Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Bank (8)

1| 2| 3| 4| 5| 6| 7| 8| 9| 10| 11| 12| 13| 14

 

Berbekal Surat Kepolisian

Tanggal 21 Maret 2004, ketika akan mengambil uang di ATM BCA di Semarang, saya terkejut karena saldo rekening berkurang Rp 11 juta. Esok harinya saya print saldo tabungan ke KCP BCA Siliwangi, Semarang, dan ternyata memang benar pada tanggal 17 Maret ada transaksi penarikan tunai sebesar Rp 1 juta di KCP BCA Siliwangi dan Rp 10 juta di KCP Kapas Krampung, Surabaya. Padahal saya merasa sama sekali tidak pernah menarik uang sebesar Rp 11 juta di Tahapan. Setelah kejadian tersebut saya langsung pulang ke Surabaya untuk mengecek kebenarannya lebih lanjut.

Sesampai di tempat kos, ternyata lemari sudah dibobol oleh teman kos satu kamar saya. Yang hilang uang saya beberapa ratus ribu, buku Tahapan BCA, dan handphone. Saya tidak mengetahui keberadaan dan tempat tinggal orang tersebut sekarang dan sulit untuk melacaknya.

Kemudian, pada tanggal 23 Maret saya cek ke KCP BCA Kapas Krampung, Surabaya, ternyata memang terjadi penarikan tunai lewat teller sebesar Rp 10 juta. Setelah saya konfirmasikan kepada pihak KCP BCA Kapas Krampung, ternyata ada orang lain (ternyata teman satu kos saya) yang memalsukan tanda tangan saya dan hanya berbekal surat kehilangan dari Kepolisian Wonokromo Surabaya menarik tunai tabungan saya.

Dari hasil konfirmasi saya kepada pihak KCP BCA Kapas Krampung, Surabaya, teller yang bersangkutan bersikeras bahwa tanda tangan yang ada di slip penarikan sama dengan yang ada di buku Tahapan saya.

Saya pernah membaca peraturan di buku Tahapan, apabila buku hilang dan disalahgunakan oleh pihak ketiga, hal itu tidak menjadi tanggung jawab pihak bank. Namun, dalam kasus ini, saya tidak mengetahui bahwa buku Tahapan saya telah dicuri orang. Tetapi itu bukan alasan yang tepat yang dijadikan pihak bank sebagai alat pembenaran jika pihak bank meloloskan/menyetujui hal tersebut.

Saya juga tidak habis mengerti mengapa teller BCA Kapas Krampung dengan mudahnya memberikan uang tunai sebesar itu. Seharusnya tidak semudah itu petugas teller memberikan sejumlah dana nasabah bila nasabah tersebut kehilangan identitas, seperti KTP/SIM/ ATM/Paspor. Perlu proses atau syarat tertentu untuk meyakinkan apakah benar pemegang buku tabungan tersebut benar-benar pemegang sah selain melengkapinya dengan surat kehilangan identitas dari kepolisian.


Citibank dan Prudential

Saya nasabah Prudential Insurance sejak tahun 2002. Sehubungan dengan kasus yang dialami oleh Prudential belakangan ini, maka saya bermaksud untuk menghentikan sementara pembayaran premi bulanan sampai ada kepastian. Selama ini pembayaran dilakukan melalui autodebet kartu kredit dengan Citibank sebagai provider.

Ketika menghubungi Citibank dengan maksud menanyakan, apakah mungkin melakukan penghentian pembayaran atas instruksi saya, saat itu dijawab tidak mungkin karena hal tersebut harus dikonfirmasikan kepada pihak Prudential langsung. Setelah saya menghubungi agen saya, diinformasikan bahwa seharusnya hal tersebut bisa dilakukan.

Tanggal 4 Mei saya kembali menghubungi Citibank untuk kepastiannya. Dijawab oleh customer service bahwa hal itu tidak mungkin mengingat Citibank hanya berfungsi sebagai bank pembayar. Jadi, selama belum ada instruksi dari pihak Prudential, saya sebagai nasabah tidak mempunyai wewenang apa pun, bahkan atas kartu kredit saya sendiri, untuk menghentikan pembayaran tersebut. Hal ini sungguh tidak masuk akal karena saya adalah nasabah yang membayar kewajiban dan seharusnya dilindungi hak-haknya.

Kalau demikian, apa bedanya jika saya menutup kartu saya, pembayaran premi akan otomatis terhenti dan baik pihak Citibank maupun Prudential tidak dapat berbuat apa-apa. Informasi dari agen saya, hanya Citibank & HSBC yang melakukan ketentuan seperti ini. Nasabah Prudential dengan provider kartu kredit lainnya tidak menjumpai masalah yang sama. Apakah nasabah kartu kredit sekarang memang sudah dianggap sebagai tambang uang yang, apabila lalai membayar, akan dihitung bunga dan denda, sementara apabila ingin menghentikan pembayaran, malah tidak bisa karena akan menutup sumber penghasilan bank penerbit kartu tersebut?


Nasabah Lippo dan ATM Niaga

Saya nasabah Bank Lippo yang pada 5 Juli 2003 sekitar pukul 12.30 melakukan penarikan dana sebesar Rp 200.000 melalui ATM Bank Niaga Cabang Ruko Tekstil Mangga Dua, Jakarta. Setelah jumlah penarikan diisikan, di layar muncul kalimat: "... transaksi tidak bisa diproses." Tidak ada uang dan bukti transaksi yang keluar. Dari mesin ATM juga tidak terdengar suara seperti biasanya jika transaksi berhasil. Ini disaksikan oleh Sdr Agus Jamiat, petugas satpam yang bertugas saat itu. Ternyata setelah dicek di ATM lain, dana saya sudah berkurang sebesar Rp 230.000.

Tanggal 7 Juli, saya melapor ke Bank Lippo dan dijanjikan akan diselesaikan dalam satu bulan. Tanggal 23 Juli saya diberi tahu, Bank Niaga menyatakan transaksi berhasil dan bukti transaksi akan diserahkan dalam 2 bulan (costumer service Bank Niaga, Sdr Yudha). Tanggal 15 September saya tanyakan lagi dan ternyata customer service Bank Niaga, Sdr Irfan, meminta waktu lagi sampai 15 Oktober 2003. Ternyata untuk mendapatkan uang sendiri, saya harus menunggu satu bulan lagi atau total empat bulan. Saya hanya berharap uang itu benar-benar bisa kembali, bukan hanya janji dan janji.


Pengalaman dengan ATM Bank BNI

Pada tanggal 26 Mei 2003, saya akan mengambil dana di ATM BNI 46 Cabang Jembatan Merah 2, Surabaya, pukul 06.27 WIB sebesar Rp 300.000, tetapi uang yang keluar dari mesin ATM hanya sebesar Rp 280.000. Pada slip penarikan tabungan dengan nomor rekord 4132 tetap terdebet sebesar Rp 300.000.

Saya sudah melaporkan hal ini ke BNI 46 Cabang Jembatan Merah Surabaya pada hari yang sama, sekitar pukul 08.30 WIB. BNI 46 berjanji untuk segera menangani laporan saya dan akan menghubungi saya untuk mengklarifikasi masalah tersebut. Namun, sampai tanggal 11 Juni 2003, saya belum juga memperoleh tanggapan dari BNI 46. Saya harap BNI lebih peduli dalam menangani keluhan konsumen.


Kartu Kredit BII Tidak Aman

Pada bulan April 2004, saya menerima tagihan kartu kredit BII (Bank Internasional Indonesia). Dalam tagihan tercantum transaksi tanggal 2-4-2004 di Mekar Raya Bandung Rp 4.392.842. Karena bukan transaksi saya, saya mengajukan komplain ke BII Card Center Bandung sekaligus menutup kartu kredit dimaksud untuk keamanan karena maraknya pemalsuan kartu kredit.

Bulan Mei 2004 tagihan direvisi dan saya menerima kartu kredit baru dengan nomor baru. Bulan Juni 2004 kembali transaksi Mekar Raya (2-4-2004) ditulis dalam tagihan. Saya mengajukan komplain, tetapi mendapat jawaban, itu benar merupakan transaksi saya. Saya segera meminta dikirim melalui fax bukti transaksi itu. Dalam bukti transaksi, tanda tangannya jelas amat berbeda dengan tanda tangan saya. Saya langsung mengajukan komplain.

Bulan Juli 2004 saya menerima tagihan yang sama sekali tidak direvisi atau komplain saya tidak dilayani. Saya kembali untuk mempertanyakan masalah itu. Petugas di Bandung segera menghubungi Card Center Jakarta dan mendapat jawaban: BII akan melayani komplain jika terdapat perbedaan penulisan nama dan nomor kartu, dan untuk perbedaan tanda tangan tidak akan dilayani, dan saya diminta menunggu surat resmi dari BII. Bulan Agustus 2004 saya menerima tagihan yang sama dan tidak ada penyelesaian. Saya kembali ke BII Card Center, tetapi menerima jawaban yang sama. Dengan kesal langsung menutup kartu kredit saya yang baru.

Yang menjadi permasalahan saya terhadap ketidakamanan penggunaan kartu kredit BII, bukankah dengan semakin maraknya pemalsuan kartu, tanda tangan pemilik merupakan bukti yang kuat untuk keamanan konsumen (meski masih bisa dipalsukan)? Menurut pengalaman saya, pihak merchant (usahawan) dalam hal ini kasir selalu meneliti setiap transaksi, jika tanda tangan ada perbedaan, transaksi tidak akan dilayani. Untuk kasus saya, bukankah itu menjadi tanggung jawab merchant dan BII? Kartu kredit BII untuk sementara tak aman karena tidak memiliki sistem perlindungan terhadap konsumen. BII agar dapat menyelesaikan dengan bijak. Bukti transaksi masih saya simpan.


Citibank Mengecewakan

Saya pemegang kartu Citibank Visa Classic (4541 7900 2515 1337). Outstanding saya bulan Mei 2003, adalah Rp 2.119.350 dengan limit kartu Rp 2.000.000. Pada waktu itu sempat beberapa kali saya dihubungi oleh staf dari Citibank (Saudara Johan) dari bagian Credit Counselor untuk menjelaskan beberapa alternatif keringan pembayaran. Pertama kali menghubungi, saya tertarik dengan pelayanan dan penjelasannya, seperti ingin membantu saya dalam mengatasi persoalan ini. Diberikan alternatif untuk ikut program pembayaran yang ringan, atau dengan pemberian diskon.

Pada akhirnya saya tertarik untuk melakukan pembayaran dengan diskon, dan telah mengemukakan maksud saya itu. Pada waktu itu menjanjikan kepada saya, akan memberikan potongan Rp 560.000 apabila bersedia melakukan pelunasan sebelum 14 Mei 2003. Akhirnya saya didampingi oleh suami (9/5), datang ke Citibank Pondok Indah, Jaksel dan ditemui staf Citibank (Sdr Kadek). Setelah perdebatan sangat alot dan tidak terjadi kata kesepakatan, akhirnya Sdr Johan baru keluar menemui. Saya menagih janji Sdr Johan, akan mendapat diskon sebesar Rp. 560.000. Tetapi, yang bersangkutan mengingkari komitmennya.

Saat itu juga dengan nada penuh emosi Sdr Kadek mengatakan, apabila menginginkan diskon sebesar itu maka saya harus membuat surat keterangan miskin dari kelurahan yang bersangkutan. Pernyataan itu jelas-jelas telah memukul harga diri sebagai seorang nasabah, yang mempunyai itikad baik untuk datang dan menyelesaikan pembayaran. Saya sebagai nasabah merasa telah dipermainkan dan dibohongi oleh Citibank dalam masalah ini. Mohon penjelasan dan perhatian Citibank. Perlu diketahui, bahwa saya telah melunasi semua kewajiban, tetapi tidak sesuai dengan komitmen yang pernah diucapkan oleh Sdr Johan dari pihak Citibank.


BCA Mengecewakan Nasabah Miskin

Saya sangat kecewa dengan pelayanan BCA KCP Buaran pada hari Rabu, 3 Desember 2003. Saya datang untuk melaporkan kehilangan Buku tabungan dan kartu ATM saya (tertinggal di taksi Koperasi Taksi Indonesia, dengan nomor body mobil 112/121) setelah melapor ke polres cakung.

Setelah cukup lama menunggu antrian, saya duduk di depan petugas pelayanan dan menanyakan ada apa. Maka sayapun menjelaskan permasalahan saya. Petugas yang cantik itu mempersilahkan saya menunggu karena ia masih harus melayani nasabah lain yang melakukan pembukaan rekening dan kontrol giro, yang antriannya ada di belakang saya. Sayapun nurut saja dan duduk di kursi biru BCA.

Sayapun menunggu sambil membaca-baca brosur BCA. 10 menit, 30 menit, 1 jam, hingga hampir dua jam, setelah nasabah lain selesai dilayani dengan senyum dan ramah, akhirnya tiba giliran saya. Sayapun menceritakan kembali bahwa kedatangan saya untuk melaporkan kehilangan agar mendapatkan buku dan kartu atm yang baru untuk menggantikan buku dan kartu atm yang hilang.

Ternyata jawabannya sangat mengejutkan: saya harus menutup rekening yang hilang itu, lalu membuka kembali rekening baru, itupun harus dengan adanya KTP asli atau resi. Padahal saya juga kehilangan KTP dan hari itupun juga sedang mengurusnya ke polisi, RT, RW, dan besok baru ke kelurahan.

Saya tanyakan kepada petugas tersebut, apakah tidak bisa mengganti buku dan kartu yang hilang dengan yang baru saja? Ternyata saya tetap harus membuka rekening baru.

Yang saya sesalkan, kalau hanya untuk bicara seperti itu, kenapa saya disuruh menunggu hingga pinggang ini pegal?!

Saya sangat kecewa kepada BCA. memang saya adalah nasabah BCA yang paling miskin dan paling tidak diperhatikan, walaupun saya menjadi nasabah BCA sudah lebih dari 3 tahun. Memang setelah usaha saya bangkrut, saldo saya tak sering mencapai angka jutaan, kecuali kalau ada transfer dari orang-orang yang menunggak hutang ke saya. Hingga saya lihat terakhir saldo saya tinggal 200 ribuan saja.

Oh ternyata benar bahwa di dunia kapitalis ini, hanya orang-orang kaya dan berbaju bersih dan mahal saja yang mendapatkan pelayanan dengan penuh perhatian dan senyum sapa yang ramah.


Bonus Kartu Bank BNI

Saya pemegang kartu kredit Bank BNI Master Card (No 5489 8888 0062 0079) merasa kecewa dengan program "Bonus Pasti" yang berakhir sejak bulan Juli 2003. Sebulan sebelum program berakhir (awal bulan Juni), saya mengajukan sejumlah point reward yang terkumpul untuk ditukarkan dengan hadiah (knife set dan mother dinning) yang ada pada program tersebut. Sekitar dua minggu kemudian, dari unit usage management menghubungi saya, dan petugas mencocokkan data dan bonus yang saya pilih untuk proses pengiriman. Namun, karena alasan keamanan-tujuan pengiriman dialamatkan ke Lhok Seumawe (Nanggroe Aceh Darussalam)-petugas menyarankan untuk mengalihkan tujuan pengiriman dan saya menyetujui untuk dikirim ke Medan (alamat saudara kandung).

Akhir bulan Juni, saya mencoba menghubungi Teleplus BNI untuk mengonfirmasi, dan dijelaskan petugas Teleplus bahwa "Bonus Pasti" telah dikirim 23 Juni 2003, dan dalam waktu dua minggu barang dapat diterima di alamat tujuan (Medan). Tetapi, sampai saat ini, "Bonus Pasti" tersebut akan berubah menjadi "Bonus Tidak Pasti". Sebab, pada tanggal 12 Agustus saya mencoba menghubungi Teleplus BNI, dan petugas teleplus menjanjikan besok sudah ada jawaban. Tanggal 13 Agustus 2003, kembali saya hubungi Teleplus, juga memperoleh jawaban yang sama (segera diproses dan akan diteruskan ke unit usage management). Cukup melelahkan.

Merasa kurang puas, 21 Agustus saya mencoba menulis e-mail ke Teleplus BNI dan memperoleh jawaban tanggal 24 Agustus dari Firman Sentosa -petugas yang membalas e-mail-bahwa persoalan ini (kembali) akan diteruskan ke unit usage management. Terakhir, tanggal 4 September pukul 15.30, saya berinisiatif (untuk terus-menerus) menelepon Teleplus dan diterima Sdri Tami, sungguh kekecewaan yang memuncak telah saya raih- seperti telah terekam dalam setiap complaint, kalimat "akan diteruskan ke unit usage management merupakan akhir dari pembicaraan kami. Bagaimana nasib akhir bonus saya? Apakah "Bonus Pasti" tahap dua yang sedang berlangsung akan memperoleh nasib yang sama? Mohon tanggapan.


Saham Mandiri Diskriminatif

Saya nasabah Bank Mandiri cabang Kelapa Gading, Jakarta, sejak tahun 1982 (awal BDN, lalu merger menjadi Bank Mandiri). Tertarik ada event Bank Mandiri go public, saya ingin berpartisipasi sebagai nasabah yang baik, sebagaimana kesempatan itu terbuka bagi seluruh masyarakat. Tanggal 9 Juni 2003, saya memperoleh kesempatan di cabang Mandiri karena itu pada 5 Juni 2003 saya menghubungi kantor cabang Bank Mandiri yang menyatakan pembelian harus melalui ATM. Sore hari mencoba lewat ATM dinyatakan telah habis. Penjelasan sesuai ketentuan, setiap pembeli dapat memperoleh maksimum 5.000 lot.

Saya ambil deposito yang tidak besar nominalnya meski kena penalti sebagai konsekuensi. Dengan penuh harapan saya membeli beberapa ribu lembar. Ternyata hanya memperoleh kurang dari 14 persen dari permintaan, sesuai konfirmasi penjatahan yang saya terima pada 11 Juli 2003. Yang mengherankan, mengapa ada sesama nasabah yang statusnya sama bisa memperoleh 100 persen permintaan? Di manakah letak perbedaannya? Mengapa Bank Mandiri diskriminatif? Seharusnya terbuka/transparan sesuai penjelasan Dirut Bank Mandiri baru-baru ini. Mohon perhatian dan penjelasan.


KPR Bank Windu Kencana

Saya nasabah KPR BWK (kredit pemilikan rumah Bank Windu Kencana), dan menjadi nasabah sejak 20 bulan lalu (A/C 012-20-2380. Sejak itu bunga KPR 19 persen, dan saya meminjam uang Rp 185 juta dalam jangka waktu 60 bulan dengan angsuran Rp 4.799.002 per bulan, dimulai tanggal 19 Oktober 2001. Bulan Desember ada kenaikan suku bunga menjadi 21 persen. Selama ini saya tidak pernah bisa tahu perincian saldo atau rekening koran per bulannya, maka pada saat suku bunga SBI turun pihak BWK tidak langsung menurunkan. Sehingga bunga yang sekarang berlaku (per Juni) menjadi 19 persen, sama pada saat saya pertama kali bertransaksi dengan pihak BWK, tetapi berbeda pokok pinjamannya karena sudah berjalan 20 bulan, yaitu pokok pinjaman sebesar Rp 142.868.744.

Dari hasil perhitungan itu angsuran saya per bulan menjadi Rp 4.848.645, dengan sisa jangka waktu 40 bulan. Secara logika saya sebagai orang yang tidak mengerti soal matematika, mengapa bisa beda hasilnya (angsuran per bulan), padahal pokok pinjaman sudah jauh berkurang. Hal ini sudah saya konfirmasikan dengan Kepala Cabang BWK Benhil Bapak Johny. Yang bersangkutan hanya mengatakan bahwa itu sudah hitung-hitungannya, tetapi tidak menjelaskan hitung-hitungannya seperti apa, padahal suku bunga SBI saat ini sudah turun terus, bahkan ada salah satu bank dengan bunga KPR 14 persen, jauh dari bunga KPR BWK. Mohon penjelasan dari yang berwenang di BWK sehingga nasabah dapat lebih mengerti dengan keadaan BWK saat ini.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws