Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Ragam Pesan (5)

1| 2| 3| 4| 5

 

Saham Prisma Sports Bermasalah

Investor yang berminat membeli saham PT Dara Mutiara Laguna (DML), pemilik dan pengelola Prisma Sports Club, di Taman Kedoya Permai, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, harus hati-hati karena direksi perusahaan itu sedang digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan tuduhan mengabaikan hak-hak pemegang saham minoritas sejak tahun 1991, yang jumlahnya sektiar 211 orang. Direksi DML tidak pernah mengundang pemegang saham biasa ke RUPS tahunan sehingga mereka tidak mengetahui selak beluk perkembangan perusahaan selama 12 tahun terakhir ini. Dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, hanya beberapa kali pemegang saham minoritas diundang ke kantor DML untuk melihat laporan keuangan perusahaan. Mereka terkejut ketika diberitahukan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) luar biasa bulan Mei 2003 bahwa DML terpaksa menambah modal dengan menawarkan untuk dijual 600 saham prioritas, masing-masing bernilai Rp 5.000.000, untuk membayar utang sebanyak lebih Rp 3 miliar ke Bank Lippo.

Dirut DML Jodi Effendi dalam rapat itu menjelaskan, terpaksa mengundang investor baru karena beban utang dan bunga yang semakin berat. Pemegang saham biasa sebelumnya tidak tahu menahu tentang pinjaman itu, yang kabarnya diikat dengan Kompleks Prisma Sports Club sebagai agunannya. Pemegang saham minoritas mempertanyakan mengapa investor baru akan diberi saham prioritas dengan hak-hak khusus, sedangkan 211 pemegang saham minoritas yang sudah setia menjadi investor sejak lama tetap memegang saham biasa? Pemegang saham biasa minta agar investor baru nanti ditawarkan saham biasa saja, sedangkan saham biasa yang telah dibeli pemegang saham minoritas ditukar dengan saham prioritas karena nilai nominal kedua jenis saham itu sama-sama Rp 5.000.000. Baik direksi maupun Komisaris Utama DML Ferry Sonnevile tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan kepada pemegang saham minoritas dalam rapat itu.

Pemegang saham pengendali (saham prioritas) DML, antara lain, terdiri dari Franciscus Bing Aryanto, Muliono Sadeli, dan Wisnu Lohananta serta dua badan hukum yang secara bersamaan memegang 400 saham masing-masing dengan nilai Rp 5.000.000. Posisi pemegang saham minoritas DML tampaknya sudah bermasalah sejak 1991. Di samping tidak pernah diundang untuk menghadiri RUPS Tahunan, sertifikat saham biasa juga baru diterbitkan November 2001, setelah permasalahan ini dilansir ke sejumlah media massa. Pemegang saham minoritas juga sangat terkejut ketika mengetahui bahwa anggaran dasar DML yang diubah tahun 1997 dan disahkan serta diumumkan dalam berita negara tanggal 8 Oktober 1999 ternyata tidak mencantumkan pemegang saham biasa. Padahal, banyak di antaranya telah membeli dan membayar lunas sahamnya sejak 1991.


Saham Luar Biasa CNI

Saya adalah salah seorang distributor CNI (N-683002) dan belum berprestasi. Saya mempunyai pengalaman yang aneh dan unik.

Pada periode tanggal 26 Februari 2003 sampai dengan 25 Maret 2003, saya belanja produk CNI, seperti biasa ke point operator (PO), dan mempunyai poin pribadi (PP) 142,5 P. Akan tetapi, anehnya, pada bulan April 2003, saya tidak mendapatkan bonus/komisi seperti biasanya sesuai dengan ketentuan CNI. Setelah saya tanyakan ke Kantor Pusat CNI, saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Poin saya entah kenapa menjadi 49,8, namun dijawab dengan alasan perubahan sistem, dan sisa poin akan dijumlahkan ke bulan berikutnya. Berarti, poin telah hilang sebesar 49,8.

Akibatnya, saya tidak mendapatkan bonus yang seharusnya saya terima (bukan besar kecilnya bonus yang saya permasalahkan). Luar biasa, dengan sistem baru, distributor CNI dirugikan. Mudah-mudahan pengalaman saya ini tidak dialami oleh distributor lain.


WTC Matahari Pembohong

Pengembang WTC (World Trade Center) Matahari pada 31 Juli 2003 mengumumkan bahwa WTC Matahari Serpong telah 100 persen selesai tepat waktu dan telah dilakukan serah terima sehingga seolah-olah WTC Matahari telah menepati janji kepada seluruh penyewa (tenant) untuk serah terima 31 Juli 2003. Padahal, sampai 26 Agustus 2003, pekerjaan akhir di lantai belum selesai sehingga belum dapat dilakukan serah terima, dan hal ini berarti pihak pengembang WTC Matahari telah ingkar janji hampir sebulan dan telah berbohong kepada para penyewa. Pihak pengembang WTC Matahari juga mau menang sendiri, yaitu dengan menjatuhkan sanksi Rp 1.000.000/hari apabila para penyewa tidak membuka toko pada 1 Oktober 2003.

Seharusnya, pihak WTC Matahari juga memberikan ganti rugi dalam jumlah yang sama, karena telah ingkar janji dan tidak melakukan serah terima tepat waktu. Dalam tata tertib hunian WTC Matahari disebutkan bahwa seluruh toko harus buka tepat waktu pukul 10.00 dan tutup pukul 21.00. Kalau tidak dilaksanakan akan dikenai denda, dan hal ini merupakan pemaksaan, tidak pernah ditemukan di mal mana pun. Dan, para pemilik toko bukan karyawan WTC Matahari, sehingga tidak berhak mengatur para pemilik toko.

Penyewa tidak boleh mengangkut barang dengan troli di dalam gedung. Kalau tidak boleh pakai troli barang-barang tersebut mau diangkut memakai apa? Sebaiknya, para penyewa melihat dahulu ke lokasi toko masing-masing, dan membaca seluruh berkas yang disodorkan oleh pihak WTC Matahari agar tidak menyesal di kemudian hari. Kepada pihak WTC Matahari agar jangan menipu dan berbohong kepada masyarakat khususnya para penyewa, dan menyusun tata tertib dengan melibatkan seluruh penyewa.


Mafia Pencetakan Akta

Hati-hati dengan mafia di Perum Percetakan Negara Salemba, Jakarta. Saya adalah pegawai notaris/notaris (masih magang), sepanjang tahun 2000 ada lima akta PT dicetak di Percetakan Negara, tahun 2001 ada empat akta PT, tahun 2002 ada empat akta PT, tahun 2003 ada tiga akta PT. Selama ini mereka mencetak sebanyak 30 halaman dengan ukuran spasi pengetikan satu setengah spasi, tidak pernah bermasalah sampai hasil cetakan diambil.

Namun, ketika mau mencetak pada bulan September 2003, pengetikannya diharuskan dua spasi dan karakter barisnya maksimum 34 baris. Waktu saya tanyakan, apakah memang ada peraturan yang mengharuskan demikian, petugas di loket tidak bisa menjawab. Hanya, alasannya adalah takut rugi. Sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal sehat.

Belakangan saya baru tahu bahwa memang ada mafianya karena terjadi pada teman kolega saya yang mengetik dengan satu setengah spasi yang jumlah halamannya 32, dan harus dikalikan dengan satu setengah sehingga yang harus dibayar sejumlah 48 halaman (Rp 593.604 menjadi Rp 887.876). Teman lain yang juga notaris, pengetikan akta PT jumlah halamannya sebanyak 40 halaman, ternyata saat dicetak hasilnya cuma 30 halaman. Menjadi pertanyaan, ke mana yang 10 halaman?

Kepada yang berwenang di Perum Percetakan supaya oknum petugas nakal hendaknya ditindak, terutama di bagian loket penyerahan berkas.


Obat Asma Semprot

Sudah sekitar tiga tahun terakhir saya selalu menggunakan obat asma semprot Berodual produksi Boehringer Ingelheim setiap asma kambuh. Sekitar tiga bulan lalu, saya membeli di apotek "SS" Tanah Mas, Semarang. Tetapi, baru dipakai sekitar empat hari (sehari tiga kali, paling banyak dua semprotan) obatnya sudah habis, padahal seharusnya bisa dipakai 200 semprotan. Pihak apotek berjanji akan mengajukan masalah ini, tetapi sampai sekarang belum ada kabarnya. Karena membutuhkan obat ini sewaktu-waktu dan karena bertempat tinggal di Jepara, saya melalui kakak membeli lagi di Apotek "BS" di Tanah Mas, Semarang. Sewaktu mau dipakai, saya kocok dahulu, namun terkejut karena obat itu kosong. Padahal, segel masih baik (kedaluwarsa tahun 2005). Saat itu juga saya telepon pihak apotek yang mengatakan akan diganti.

Seminggu kemudian saya ke Semarang, tetapi pihak apotek tidak bersedia mengganti karena sebelumnya pernah terjadi kasus yang sama, tetapi jenis obat semprot lain produk dari Boehringer Ingelheim, dan pihak distributor tidak bersedia mengganti. Yang membingungkan, apakah pihak apotek bisa bebas melepas tanggung jawab dalam masalah ini. Apotek hanya mau mengganti jika obat dibuka di depannya, padahal sebagai konsumen biasanya percaya. Menurut pihak apotek, kasus serupa bukan terjadi pada saya saja. Bagaimana kontrol perusahaan atas produknya. Mudah-mudahan pengalaman itu dapat menjadi peringatan, apalagi obat ini tidak murah harganya.


Prinsip Uang Kembali Pegadaian

Prinsip uang kembali Perum Pegadaian sangat merugikan nasabah. Perum Pegadaian dengan motto "Mengatasi Masalah Tanpa Masalah" memang berkonotasi positif. Tetapi, bagi nasabah yang tidak mengambil kembali barang jaminannya dan barang tersebut akhirnya dilelang, maka yang timbul adalah masalah atau musibah. Hal ini dikarenakan harga jual yang tak masuk akal, yaitu barang yang nilainya jutaan rupiah hanya dilelang dengan nilai puluhan ribu rupiah atau sering tidak jauh dari plafon pinjaman nasabah. Contohnya, ketika saya perlu dana-karena tidak mau meminjam pada seseorang-saya mendatangi Kantor Perum Pegadaian Cabang Salemba, Jakarta Pusat, dengan membawa barang jaminan berupa mesin tik Carina 3.

Hari itu, 11 Oktober 2002, saya menerima pinjaman Rp 75.000. Pada saat akan jatuh tempo, saya mendatangi kembali Pegadaian Salemba karena surat bukti kredit (SBK) saya hilang. Tanggal 3 Februari 2003, saya diberi surat keterangan pengantar untuk laporan kehilangan kepada polisi. Karena kesibukan, saya menyuruh seseorang untuk mengurus, tetapi ternyata tidak diurus. Tanggal 10 Juni 2003, saya mendatangi Kantor Perum Pegadaian Salemba untuk menanyakan barang jaminan saya yang saya yakini pasti sudah dilelang. Saya berpikir akan ada kelebihan lumayan karena barang jaminan saya untuk kondisi baru seharga Rp 1.732.000 di beberapa toko terkemuka dan paling tidak barang jaminan saya dengan kondisi sekitar 90 persen masih cukup berharga.

Alangkah terkejutnya saya karena barang saya dijual hanya Rp 84.000, dan ketika saya konfirmasikan dengan kepala cabangnya, Bapak Djumari, dikatakan bahwa itu sudah sesuai ketentuan dan prinsip uang kembali yang diterapkan Perum Pegadaian, harus kembali tanpa peduli orang/nasabah dirugikan dengan harga jual tidak masuk akal. Bagaimana ini direksi pegadaian? Bukankah jadinya "mengatasi masalah timbul musibah"? Begitukah kinerja Perum Pegadaian, tanpa memikirkan akibat lain dan ini berkesan Perum Pegadaian lebih kejam dari tukang loak? Seharusnya dapat memberi tahu pemilik bahwa barang jaminannya akan dilelang via alamat pemilik, kenapa ini tidak dilakukan oleh Perum Pegadaian?


Program Promosi Kabelvision

Saya pelanggan TV Kabelvision (No Pelanggan 127605 atas nama Karta Winata) yang setiap bulan dikenai biaya berlangganan Rp 427.900, dan untuk pembayaran dengan direct debet Citibank One Bill (sebelumnya diputus, karena sering lupa membayar). Tanggal 21 Januari, saya membayar lewat Bank Lippo untuk keterlambatan sejumlah Rp 1.711.600 masing-masing untuk bulan Desember 2002, dan Januari, Februari, Maret 2003. Tapi bulan berikutnya (Februari) di One Bill Citibank tertera tagihan Kabelvision tertanggal 31/1 Rp 1.283.700 dan 10/2 Rp 5.562.700. Padahal, saya sudah melunasi iuran bulanan sampai Maret 2003 lewat Bank Lippo Cabang Glodok Makmur.

Masalah itu sudah dikonfirmasikan kepada Kabelvision (Ibu Sita) yang menjelaskan bahwa tagihan Rp 5.562.700 adalah iuran program selama setahun. Padahal, iuran per bulan (biaya berlangganan) sebesar Rp 427.900 (setahun 12 bulan), sehingga ada kelebihan bayar 1 bulan. Dan jika membayar sekaligus atau program promosi, biasanya dihitung 10 bulan (ada diskon). Tapi program promosi Kabelvision dikenai biaya berlangganan selama 13 bulan. Sampai saat ini, kelebihan uang itu belum dikembalikan ke One Bill Citibank saya.


Dirugikan Lembaga Kursus Privat

Saya seorang guru privat Bahasa Inggris, yang beberapa bulan lalu bergabung mengajar dengan lembaga kursus privat ELP di Jalan Karbela No 34, Setiabudi, Jakarta Selatan, yang pimpinannya bernama "A" (nama sebenarnya "WS"-sesuai KTP). 

Selesai mengajar, saya dan beberapa teman guru tidak dibayar, karena yang bersangkutan telah pindah tempat tanpa memberitahu guru-guru. Setelah dilacak dengan seorang teman guru, menemukan bahwa "WS" telah pindah ke Jalan Karbela I No 1, Setiabudi. Seorang teman guru lainnya yang juga tertipu melaporkan Saudara "WS" ke Polsek Metro Setiabudi, Jakarta Selatan, sehingga yang bersangkutan sempat ditahan di Polsek Metro Setiabudi, dan kemudian mengganti kerugian saya dan teman guru lainnya. 

Untuk mengelabui guru-guru dan murid-murid (konsumen), yang bersangkutan selalu mengganti-ganti nama lembaganya, yaitu WTC, ELP, dan sekarang ELC, dan berpindah-pindah tempat dalam beberapa bulan. Dan lembaga tersebut tidak mempunyai izin dari Depdiknas. 

Saat ini yang bersangkutan selalu memasang iklan mini hampir setiap hari di media cetak, tentang kursus Lembaga ELC. Bagi rekan-rekan guru yang ingin bergabung mengajar dengan suatu lembaga kursus privat, dan juga para konsumen, supaya meneliti betul KTP dan alamat rumah pimpinan kursus tersebut. Sebab sudah cukup banyak lembaga kursus privat yang melakukan teknik penipuan seperti itu, sehingga lembaga-lembaga kursus privat yang bertindak jujur bisa terkena imbasnya, dan tidak dipercaya oleh masyarakat.


Hati-hati menjadi Anggota ISP Pacific Link

Sebagai pelanggan sejak tahun 1998, saya tentunya berharap akan mendapatkan profesionalisme Pacific dalam menghadapi pelanggan yang dalam kesulitan technical ataupun informasi, terutama kemudahan dalam hal administrasi, mengingat kesibukan saya karena pekerjaan.

Tetapi kenyataannya sangat mengecewakan terutama pada belakangan ini sejak Pacific melakukan ekspansi. Pacific selalu lambat dalam memberikan informasi yang saya butuhkan atau ketidakramahan technical support ketika menjawab telepon. Tetapi saya berusaha untuk tetap bersabar sehingga saya tetap berlangganan.

Tetapi ketidakprofesionalan Pacific berlanjut sampai akhirnya pada bulan Oktober 2003 dimana saya mendapat tagihan yang menyatakan bahwa saya BELUM melakukan pembayaran selama 2 (dua) bulan sejak September 2003, sehingga diputus sementara. Padahal selama bulan Oktober, saya tidak pernah menggunakan access Pacific DAN saya tetap membayar iuran setiap sampai terjadinya pemutusan sementara. Pemberitahuan inipun baru saya ketahui melalui web mail pada tanggal 10 Oktober 2003. Mudah saja bagi saya untuk melakukan terminasi, karena jika bulan ini saya tidak membayar, account saya akan langsung diputus tetapi hal ini tidak saya lakukan karena hal ini tidak akan dapat menyadarkan Pacific dari sikap ketidak profesionalannya.

Sebagai pelanggan, bukanlah kewajiban saya untuk selalu mengkonfirmasikan apakah saya sudah membayar atau belum, sebab SEHARUSNYA Pacific sudah dapat mengecek pelanggan - pelanggan yang sudah ataupun belum membayar, toh SANGAT MUDAH untuk meminta perincian rekening koran bank setiap hari, apalagi saya melakukan pembayaran melalui transfer antar bank. Selain itu, mengingat bahwa Pacific sudah mampu membuka cabang di Bandung, hal kecil seperti ini seharusnya sudah tidak menjadi masalah.

Harap Pacific ingat, bahwa pelanggan membayar jasa Pacific, bukan meminta, sehingga sudah seharusnya diberi pelayanan yang layak. Terima kasih.


Waspada Memilih Bridal

Sebagai calon pengantin yang berencana menikah, saya mempersiapkan dari awal agar segala sesuatunya berjalan lancar. Setahun sebelum hari H, saya mencari bridal dan datang ke pameran, memilih baju yang disukai. Dijanjikan boleh memakai setelah dipakai pengantin lain satu kali, dan berhubung waktunya lama, maka dijanjikan nanti pasti sudah turun. Saya menyetujui paket lengkap tersebut dan membayar uang muka, juga membayar uang jaminan baju yang boleh diambil kembali utuh setelah dikembalikan tiga hari setelah hari H. Menjelang waktu foto studio, saya tanyakan kembali baju tersebut, ternyata belum dipakai pengantin lain sehingga belum boleh saya pakai. Padahal, kondisinya sudah tidak seperti di pameran, kemudian diberi pilihan koleksi yang lain, namun tidak sesuai mutunya. Mereka tahu, bahwa saya ingin sekali memakai baju pilihan pertama tersebut, maka ditawarkan oleh bridal sejumlah harga tambahan. Beberapa hari kemudian, terjadi tawar menawar per telepon, sampai akhirnya saya datang ke EB di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat, untuk memastikan. 

Setibanya di sana, seperti sengaja dipermainkan yaitu bridal EB mencari kesempatan menaikkan lagi harga tinggi dengan alasan salah baju. Betapa kecewanya saya diperlakukan seperti itu. Saya ingin membatalkan paket tersebut, lagi-lagi dibuat kesal karena uang muka tidak dikembalikan, uang jaminan pun hilang. Padahal, saya belum memakai koleksi bridal untuk foto maupun hari H. Sebaiknya berhati-hati memilih bridal. Tentukan dulu baju yang disuka, dan pastikan baju tersebut bisa dan boleh dipakai di hari H, baru kemudian diurus pembayarannya.


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws