Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Penerbangan (4)

1| 2| 3| 4| 5| 6| 7| 8| 9

 

Bagasi Lion Air Tersiram Minyak

Tertarik dengan promosi undian Lion Air, kami sekeluarga (tiga dewasa dan satu balita) menggunakan Lion Air berangkat dari Bandara Soekarno- Hatta, Jakarta, Kamis (23/9) pukul 07.45 dan tiba di Bandara Sam Ratulangi, Manado, pukul 13.00. Sambil menunggu di ruang penerimaan bagasi, kami mendengar ocehan-ocehan penumpang lain karena tas/koper mereka tersiram minyak (bahan bakar baunya seperti minyak tanah). Karena sibuk mengurus pengambilan bagasi di tempat yang disediakan, ocehan-ocehan itu kami anggap biasa.

Dalam perjalanan dari Bandara Sam Ratulangi ke tujuan (sekitar dua jam perjalanan), sopir yang menjemput mengingatkan tentang bau minyak itu. Setiba di rumah, koper/bagasi kami buka ternyata sebagian isinya tersiram minyak. Kami amat kecewa karena baju- baju yang disiapkan untuk dipakai pada acara pernikahan ternyata tersiram minyak.

Mungkinkah minyak itu terpancar ke bagian bagasi saat pesawat diisi bahan bakar? Kami amat bersyukur saat mengambil bagasi di ruang tunggu Bandara Sam Ratulangi tidak ada yang merokok/pasang korek api, dan kalau ada bisa terjadi bagasi terbakar. Atas peristiwa itu, kami kembali tidak menggunakan penerbangan lain, bukan Lion Air.

Peristiwa itu seharusnya dilaporkan ke Lion Air Manado. Tapi karena kesibukan, pengaduan baru dilakukan 7 Oktober 2004 lewat faksimile ke (021) 6331045 kepada pimpinan Lion Air Jakarta. Namun sampai akhir Oktober, pengaduan itu tak mendapat tanggapan. Mohon perhatian Lion Air, jangan hanya promosi, tetapi utamakan keamanan dan pelayanan yang baik terhadap penumpang.


Pilot Marah Tunda Terbang

Kami ditugaskan ke Medan, dan memilih Adam Air (12/5). Saat keberangkatan, dari ruang tunggu para penumpang dipersilakan menuju pesawat. Namun, sesampai di pintu, kami tidak diperbolehkan masuk dan diminta menunggu di koridor yang panas karena tidak ada AC. Kami heran dan bertanya- tanya, ada apa. Sekitar 20 menit kemudian kami diminta kembali ke ruang tunggu.

Kepada petugas Adam Air, kami tanyakan ada apa, dan dijawab, pilot sedang marah. Ketika kami tanya kapan pesawat berangkat, mereka tidak tahu. Kami putuskan untuk pindah ke penerbangan lain karena tidak ada kepastian dari Adam Air. Tiket lalu ditandatangani pegawai Adam Air di depan loket Adam Air untuk proses refund.

Tanggal 26 Mei 2004, Bapak Henky dari Adam Air Tanjung Duren (nama lengkapnya tidak tahu, karena yang bersangkutan keberatan menyebutkan dan menyatakan sebagai wakil pemilik, Bapak Michael) menjelaskan, proses refund tidak bisa dilaksanakan karena pada tiket tidak ada cap refund serta tanda tangan yang menyetujui refund tidak disertai nama jelas. Bapak Henky menyatakan bisa saja kami tidak terbang tanpa persetujuan Adam Air. Karena itu, meyakinkan kami benar, Bapak Henky meminta saya mengambil kembali tiket di agen, membawanya ke bandara dan mencari orang yang menandatangani tiket pada 12 Mei 2004, meminta cap serta menuliskan nama jelas, lalu kembali ke agen untuk proses lebih lanjut.

Kami heran, karena peraturan itu tidak tercantum dalam pengumuman mana pun dan tidak pernah diinformasikan Adam Air sebelumnya. Rupanya pihak Adam Air tidak berupaya mengobati kekecewaan pelanggannya yang gagal terbang karena kesalahan Adam Air, dengan memberi servis yang baik saat proses refund, tetapi memperlakukan kami seperti penganggur dan pengemis dengan meminta untuk pergi pulang ke agen serta berkeliaran di bandara mencari pegawai yang dimaksud.

Padahal, fakta jelas, Adam Air yang salah. Jelas pula kami tidak memakai tiket pada tanggal dimaksud. Karena itu, secara logika jelas pula refund adalah hak kami. Selain itu, pihak travel agent menginformasikan proses refund memerlukan waktu 2-3 bulan. 


Keramahan di Mandala Airlines

Tanggal 19 Maret 2004, saya mengadakan perjalanan Jambi-Surabaya menggunakan Mandala Airlines dengan connecting flight Jambi-Jakarta dan Jakarta-Surabaya. Lalu tanggal 24 Maret 2004 saya kembali ke Jambi juga menggunakan connecting flight Mandala Airlines Surabaya-Jakarta dan Jakarta-Jambi. Saya menggunakan Mandala Airlines karena hanya itulah satu-satunya maskapai penerbangan di Jambi yang bisa connecting flight ke Surabaya. Namun, dalam perjalanan pulang pergi itu saya tidak melihat keramahan para awak (pramugari) maskapai penerbangan yang seharusnya menjadi tolok ukur pelayanan yang baik bagi sebuah maskapai penerbangan.

Sikap tidak ramah tercermin saat penumpang masuk atau keluar pesawat. Mereka menyapa penumpang hanya sekadar rutinitas tanpa senyum ramah, seolah hanya menjalankan prosedur. Ucapan "selamat pagi" atau "terima kasih" yang meluncur dari bibir para pramugari kepada penumpang disuarakan tanpa melihat orangnya. Tidak tebersit sedikit pun adanya ketulusan di wajah mereka, seolah para penumpang semacam robot berjalan. Pada saat membagi permen, penumpang yang tidak memerhatikan mereka panggil dengan kata-kata "heh.. heh.." sambil menyodorkan tempat permen.

Juga saat membagikan kotak makanan dan minuman, pramugari tidak mau bersusah payah untuk memberikan makanan kepada penumpang yang duduk di dekat jendela, tetapi diberikan melalui penumpang lain yang duduk paling dekat dengan mereka berdiri. Mungkin para pramugari lupa, sebagai salah satu perusahaan jasa transportasi mereka itu merupakan ujung tombak perusahaan dalam merebut simpati penumpang. Eksistensi sebuah maskapai penerbangan ditentukan oleh pelayanan mereka kepada para penumpang. Persaingan maskapai penerbangan saat ini semakin ketat sehingga untuk mempertahankan citra merupakan sebuah mahakarya. Bagaimana manajemen Mandala Airlines menyikapi hal tersebut?


Awak Kabin Haji Garuda

Kami, awak kabin Haji Garuda Indonesia Tahun 2004, ingin menyampaikan keluhan atas hak-hak kami sebagai pegawai kontrak. Sesuai dengan surat kontrak yang kami tanda tangani pada bulan Juni 2003, mengacu pada Pasal 11 bahwa kami akan menerima insentif apabila nilai (Sistem Monitoring Kerja (SMK) kami baik atau minimal B. Insentif yang akan kami terima telah ditentukan dalam surat kontrak, yaitu untuk zero hours dan requalifikasi adalah Rp 500.000 per bulan, dan reccurent sebesar Rp 700.000 per bulan. Di surat perjanjian juga disebutkan, kami dikontrak selama tiga bulan, dimulai dari bulan Desember 2003 sampai dengan 9 Maret 2004 (resmi ditutup).

Sampai saat ini belum menerima insentif yang merupakan hak kami dan kami juga sudah menanyakan kepada Dinas Operasional Haji atau pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini. Kami hanya dipingpong dan diberikan janji-janji. Bagaimana dengan hak-hak kami karena kami sudah cukup sabar menunggu. Mengingat Garuda Indonesia perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia, tolong perhatikan hak dan nasib kami sebagai awak kabin haji karena apa yang kami terima selama ini tidak sesuai dengan loyalitas dan tanggung jawab yang harus kami jalani dalam penerbangan haji. Kami mengharapkan ada iktikad baik dari perusahaan untuk menyelesaikan masalah ini, dan juga berharap untuk tahun-tahun yang akan datang ada perbaikan manajemen Dinas Operasional Haji.


Barang Hilang di Jatayu Air

Saya dan anak tanggal 8 Januari 2003 naik Jatayu Air dari Bandara Polonia Medan tujuan Jakarta (nomor penerbangan 2691, bagasi 171687, kursi 19 E, 19 D). Tiba di Bandara Soekarno-Hatta pukul 20.00, namun barang/bagasi tidak ditemukan/hilang. Setelah melapor kepada petugas Jatayu, saya dibuatkan surat hilang. Setelah 14 hari mencari barang tersebut, tepatnya tanggal 22 Januari 2003, petugas Jatayu Soekarno-Hatta menyarankan, membuat surat komplain ke kantor pusat Jatayu, PT Gelang Persada. Surat keluhan sudah ditujukan kepada Direksi Jatayu Air Sdr Wiriyanto ke Medan, dan ditangani Saudari Kanida, manajer Jatayu Air di Medan.

Saudari Kanida menyarankan agar saya membuat surat komplain kepada Kantor Pusat di Jalan Batu Tulis, Jakarta, kepada Saudara Windi/Tunggul Siahaan, namun sampai saat ini tidak ada tanggapan. Setelah dua bulan lebih saya selalu menelepon ke Bandara Soekarno-Hatta, ke Medan, dan ke kantor pusat Jatayu Air di Jakarta, menanyakan barang tersebut tapi selalu di-"ping pong", tidak ada tanggapan yang serius. Saya sudah kehilangan barang, pulsa telepon, namun pihak Jatayu Air tidak ada niat baik untuk menyelesaikan. Pelayanan Jatayu Air yang tidak profesional sungguh mengecewakan, hanya mencari keuntungan tanpa memperhatikan kenyamanan penumpang.


Bayi pada Penerbangan Bouraq

Tanggal 6 Desember 2002 kami sekeluarga (istri dan 2 anak-seorang murid TK dan bayi 2,5 bulan) hendak ke Yogyakarta dengan pesawat Bouraq, sesuai tiket akan berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 07.00. Dengan berbekal tiket berstatus OK (dapat terbang), kami bersiap diri dari Bekasi pukul 04.30, dan sampai di bandara sewaktu check in pukul 06.30. Ketika check in masalah mulai timbul, yaitu bagian pengurusan tiket (Ibu Reni dari Bouraq) meminta surat keterangan dokter, untuk putra kami yang kedua (2,5 bulan). Tentu hal ini mengejutkan, karena tidak pernah mendapatkan pemberitahuan baik secara tertulis maupun lisan, mengenai surat keterangan tersebut. Akhirnya, kami sekeluarga pontang panting, harus mencari sendiri dokter yang bertugas di Bandara Soekarno-Hatta (dengan taksi, sehingga sangat merepotkan).

Setelah kami dapat rekomendasi layak terbang yang baru selesai pukul 07.00, pesawat sudah terbang. Kami kecewa karena tidak ada pemberitahuan tertulis ataupun lisan baik dari Bouraq atau Biro Perjalanan Mahkota Wisata, di Bekasi (tempat membeli tiket), dan karena proses pengembalian dana (refund) yang terlalu lama (dari tanggal 13 Desember 2002 sampai dengan Maret 2003). Untuk proses ini butuh waktu sekitar 3 bulan. Potongan biaya administrasi yang dibebankan kepada kami (per tiket Rp 50.000), yang berarti untuk 4 tiket harus menanggung biaya Rp 200.000, padahal kesalahan bukan dari kami. Kerugian biaya taksi ke Bandara dan sebaliknya Bandara Bekasi. Mohon penjelasan dari manajemen Bouraq.


Koper di Bagasi Diambil Orang

Pada tanggal 13 Maret, saya melakukan perjalanan lewat udara dari Bandara Soekarno-Hatta (Terminal 2 F) dengan rute Jakarta-Pontianak, menggunakan jasa penerbangan Lion (nomor penerbangan JT 82). Pesawat berangkat pukul 06.30, menuju Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat. Setibanya di bandara tujuan, ternyata koper saya yang dimasukkan ke dalam bagasi, tidak ditemukan (hilang). Saat petugas bandara mengecek, ternyata koper sudah keluar dari ruang kedatangan atau sudah diambil orang.

Padahal, pada waktu itu, saya sudah sangat teliti mengamati koper-koper yang keluar dari jalur ban berjalan (konveyor) bagasi. Sampai saat ini, belum mendapat kabar dari pihak Lion Air Jakarta maupun Lion Air Pontianak. Kepada penumpang pesawat tersebut, agar waspada saat check in bagasi. Saya sangat menyesal atas penanganan pihak Lion Air, yaitu tidak memberikan tanggapan atas kejadian tersebut, apalagi memberikan ganti rugi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Bagasi Pecah di Batavia Air

Ketika menggunakan pesawat Batavia Air tujuan Jakarta dari Pontianak (15/11/2003) untuk penerbangan pukul 15.00 (No tiket 000 3113 437 369 0), barang titipan keluarga yang kami bawa, dua keramik gentong, setibanya di Bandara Cengkareng pecah satu. Saat itu juga kami mengajukan keberatan yang diterima Sdr Dony yang menjelaskan, sesuai standar prosedur Batavia Air seharusnya barang bawaan jenis keramik harus melalui kargo dan penumpang akan dikenakan biaya tambahan. Kami menjelaskan, hal itu sama sekali tidak disampaikan petugas di Bandara Supadio, Pontianak, kepada kami, padahal keraguan telah disampaikan kepada petugas dimaksud.

Untuk itu, petugas di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, menyarankan agar komplain akibat kerusakan tersebut dialamatkan kepada Sdr Putu sebagai koordinator reservasi di Bandara Supadio, Pontianak. Tanggal 18 November, petugas kantor cabang Batavia Pontianak (Bpk Suhadi) berjanji akan memproses surat pengaduan kami serta akan menyampaikan kepada branch manager (Bpk YH Yunan), dan hasilnya akan disampaikan kepada kami, namun hingga memasuki bulan Desember belum ada tanggapan. Kami berharap kerugian dapat diselesaikan dengan baik.


Isi Bagasi di Star Air

Pada tanggal 3 September 2003, saya berkesempatan menemui klien di Denpasar, Bali, dan menumpang pesawat dari perusahaan penerbangan Star Air dengan nomor penerbangan 702 dari Jakarta tujuan Denpasar, waktu keberangkatan pukul 16.00. Begitu tiba di hotel, saya sangat terkejut atas keadaan isi tas saya yang bernomor bagasi 02-20-75. Letak kamera berada di luar kovernya, dan yang lebih menyayat hati adalah keberadaan jam tangan Rolex pemberian ayah saya telah berpindah tangan. Dikarenakan saya harus bertemu klien malam itu juga, hal tersebut saya kesampingkan sehingga saya tidak berkesempatan mengklaim kejadian tersebut.

Untuk itu saya mengimbau kepada para calon penumpang untuk lebih berhati-hati dalam memilih perusahaan penerbangan, dan jangan mudah terbuai dengan harga murah tiket yang ditawarkan karena bukan tidak mungkin hal serupa dapat terjadi lagi.

Saya mohon kepada pihak manajemen Star Air agar lebih profesional dalam menangani keamanan bagasi penumpang, dan melakukan tindakan tegas kepada oknum-oknum yang telah melakukan pencurian atas bagasi penumpang. Jika pencurian sudah terjadi, siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban?


Pelita Air Lepas Tanggung Jawab

Pada tanggal 4 Juli 2003, keberangkatan Pelita Air menuju Batam mengalami keterlambatan selama empat jam (delay). Sesuai dengan jadwal, pesawat berangkat pukul 16.00, tetapi baru diberangkatkan pukul 20.00. Hal ini menimbulkan kerugian karena kami tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Singapura dengan feri (sudah tidak ada jadwal penyeberangan). Akibatnya, kami terpaksa menginap di hotel di Batam.

Kerugian tidak hanya sampai di situ. Sebab, setelah kami menyeberang keesokan paginya, reservasi dua kamar hotel di Singapura (sudah dibayar di Jakarta) dianggap hangus oleh pihak hotel di Singapura karena kami terlambat check in. Waktu itu kami sudah meminta Pelita Air untuk memberi kami penginapan di Batam, tetapi oleh field in charge waktu itu (Bapak Usman) ditolak. Pelita yang punya salah, kami kena getahnya. Bagaimana tanggung jawabnya?


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws