9/9) atas nama saya, termasuk ke rekening reksadana BNI Syariah BNI Securities. Namun, ketika menerima laporan reksadana bulanan (10/10), ternyata dana yang ditransfer satu bulan lalu tidak tercantum.

Ketika ditanyakan ke BNI Securities, mereka menyatakan tidak memiliki data transaksi tersebut. Padahal, sesaat setelah mentransfer dana itu, istri saya telah mengirimkan slip transfer ke faksimile BNI Securities dengan menambahkan nama saya dan nomor rekening reksadana sekali lagi, selain dalam kolom berita pada slip transfer bank. Bukti pengiriman faksimile menyatakan slip tersebut telah diterima. Saya memang tidak mengisi formulir pembelian unit penyertaan karena memang tidak memiliki formulir.

Prosedur hanya mengirimkan bukti transfer biasa saya lakukan tiga tahun terakhir ini jika berinvestasi reksadana di manajer investasi (MI) lain. Setelah bolak-balik menelepon BNI Securities menanyakan dana investasi itu, akhirnya dana tersebut dapat dilacak dan memang sudah ada di rekening BNI Securities sejak sebulan lalu tetapi tidak dapat dibukukan karena nama pengirim dana dan nasabah reksadana berbeda. Mereka bersikeras menyatakan tidak menerima kiriman bukti transfer. BNI Securities juga menolak membukukan dana tersebut dengan perhitungan nilai aktiva bersih pada tanggal (9/9) pada saat dana efektif diterima BNI, melainkan NAV pada (11/10) pada saat saya menanyakan masalah itu yang tentu nilainya berbeda.

Akhirnya saya kehilangan kepercayaan terhadap BNI Securities dan menarik seluruh investasi saya. Ternyata persoalan tidak selesai sampai di sini. Tanggal 15 Oktober 2004 saya hanya menerima setengah dari unit investasi meskipun dalam formulir penarikan telah ditulis penarikan untuk semua unit reksadana dan ditulis sendiri oleh staf BNI Securities.

Saya sangat menyesalkan kinerja manajemen BNI Securities yang tidak proaktif menanyakan kepada pengirim dana atau nasabah atas kiriman dana yang tidak dapat diproses, sehingga dana tersebut menjadi tidak bertuan dan tidak produktif selama satu bulan, serta rendahnya tingkat akurasi pelaksanaan perintah nasabah.


Dibuat Sibuk ATM BNI

Pelayanan BNI Cabang Jatinegara, Jakarta Timur (Gedung Menara Saidah) tidak memuaskan. Tanggal 4 Maret 2004, saya sebagai nasabah Bank BNI karena keterpaksaan (gaji ditransfer melalui BNI) akan mengambil uang di ATM BNI tersebut. Ternyata pintu ATM dikunci karena ada hujan badai, dengan alasan pintu selalu buka-tutup yang bisa membuat pintu ATM rusak. Lalu saya meminta seseorang untuk menyuruh petugas satpam BNI guna membuka pintu ATM. Ternyata petugas satpam itu hanya berdiam diri tanpa memedulikan saya yang sedang menunggu di depan ATM. Akhirnya saya berjalan menuju gedung dan komplain masalah ini kepada salah seorang petugas pelayanan konsumen di bank itu. Kemudian saya disarankan untuk meminta kepada petugas satpam tersebut guna membuka pintu ATM.

Saya sudah menjelaskan permasalahannya, tetapi tetap disuruh mendatangi petugas satpam untuk minta dibukakan pintu ATM. Pada saat saya mendatangi petugas satpam untuk minta dibukakan pintu, tiba-tiba petugas satpam itu meminta agar saya mengambil uang di dalam saja, tidak perlu lewat ATM, tanpa menjelaskan lebih lanjut. Saya kembali ke dalam bank untuk mengambil uang, ternyata tidak bisa karena tidak membawa KTP. Akhirnya saya disuruh kembali untuk ambil lewat ATM. Saya merasa dipermainkan karena di ping pong hanya untuk mengambil gaji. Saya sebenarnya terpaksa membuka rekening di bank tersebut. Apakah ini merupakan sikap profesional dan pelayanan yang bisa diberikan sebuah bank pemerintah. Saya dibuat sibuk oleh ATM Bank BNI.


Kredit Niaga, Transfer Balance

Kami sebagai pemegang kartu kredit ANZ merasa sangat dirugikan dan tertipu dengan penawaran transfer balance tagihan kartu kredit ANZ ke kartu Niaga yang ditawarkan oleh agen marketing PT Swara Cipta Caraka bernama Sdri Erma melalui telepon.

Pada saat dihubungi, penawaran tersebut berupa paket kartu kredit Niaga, kartu belanja Carrefour, serta paket berlibur di Anyer, dengan harga Rp 475 ribu.

Karena penawaran yang begitu "menarik" kami menyetujui untuk bertransaksi. Betapa terkejutnya kami pada saat menerima lembar penagihan dari ANZ sudah terdapat tagihan sebesar Rp 475 ribu tanpa ada kartu kredit Niaga dan kartu belanja Carrefour. Yang hanya kami terima adalah voucher paket berlibur di Anyer.

Sudah capek mem-follow up hal ini baik ke call center Niaga, ANZ, serta PT Swara Cipta Caraka, tetapi hasilnya belum ada. Jadi berhati-hatilah Anda jangan sampai hal ini dialami oleh Anda sebagai pemegang kartu kredit.


Tidak Mengajukan Aplikasi BCA

Pada bulan Desember 2003, BCA Card Center mengirim dua kartu kredit atas nama saya ke alamat rumah. Beberapa hari kemudian, karena merasa tidak mengajukan aplikasi, kepada petugas Card Center melalui telepon, saya menyatakan penolakan menerima dua kartu kredit itu. Selain sudah memiliki kartu kredit dari dua bank terkemuka, dompet saya juga sudah penuh dengan sejumlah kartu plastik lainnya. Jelas dalam tiga kali telepon penolakan itu, antara lain kepada Sdri Echi pada pukul 14.00 tanggal 15 Januari 2004, saya menyatakan tidak membutuhkan kartu kredit BCA.

Ternyata, ke alamat rumah masih juga dikirim lembar tagihan rekening kartu kredit disertai dengan rincian kewajiban saya dengan ditambahi kalimat tidak sopan: "Anda telah menunggak lebih dari 45 hari, mohon segera melunasinya..." (Tanggal Rekening 3/2/04). Sejak kapan saya secara sukarela mengajukan diri menjadi debitor BCA Card Center? Dari mana BCA Card Center memperoleh nama dan alamat saya, kemudian tanpa persetujuan saya menjadikan saya sebagai debitornya? Mestinya, kalau komunikasi internal BCA Card Center berjalan baik, saya tidak perlu menelepon sampai tiga kali. Saya berharap, dalam melakukan pemasaran, BCA Card Center memakai cara-cara lebih sopan dan profesional.


Kartu Amex Merugikan

Saya pemegang kartu kredit American Express (Amex) gold (No 3769 250627 XXXXX) telah dirugikan oleh pihak Amex pada saat mau menutup kartu kredit (melunasi total tagihan). Kronologinya, pada tanggal 9 Februari 2004, melalui istri, saya menanyakan sisa saldo tagihan kepada customer service Amex dan diinformasikan sisa saldo Rp 3.373.000 (tanpa diinformasikan saldo sejumlah itu adalah sebenarnya balance sheet per tanggal 23 Januari 2004 -dalam hal ini pihak bank tidak menginformasikan kondisi saldo yang sebenarnya). Pada 12 Februari saya transfer lewat ATM BCA Rp 3.373.000 (dengan asumsi informasi dari Amex adalah saldo yang sebenarnya).

Tanggal 20 Februari, saya konfirmasi kepada customer service Amex (Ibu Putri) untuk menutup kartu kredit dan menanyakan apakah masih ada sisa saldo. Diinformasikan sisa saldo Rp 27.962 (lagi-lagi pihak Bank Amex via customer service tak menginformasikan saldo yang sebenarnya).

Dengan asumsi sisa saldo Rp 27.962, pada 24 Februari saya transfer Rp 27.962 ke Amex, dengan harapan tanpa ada tagihan lagi. Namun, tiba-tiba pada tanggal 3 Maret 2004 saya mendapat perincian tagihan dan tagihan bunga sebesar Rp. 65.000. Saya berharap tidak lagi mendapatkan tagihan bunga karena sudah membayar lunas tagihan kartu kredit sesuai informasi dari pihak customer service Amex. Ternyata impian saya tidak menjadi kenyataan. Yang mengecewakan dan merugikan nasabah adalah pihak customer service tidak memberikan informasi saldo yang sebenarnya pada saat nasabah menanyakan informasi saldo saat itu. Tidak menginformasikan kalau transfer lewat ATM dikenakan charge Rp 5.000 per transaksi. Dengan demikian, hal-hal ini berakibat nasabah masih mendapatkan sisa tagihan dengan tambahan beban bunga walaupun nasabah sudah menjalankan kewajibannya seperti yang diinformasikan pihak customer service Amex.

Pada tanggal 3 Maret 2004, saya sudah coba komplain ke customer service Amex via Ibu Windy dan diteruskan ke Ibu Putri. Dengan diskusi yang panjang mereka mengakui bahwa informasi yang diberikan kepada nasabah memang bukan informasi yang sebenarnya karena disebabkan sistem mereka yang tidak mendukung dan nasabah tetap diharuskan menanggung beban kerugian membayar bunga yang disebabkan informasi yang salah oleh pihak Amex via customer service. Saya juga pemegang kartu kredit bank asing lain yang ada di Indonesia dan tak mengalami kejadian seperti itu ketika menutup kartu kredit. Customer service bank bersangkutan menjamin bahwa sisa balance sheet yang ditanyakan nasabah adalah current balance yang sebenarnya dan juga mengingatkan untuk menambahkan biaya Rp 5.000 jika transfer lewat ATM.


Uang Palsu di ATM BII

Pada tanggal 26 Januari 2004 sekitar pukul 13.00, saya mengambil uang tabungan Bank Permata melalui ATM BII (Bank Internasional Indonesia) Cabang Lippo Cikarang, Bekasi. Pengambilan sebanyak dua kali masing-masing Rp 1.000.000 berjalan tanpa masalah. Setelah penarikan, saya bermaksud untuk menyetorkan ke salah satu rekening di BII. Setelah antre, uang saya serahkan kepada teller (seorang ibu), dan ternyata ada satu lembar Rp 50.000, yang saya ambil lewat ATM tersebut, dinyatakan palsu (tidak ada tanda garis mesin ATM) oleh teller.

Pada waktu itu saya nyatakan protes, namun tidak ditanggapi dengan alasan karena semua uang sudah diaudit. Padahal, pengaduan sudah lebih dari 30 menit (Saya tidak periksa semua uang dan antre cukup lama). Dengan kejadian ini, saya kecewa dan kepada para nasabah agar hati-hati dengan uang palsu di ATM BII Lippo Cikarang. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi, mohon penjelasan dari pihak BII.


HSBC VISA Mngecewakan

Saya adalah pemilik kartu HSBC VISA dengan nomor kartu 4544-9300-2473-XXX sejak Oktober 2001. Selama menggunakan kartu tersebut saya tidak pernah mengalami masalah ataupun telat bayar.

Masalah kemudian timbul pada saat masa habis kartu saya yakni Oktober 2003, sebelum bulan Oktober 2003 saya sudah menghubungi pihak Customer Service Phone Banking HSBC VISA untuk proses perpanjangan kartu dan diterima dengan baik oleh petugas CS HSBC VISA namun hingga pertengahan Oktober kartu baru HSBC VISA belum saya terima dan saya kembali menghubungi pihak CS HSBC VISA yang untuk kemudian memproses penerbitan dan pengiriman kartu baru HSBC VISA namun hingga pertengahan November saya masih juga belum menerima kartu HSBC VISA yang baru sampai saya menghubungi pihak CS HSBC VISA untuk ketiga kalinya.

Yang menjadi pertanyaan bukankah apabila kartu kredit telah habis jangka waktunya maka pihak bank pengelola kartu kredit akan mengirimkan secara otomatis kepada pemegang kartu? HSBC yang selama ini dikenal sebagai bank asing terkemuka memiliki jaringan luas dan pelayanan professional ternyata tidak lebih dari amatiran. Apakah penerbitan kartu baru HSBC VISA yang jatuh tempo sekitar Oktober-November 2003 ditunda penerbitannya karena menghadapi Idul Fitri dan libur panjang? Lalu dimana hak nasabah pemegang kartu kredit? Mohon penjelasan dari pihak HSBC VISA.


Uang Palsu ATM Mandiri

Kami mengambil sejumlah uang di ATM Mandiri Jalan Dipati Ukur, Bandung (Institut Teknik Harapan Bangsa) pada hari Minggu, 23 Mei 2004 pukul 12.12 WIB. Dari jumlah yang diambil terdapat selembar pecahan Rp 50.000 palsu. Kami tidak menyadari uang itu palsu sampai mencoba membayarnya di salah toko di Bandung, yang kemudian ditolak karena ternyata palsu. Kejadian tersebut kami laporkan ke Bank Mandiri di Jl Siliwangi, Bandung pada Senin pagi berikutnya yang dekat dengan kami menginap. Laporan tersebut ditanggapi oleh pejabat Bank Mandiri, bahwa pengisian ATM tersebut dilakukan oleh pihak ketiga yaitu PT Securicor, dan akan ada pejabat dari perusahaan itu yang akan menghubungi kami.

Karena kami harus kembali hari Senin itu juga ke Jakarta, maka komunikasi dilakukan per telepon. Selanjutnya kami mendapat jawaban dari petugas PT Securicor yang mengecewakan dengan mengatakan, ATM itu belum dilengkapi kamera/perekam dan sulit dibuktikan uang tersebut memang dari ATM Bank Mandiri. Dan menurutnya bukan ATM Bank Mandiri saja yang ada uang palsunya, tetapi ATM bank lain juga demikian. Dengan kejadian tersebut kami yang awam soal perbankan bingung, karena kami dihubungi oleh pihak ketiga (PT Securicor) yang tidak ada hubungan langsung dengan nasabah dan itu merupakan urusan intern Bank Mandiri.

Kelihatannya nama bank tidak menjamin uang-uang yang disediakan pada ATM bank adalah asli, dan bagaimana kualitas supervisi bank yang bersangkutan dalam hal pengontrolan bahwa uang yang disebarkan ke masyarakat adalah asli. Kekurang nyamanan dan tidak efisien dalam klaim uang palsu sebagai nasabah Bank Mandiri, kami rasakan karena harus menyediakan waktu untuk kembali ke Bandung dan menulis kronologis kejadian di atas meterai serta harus melakukan komunikasi telepon yang kalau dihitung lebih dari nilai uang palsu yang diklaim.


"On Line" = "High Cost"

Saya mempunyai rekening Taplus di Bank BNI Cabang Mattoangin Makassar. Pembukaan rekening di Bank BNI terpaksa saya lakukan karena rekening kantor untuk gaji ada di Bank BNI. Pada tanggal 13 Januari 2004 saya melakukan penarikan di Cab Mattoangin di atas nominal Rp 5 juta. Karena saya minta pecahan Rp 100.000 dan tidak ada, saya disarankan untuk menarik di Cab Somba Opu.

Pada hari itu juga saya menarik di Cab Somba Opu. Di Somba Opu saya disuruh menunggu karena sedang tidak on line dengan Mattoangin. Pada saat saya melihat buku rekening terdapat biaya penarikan antarcabang. Setelah saya konfirmasikan dengan Cab Mattoangin memang dikenakan biaya Rp 1.000 untuk penarikan Rp 5 juta sampai dengan Rp 25 juta dan Rp 2.500 untuk penarikan di atas Rp 25 juta.

Atas kasus ini saya mau memberi masukan dan bertanya kepada pihak Bank BNI dan bank yang menerapkan hal ini dan banking system secara keseluruhan. Apakah dengan sistem pelayanan, termasuk on line yang diterapkan dan promosi program-program lain, bank ini berarti hanya menambah biaya yang akhirnya dibebankan kepada nasabah? Mulai transfer uang ke cabang lain ada biaya, administrasi juga dikenakan biaya, setoran uang ke cabang lain di luar kota, dan mungkin masih banyak lagi. Padahal dalam menghadapi era persaingan dan pasar bebas, termasuk sektor perbankan, kita dituntut untuk full service dan efisien. Kalau keadaan seperti ini bagaimana perbankan kita dapat kompetitif?

Saya tidak mempermasalahkan besarnya, tetapi urgensi dari dasar pengenaan biaya tersebut dikaitkan dengan efisiensi dan service perbankan. Apakah hal ini merupakan bentuk pembodohan terhadap publik dengan alasan pelayanan? Kalau hanya akhirnya dibebankan kepada nasabah, apa bank sudah tidak dapat mencari profit untuk menutup service cost? Belum lagi, khususnya Bank BNI, kalau setoran keluar kota, misal ke Cabang Medan, sering tidak on line dan harus menunggu atau minta konfirmasi ulang, padahal kebutuhan akan uang tersebut di Medan sangat penting.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws