Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Penerbangan (5)

1| 2| 3| 4| 5| 6| 7| 8| 9

 

Bagasi Star Air Merepotkan

Pada tanggal 4 Oktober 2004, saya melakukan perjalanan dari Kupang ke Jakarta dengan menggunakan Star Air dan harus transit dulu di Denpasar. Saya membawa satu koper dan kebetulan rombongan (tiga orang), dan semua barang disarankan ditaruh di bagasi karena di Denpasar harus ganti pesawat, dan mencegah risiko ketinggalan. Saran dan servis yang bagus. Perjalanan cukup menyenangkan meskipun ada penundaan 30 menit di Denpasar. Namun, permasalahan terjadi di Jakarta ketika menunggu bagasi tidak ada, sementara milik pimpinan saya ada. Ternyata sudah ada telex dari Denpasar bahwa bagasi saya ketinggalan dan akan dikirim dengan pesawat berikutnya, yang berarti tidak hilang. Saya disuruh menunggu karena tidak ada jasa pengantaran, dan saya tidak tahu standar peraturan apa ini.

Bukan saya yang salah, bahkan disarankan untuk memasukkan koper di bagasi supaya tidak ketinggalan, malah ditinggal oleh Star Air, dan saya yang harus menanggung. Saya ngotot tidak mau menunggu karena rumah di Bekasi dan waktu itu sudah pukul 17.00. Bayangkan kalau harus menunggu penerbangan dari Denpasar, pukul berapa sampai di rumah. Sekitar pukul 21.30 saya ditelepon bahwa koper saya sudah ada dan kapan mau diambil. Mereka tetap bersikukuh tidak ada jasa pengantaran, dan saya jawab agar disimpan saja. Keesokan hari saya ditelepon lagi, pukul berapa akan diambil. Dalam hal ini sebenarnya siapa yang salah. Namun, saya dibuat pusing dan harus membuang waktu serta biaya transportasi.

Tanggal 5 Oktober sore, koper saya ambil dan ketika saya tanyakan kalau kejadiannya pada saat berangkat apakah perlakuannya juga seperti ini. Petugas wanita (Dewi) mengatakan sama saja, yaitu tidak ada jasa pengantaran. Bayangkan kalau kejadiannya pada saat berangkat, sementara saya diburu waktu (karena ada acara penting) harus membuang waktu dengan urusan bagasi. Jika memang ada peraturan tentang hal tersebut, sebaiknya dalam salah satu klausul tertulis, sehingga lebih baik bagasi masuk di kabin, dan jika ada kejadian seperti yang saya alami, maka penumpang tidak akan marah. Saya tidak tahu pemikiran manajemen Star Air, sebab peraturan seperti itu membuat karyawan tidak mempunyai rasa tanggung jawab atas barang bawaan penumpang.


Perbedaan Harga Tiket Lion

Saya bersama suami mengalami pengalaman kurang menyenangkan mengenai harga tiket pesawat Lion. Kronologinya, 21 September 2003 kami berdua berencana pulang dari Makassar ke Jakarta. Tiga hari sebelumnya memesan tiket pesawat Lion melalui kakak ipar yang memiliki teman yang bekerja di Bandara Hasanuddin dan dikatakan, tiket siap untuk penerbangan kembali ke Jakarta pada 21 September 2003 pukul 13.45 WITA. Pada hari keberangkatan, kami tiba di bandara pukul 12.00 WITA, dan ternyata petugas menjelaskan, tiket untuk penerbangan pukul 13.45 WIT habis dan akan ada penerbangan berikutnya pukul 16.10 WITA. Karena harus kembali ke Jakarta pada hari itu juga, kami terpaksa menunggu.

Ketika menunggu saya sempat bertanya harga tiket di loket Lion dengan salah seorang petugas (lupa mencatat nama) dan dikatakan, harga tiket tujuan Jakarta Rp 459.000 untuk kelas bisnis. Saat itu langsung ingin membeli, tetapi dijawab loket belum dibuka untuk penerbangan pukul 16.10 WITA. Sekitar pukul 15.30 WITA tiket bisa dipesan, namun betapa terkejutnya ketika harga yang tertera sebesar Rp 799.500 untuk kelas bisnis. Karena waktu mendesak, dengan sangat terpaksa dan berat hati kami akhirnya membeli juga dua tiket. Hal lain yang membingungkan, yaitu dalam sampul depan tiket tersebut tertulis promosi dari Lion Air: "Terbang Dengan Lion Air Pulang Bawa BMW", tetapi kenyataannya kami tidak diberi undian. Sudah coba mencari, tetapi memang tidak ada sama sekali kupon undiannya, sampai akhirnya kami mengira-ngira, apakah ada permainan dari petugas loket. Mohon tanggapan pihak Lion Air mengenai perbedaan harga tiket dan kupon undian yang seharusnya menjadi hak konsumen.


Garuda Semakin Semrawut

Saya tidak habis pikir, naik Garuda Indonesia bukannya mendapatkan kenyamanan, malah kesemrawutan. Tanggal 19 Agustus, kami hendak kembali ke Jakarta setelah berlibur di Bali. Sesampai di Bandara Ngurah Rai, kami melihat pemandangan yang tak sedap di konter check in Garuda. Banyak orang marah-marah karena ditolak saat check in, padahal mereka sudah memegang tiket pesawat untuk nomor penerbangan dan jam yang sama dengan saya (GA 411) yang berangkat dari Bali pukul 15.35 WITA. Anehnya lagi, mereka tidak terlambat melakukan check in karena saat itu baru pukul 13.30 WITA. Saya heran kenapa mereka ditolak. Sebagian lainnya, termasuk saya, lebih terheran-heran lagi karena meskipun berhasil mendapatkan boarding pass, namun tak mendapat nomor tempat duduk.

Sesaat kemudian diumumkan, para penumpang yang telah mendapat nomor tempat duduk dipersilakan masuk pesawat. Lalu, berselang 10 menit diumumkan, para penumpang yang tidak mendapat nomor tempat duduk diharap masuk pesawat dan mengisi tempat duduk yang masih kosong. Maka terjadilah adegan dorong-mendorong dan perebutan bangku tempat duduk layaknya suasana di bus kota. Banyak yang bersitegang dan adu urat untuk mendapat tempat duduk yang enak. Para penumpang yang berangkat dalam rombongan terpaksa harus duduk terpisah saling berjauhan. Sebagian penumpang yang merupakan warga Jepang, Australia, dan Amerika geleng-geleng kepala dan tertawa sinis. Sebagai warga negara Indonesia saya merasa malu. Apakah seperti ini kualitas pelayanan Garuda Indonesia? Bukankah ini juga merupakan image pariwisata Indonesia?


Memesan Tiket di Sapta Tours

Untuk liburan ke Yogyakarta (1/6), kami sudah memesan dan membayar lunas tiket pesawat Garuda 207 sekali jalan Yogyakarta ke Jakarta untuk tiga orang melalui PT Sapta Tours, di Kyoei Prince Building, Jakarta. Dengan kode booking QHXZWY dan QHXVBU, memperoleh tiket dengan nomor 6371867738 sampai dengan 6371867740. Saya membayar tiket 23 Mei 2003 dengan status OK. Namun ketika kami rekonfirmasi tiket di Garuda Cabang Yogyakarta sehari sebelum kepulangan ke Jakarta (31/5), menerima kabar bahwa tiket sudah ter-cancel.

Mulanya kami panik karena harus segera kembali ke Jakarta sesuai dengan jadwal, dan yang terpikir adalah kalau status tiket belum OK, mana mungkin tiket sudah di-issued oleh pihak agen, dan mana mungkin pula kami membelinya.

Setelah ditelusuri oleh Garuda Yogyakarta (Bapak Sony dan Bapak Sentot sebagai staf Garuda di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta), ternyata tiket kami di-cancel (29/5) oleh PT Sapta Tours sendiri, lewat staf "VT". Tetapi berkat bantuan dari Kantor Garuda Cabang Hotel Ambarukmo Yogyakarta, kondisi tiket berhasil dikembalikan seperti semula, dan kami berhasil memperoleh seat untuk pulang ke Jakarta.

Kami mempertanyakan keprofesionalan manajemen PT Sapta Tours yang mengubah status tiket yang telah terjual dengan seenaknya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Dengan ter-cancel-nya tiket itu, kami hampir batal untuk kembali ke Jakarta dan dirugikan dari segi waktu serta biaya oleh PT Sapta Tours, terutama karena harga tiket yang telah kami bayar adalah tiket nonpromo, yaitu Rp 540.000 per tiket sekali jalan, yang cukup mahal dibandingkan dengan tiket penerbangan lainnya.


Celebes Airlines Mengecewakan

Pada tanggal 18 September saya memesan Tiket Pesawat Celebes tujuan Ujungpandang untuk penerbangan tanggal 23 September 2003, di Travel Agent langganan saya Fiera Tours and Travel diJalan Veteran Raya, Juanda. Tiket saya ambil pada tanggal 20 September dan diisued oleh Sdri Ulli (Fierra Tours) setelah sebelumnya dinyatakan Oke.

Tetapi alangkah terkejutnya saya, ketika di hari H, dimana saya berangkat dari rumah jam 03.00 untuk check in di Bandara Sukarno Hatta (karena pesawat take off jan 05.15), ternyata menurut petugas Check in counter, nama saya tidak terdaftar dan tidak dapat terbang pada hari itu. Petugas Celebes Airlines saat itu menyatakan bahwa yang bersalah adalah Travel Agent, karena tidak mengkonfirmasi terlebih dahulu mengenai status saya.

Betapa kecewanya saya, terlebih setelah saya menghubungi Fiera Tours, pihaknya justru melempar tanggungjawab kepada Pihak Celebes, dan Fierra Tours hanya mengembalikan uang tiket pesawat. Marah, kecewa dan sedih adalah perasaan saya saat itu.

Bukan uang penggantian tiket yang saya permasalahkan, tapi rasa kecewa yang mendalam, apalagi membayangkan berapa besar OPPORTUNITY COST saya yang hilang dengan batalnya saya ke Ujungpandang. Pihak Celebes pun sampai saat ini belum secara resmi memohon maaf kepada saya. Bagaimana ini Celebes?


Garuda Indonesia Kurang Profesional

Pada tanggal 14 Juli 2002, saya menggunakan layanan angkutan udara Garuda Indonesia (GA 193) dari Banda Aceh menuju Jakarta. Karena tidak ada penerbangan yang langsung menuju Jakarta, saya harus singgah di Bandara Polonia, Medan untuk menumpang pesawat Garuda lainnya (GA 187) yang menuju Jakarta.

Pada waktu check in di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh, saya mendapat dua lembar boarding pass, untuk penerbangan Banda Aceh-Medan dan untuk penerbangan Medan-Jakarta. Saya dapat memperlihatkan boarding pass beserta tiketnya pada saat masuk ke ruang tunggu keberangkatan pesawat di Bandara Polonia, Medan. Tetapi, tiket tidak dapat saya perlihatkan ke petugas pada saat akan keluar dari pintu bandara menuju pesawat. Petugas mengatakan bahwa boarding pass saja tidak cukup untuk menumpang pesawat Garuda, dan saya diharuskan membeli tiket baru untuk dapat melakukannya. Saya marah sekali mendengarnya, dan sedih ketika melihat pesawat yang seharusnya saya tumpangi sedang melaju di landasan pacu dan terbang menuju Jakarta.

Berbagai cara telah saya lakukan untuk mendapat kemudahan dari petugas Garuda yang berada di Bandara Polonia, Medan pada saat itu. Tidak ada yang terlihat peduli dengan masalah yang saya hadapi. Bahkan, timbul kesan bahwa mereka mengharapkan saya untuk membeli tiket penerbangan Garuda yang terakhir pada hari itu (sekitar jam 9 malam).

Akhirnya, saya membeli tiket penerbangan maskapai lain yang jauh lebih murah bila dibandingkan dengan Garuda, dan akan terbang 50 menit setelah kejadian yang saya hadapi ini. Saya berharap kasus ini dapat diselidiki oleh pihak-pihak yang terkait di Garuda Indonesia. Bila ternyata sistem yang ada memang seperti itu, saya mengharapkan agar dapat diubah agar dapat membantu konsumen lainnya yang menghadapi masalah seperti saya. Dan, kalau petugas di Bandara Polonia, Medan yang mengada-ada, saya mengharapkan agar petugas-petugas di bandara tersebut yang terkait dengan masalah ini dapat ditindak tegas oleh pimpinan Garuda Indonesia.


Pengalaman Buruk Naik Lion Air

Saya adalah pelanggan Lion air, dimana selama ini saya selalu menggunakan jasa penerbangan ini. Tetapi pengalaman terakhir saya menggunakan jasa penerbangan ini sungguh sangat mengecewakan, sangat-sangat mengecewakan.

Pada tanggal 18 Januari 2004, saya menggunakan jasa penerbangan, dari Jakarta ke Yogyakarta PP dengan jadwal Jakarta-Yogyakarta Pkl.06.00, sedangkan Yogyakarta-Jakarta Pkl. 19.45.

Pada saat berangkat dari Jakarta, saya Check in jam 05.45, dan tidak ada masalah di Counter Check in Jakarta, sehingga saya dapat berangkat on-time ke Jogyakarta. Sampai di Yogya, tiket langsung saya reconfirm untuk keberangkatan sore harinya, dan saya diinformasikan counter check-in dibuka pk.18.00 dan ditutup 30 menit sebelum pemberangkatan (19.15).

Pada sore harinya, saya beserta teman saya tiba diBandara Adi Sucipto pk. 19.00, dan samapai di depan counter 19.05, tetapi counter telah ditutup dan tidak ada satupun petugas Lion Air disana, sedangkan didepan counter masih mengantri belasan orang yang tiba sebelum pukul. 19 total ada 17 orang penumpang

Kami mengambil inisiatif langsung menanyakan ke bagian penjualan tiket Lion Air (dengan Bapak Yusuf dan Dedi- Kepala Cabang Lion Yogyakarta) di bandara, dan kami diberitahukan bahwa pesawat telah penuh, jadi kami semua tidak dapat diberangkatkan ke Jakarta, kalau kami mau dapat diusahakan berangkat besok tanggal 19 januari, pukul 11, itupun kala ada, karena tidak dapat dipastikan.

Para petugas Lion, dengan tidak simpatik mengatakan bahwa kami semua terlambat, jadi tidak bisa di berangkat, dan kalau kami mau silahkan besok dating lagi. Sedangkan pada saat kami sedang berdebat panggilan boarding baru terdengar.

Dalam 17 Orang penumpang yang diterlantarkan oleh Lion Air tersebut terdapat keluarga yang membawa anaknya masih berumur 3 tahun, ada dokter bedah yang akan melakukan bedah pukul 07, besok paginya, dan ada juga dari Klaten.

Karena kami tidak terlambat dan pembatalan ini dilakukan sepihak, maka kami meminta Lion Air bertanggung jawab atas akomodasi untuk semua penumpang, tetapi petugas Lion Air, Bapak Herlen dengan ketus menolak, dengan alasan ini bukan kewajiban mereka. Setelah berdebat hampir 1 jam, kami meminta petugas Bandara (Bapak Susilo dengan beberapa petugas lainnya) sebagai orang tengah, barulah Bapak Dedi selaku pimpinan Lion Air Yogya mau memberikan akomodasi dan kami didapat kepastian untuk dapat berangkatkan besok dengan penerbangan 06.50.

Beginikah cara Lion Air menjalankan bisnisnya? Dimana diadakan promosi besar-besaran tetapi pelayannya mengecewakan, Penumpang harus protes dengan keras baru dapat memperoleh haknya.


Dipermainkan Garuda Indonesia

Garuda Indonesia membuat kesal dan kecewa. Saat petugas check in Garuda Indonesia Bandara Soekarno Hatta (30/3) menyatakan, tiket saya sudah habis masa berlakunya sejak 20 Maret 2003. Sementara saya telah mempergunakannya satu kali perjalanan. Ketika disodorkan kertas kecil berisi perubahan jadwal penerbangan dari agen perjalanan untuk menjelaskannya, petugas kemudian meminta saya menemui dan menjelaskan langsung ke customer service manager. Diperoleh penjelasan bahwa tiket dapat berlaku kembali dengan meminta persetujuan dari Duty Manager Garuda. Tetapi ternyata, petugas terakhir justru meminta saya untuk membeli tiket baru karena tiket itu sudah kadaluwarsa.

Ketika saya hendak membeli tiket baru dengan pertimbangan akan mempersoalkan hak tersebut di Yogyakarta, tanpa diduga Duty Manager Garuda kembali menghampiri saya di kasir dan menjelaskan, saya cukup membayar Rp 125.000. Permainan apa ini? Bagaimana mungkin saya bisa berangkat dari Yogyakarta ke Jakarta, dengan tanpa masalah (27/3), bila tiket saya dinyatakan invalid tanggal 20 Maret 2003? Mengapa kemudian menjadi persoalan ketika hendak balik ke Yogyakarta (30/3)? Dan mengapa ada kebijakan yang berbeda, di sisi customer services manager dengan duty manager?


Proses "Refund" Tiket Garuda

Saya membeli tiket pesawat Garuda Jakarta-Surabaya (No Tiket 126.6376.495.627) pada tanggal 3 November 2003 untuk penerbangan tanggal 21 November 2003. Berhubung ada perubahan rencana, saya melakukan pembatalan tiket itu. Pada waktu itu saya dilayani Ibu Mega. Karena pembatalan kurang dari 24 jam, pihak Honey Tour (tempat tiket dibeli) mengatakan bahwa pengembalian uang tiket akan dipotong. Saya menyetujui dan mengantarkan tiket asli yang oleh Ibu Mega diyatakan proses refund akan memakan waktu sekitar 1,5 bulan. Padahal menurut pihak Garuda (Bpk Halili), untuk proses refund butuh waktu dua minggu.

Pada Januari 2004, saya menghubungi kembali Ibu Mega guna menanyakan kapan uang dapat diambil. Dari dia saya memperoleh keterangan, proses refund belum dilakukan pihak Honey Tour kepada Garuda. Saat itu saya kecewa atas keteledoran ini. Saya memberi kesempatan kepada Honey Tour untuk melakukan kembali proses refund itu, dengan harapan maksimal Februari 2004 proses telah selesai. Namun kenyataannya, setelah total proses sudah berjalan empat bulan belum mendapatkan titik terang atas masalah itu. Pihak Honey Tour tidak pernah memiliki itikad baik untuk memberikan penjelasan kepada saya mengenai proses refund tersebut.

Beberapa kali saya telepon ke pihak Honey Tour yang selalu dijawab, masalah refund ditangani oleh Ibu Mega sehingga karyawan lain tidak tahu. Sementara Ibu Mega tidak pernah dapat dihubungi (selalu online atau tidak berada di tempat), akhirnya saya menitip pesan agar Ibu Mega selaku karyawan yang menangani kasus tersebut untuk menghubungi saya. Namun tidak pernah dilakukannya. Selaku konsumen tentu saya merasa kecewa atas pelayanan Honey Tour yang tidak profesional. Seolah-olah konsumen yang harus menanggung rugi atas keteledoran perusahaan. Saya masih berharap masalah ini dapat diselesaikan. 


Retsleting Tas Dipotong

Saya menggunakan pesawat Garuda (GA 161-PDG-CKG) dari Padang ke Denpasar (6/3), dilanjutkan dengan GA 406 (CGK-DPS). Transit di Bandara Soekarno Hatta sekitar 3,5 jam. Selama perjalanan, pelayanan yang diberikan cukup memuaskan. Tetapi, ada satu hal yang mengganjal, yaitu ketika tiba di Denpasar, setelah mengambil bagasi, dalam perjalanan menuju hotel, tak disangka retsleting tas-yang keduanya telah terkunci dengan nomor pengamanan kombinasi, didapatkan dalam keadaan telah dipotong. 

Mengetahui kondisi tersebut, langsung saya periksa isi tas dan beruntung tidak ada satu pun yang hilang, karena hanya berisi pakaian salin. Saya tidak ingin berpraduga, tetapi yakin ada oknum yang berniat buruk di balik peristiwa tersebut. Hal yang disayangkan, sementara pihak manajemen Garuda sedang ingin meningkatkan servis kepada konsumen, namun mengabaikan hal ini. 

Jangan biarkan peristiwa serupa terus berlanjut.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws