Pesan Dari Konsumen

Asuransi

Bank

Telepon & Ponsel

Perjalanan

Mobil & Motor

Toko & Restoran

Properti & Hotel

Jasa Pengiriman

Penerbangan

Elektronik

Listrik & Air

Kesehatan

Ragam Pesan

 

SITUS MITRA

Daftar Alamat

Punya Masalah?

Logo Bisnis

Biografi Anda

Pustaka eBook

Kliping Media

Mailing List

Kliping Surat Pembaca Dari Berbagai Media Massa

 

 

Asuransi (3)

1| 2| 3| 4

 

Nilai Tukar Dollar Asuransi

Saya pemegang polis Asuransi Bumi Asih Jaya (No A-184308/AGT-A) dan telah menjadi anggota sejak 1 April 1992 dengan nilai pertanggungan sebesar 2.500 dollar AS dan kewajiban premi tahunan sebesar 262,5 dollar AS. Sejak tahun 1992 sampai dengan 1998, saya membayar dengan rate dollar AS penuh sesuai rate yang berlaku saat itu, namun setelah terjadi krisis pada tahun 1998, ketika dollar AS mencapai nilai tukar Rp 15.000, secara sepihak asuransi menetapkan premi sebesar Rp 6.600. Akibatnya, pada tahun 1997, ketika saya menerima pengembalian biaya uang pertanggungan I yang dibayarkan adalah sebesar 500 x Rp 6.600 = Rp 3.300.000. Padahal, saat itu nilai dollar selama lima tahun terakhir saya bayar sesuai nilai yang berlaku. Saya dirugikan sebesar Rp 15.000 - Rp 6.600 = Rp 8.400 x 500 adalah sebesar Rp 4.400.000.

Begitu pula pada tahun 2002, pembayaran uang pertanggungan ke II, sewaktu nilai dollar Rp 9.000, yang dibayarkan hanya 750 x Rp 6.600 = Rp 5.850.000, sehingga saya dirugikan Rp 1.650.000. Saat ini, saya sudah tidak pernah dihubungi lagi, padahal jatuh tempo pembayaran premi pada tanggal 1 April setiap tahun (biasanya yang datang Sdr Mangapul Marbun). Pada tahun 2007, sesuai perjanjian (karena masa kontrak selama 15 tahun akan berakhir pada 1 April 2007), saya akan menerima uang pertanggungan ke II sebesar 1.250 dollar AS ditambah pengembalian seluruh premi sebesar 2.500 dollar AS.

Saya mengimbau Departemen Keuangan selaku pembina lembaga asuransi dapat membantu menyelesaikan hal ini supaya saya mendapatkan hak-hak sesuai perjanjian. Kalau secara sepihak asuransi menetapkan perubahan aturan semaunya, tentu pemegang polis yang posisinya lemah akan dikorbankan dan ke depan akan menambah daftar ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga asuransi. 


Asuransi 'Rejeki' AIG Lippo Mengecewakan

Tertarik dengan program menabung sekaligus berasuransi ala "rezeki" dari AIG Lippo, saya menjadi nasabah dari AIG Lippo. Setelah menjadi nasabah sejak 1999, saya sadar bahwa AIG Lippo bertindak semena-mena, tidak bertanggung jawab dan mengecewakan. Lebih dari pada itu terkesan kuat bahwa AIG Lippo berupaya untuk mengurangi atau menghindar dari tanggung-jawabnya dengan membebani nasabahnya dengan persyaratan yang berlebih-lebihan dan tidak masuk akal.

Dengan alasan terlambat melakukan pembayaran premi bulanan melalui pendebetan rekening saya pada Bank Lippo, AIG Lippo mengharuskan saya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan ulang walaupun saya sudah membayar penuh tunggakan premi bulanan tersebut dalam kurun waktu 2 minggu setelah menerima pemberitahuan tertulis dari AIG Lippo kalau terjadi kegagalan pendebetan rekening untuk pembayaran premi. Keterlambatan pembayaran premi bulanan ini terjadi karena saya berada di luar kota untuk beberapa waktu dan keterlambatan ini baru pertama kali terjadi sejak saya menjadi nasabah AIG Lippo pada tahun 1999. Permintaan pemeriksaan kesehatan ulang ini dalam konteks keterlambatan pembayaran premi bulanan menurut hemat saya jelas mengada-ada dan tidak relevan karena selain tidak sesuai dengan ketentuan polis yang hanya mengharuskan pelunasan tunggakan premi tersebut plus bunganya juga tidak masuk akal.

Selain itu, AIG Lippo memperlakukan saya ibaratnya seperti calon tertanggung karena diminta lagi untuk mengisi formulir calon tertanggung walaupun saya sudah menjadi nasabah dan pemegang polis asuransi "Rezeki" dari AIG Lippo sejak 1999 dengan masa pembayaran premi bulanan sebesar Rp 1000.000 selama 10 tahun.

Bilamana saya berkeberatan melakukan pemeriksaan kesehatan ulang seperti yang diminta, AIG Lippo mengancam untuk melakukan pembatalan polis dan hanya mengembalikan "nilai tunai premi" yang jumlahnya sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah pembayaran premi yang telah saya bayar sebesar Rp 1.000.000/bulan sejak 1999 hingga sekarang (-/+ Rp 40 juta); apalagi kalau dihitung dengan bunganya. Oleh karena itu, saya mempunyai kesan yang kuat bahwa AIG Lippo berusaha mencari alasan untuk melepaskan atau mengurangi tanggung-jawabnya kepada nasabahnya.

Pada hakekatnya saya sama sekali tidak berkeberatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan ulang asalkan alasannya jelas dan masuk akal dan sesuai dengan ketentuan polis yang ada. Masalahnya adalah "apakah wajar dan masuk akal kalau hanya keterlambatan pembayaran premi, seorang nasabah diharuskan melakukan pemeriksaan kesehatan ulang?" Karena perlakuan seperti ini, saya menjadi ragu bila membayangkan persyaratan dan kesulitan apa lagi yang saya atau ahli waris saya akan alami nanti kalau melakukan klaim atas pembayaran asuransi ?. Pasti akan berbeli-belit dan akan dipersulit atau sama sekali tidak dibayar !!!.

Pengalaman yang tidak mengenakkan ini menimbulkan persoalan besar pada diri saya karena pada dasarnya saya telah kehilangan kepercayaan kepada AIG Lippo. Melanjutkan polis asuransi saya pada AIG Lippo berarti saya harus menunggu 6 tahun lagi, dan mengakhirinya berarti saya akan menerima pembayaran nilai tunai yang jumlahnya sangat kecil bila dibandingkan dengan premi yang saya telah bayar. AIG Lippo secara sengaja telah membawa saya pada situasi serba salah dan situasi "buah simalakama".

Oleh karena itu, saya ingin menghimbau kepada nasabah AIG Lippo yang lain untuk berhati-hati dengan AIG Lippo. Bagi anda calon nasabah AIG Lippo sebaiknya mempertimbangkan kembali niat anda untuk menjadi nasabah.

Semoga informasi ini dapat pula dijadikan dasar oleh Lembaga Konsumen Indonesia (LKI) dan aparat pemerintah yang berwenang untuk mengawasi dan memberikan perlindungan kepada nasabah atas kesewenang-wenangan dari perusahaan asuransi seperti AIG Lippo.


Klaim AIG Lippo Life

Kekecewaan saya sampaikan berkenaan dengan klaim atas polis istri saya (No polis: 12041549), yang wafat pada tanggal 17 Januari 2004. Klaim dilakukan pada tanggal 26 Januari 2004 melalui AIG Lippo Cabang Jakarta Tebet. Ternyata mengklaim asuransi ini tidak semudah saat menjadi peserta. Semua persyaratan yang diminta sudah dipenuhi termasuk visum dari rumah sakit tempat istri saya mengembuskan napas terakhir.

Dari awal pihak asuransi menjanjikan tidak akan mempersulit klaim, namun kenyataannya saya dan keluarga yang sedang tertimpa musibah harus bolak balik ke kantor AIG Lippo hanya untuk mengantarkan berkas-berkas yang kurang ini dan itu.

Padahal, dari awal klaim hal tersebut sudah kami tanyakan, apa saja data pendukung yang diperlukan, jawabannya cukup surat visum dari dokter terakhir beserta kuitansi-kuitansi rumah sakit dan kronologi riwayat sakit almarhumah. Setelah saya memenuhi semua dan menyerahkan, ternyata masih kurang, yaitu foto-foto rontgen, biopsi, CT scan, dan lain-lain di minta dilampirkan.

Apakah ini pertanda pihak asuransi tidak mempercayai surat visum yang diberikan rumah sakit? Karena sebelum sempat mengambil berkas foto rontgen dan lain-lain yang tertinggal di rumah sakit, pihak asuransi menawarkan cukup membuat surat pernyataan. Surat ini saya tanda tangani tanggal 30 Januari 2004 di Lippo Cabang Mampang, Jakarta.

Kenyataannya pada tanggal 17 Februari 2004, pihak asuransi menelepon saya dan mengatakan bahwa saya tetap harus menyerahkan foto-foto rontgen, CT scan, dan lain-lain. Sungguh saya sangat kecewa atas kinerja pihak Asuransi AIG Lippo Life. Untuk apa saya membuat surat pernyataan tersebut, kalau memang masih tidak mempercayai data-data yang sudah saya berikan?

Mohon pihak asuransi lebih profesional menangani klaim dari pesertanya. Jangan mengumbar janji, tetapi tidak dapat mewujudkan.

Saya menyerahkan hasil rontgen, CT scan dan lain-lain pada tanggal 5 Maret 2004, dengan harapan mungkin ini data terakhir yang memang menjadi ketentuan mutlak klaim asuransi dapat dibayarkan. Namun, setiap ditanyakan, jawabannya selalu masih dalam proses dan investigasi ke rumah sakit. Sampai berapa lama harus menunggu? 


Asuransi Allianz All Risk

Saya memiliki mobil Suzuki Karimun tahun 2000, dan sejak baru, kendaraan ini dilindungi program All Risk Asuransi Allianz. Tanggal 18 Maret 2003, mobil mengalami insiden yang menyebabkan penyok di sisi kiri dan kanan, dan kejadian itu langsung saya laporkan kepada perusahaan asuransi dimaksud (No Polis MV1-IBJ-06875-00- N).

Mobil disurvei pada 26 Maret 2003 oleh Ibu Yulianti Hendayani, mewakili Asuransi Allianz. Yang bersangkutan menyatakan bahwa sebagian penyok tidak ditanggung oleh asuransi, dan menolak untuk memperbaiki. Mengecewakan keputusan itu. Ternyata percuma saja mengikuti asuransi dengan program All Risk Asuransi Allianz karena mobil tidak mendapatkan perlindungan yang dijanjikan.


Beasiswa Bumi Putera

Saya ikut Asuransi Bumi Putera (Beasiswa/Penunggalan) program 7 tahun Rayon Tomang, Jakarta Barat pada bulan September 1996, dengan membayar Rp 808.000/bulan dan Pelunasan Rp 1.265.000 di tahun ke-7. Sekitar 6 tahun premi berjalan lancar, dan pada tahun ke-7, saya ingin melunasi premi terakhir, tetapi tidak dapat melunasinya karena mulai dari Kepala Cabang sampai Kepala Sales mengatakan, saya kena tipu oleh Kepala Cabang Rayon Tomang yang sudah dipecat (Syaiful Herman), dan semua risiko ditanggung konsumen.

Padahal saya dan Bapak Syaiful Herman membuat Perjanjian di atas meterai, dan ada Cap Perusahaan Bumi Putera. Program itu mereka bilang tidak ada, setelah berjalan 6 tahun, dan saya diharuskan membayar Rp 4.441.000 yang seharusnya saya bayar hanya Rp 1.265.000. Saya rugi segalanya, juga rugi waktu. 


Asuransi Jasindo di Bandara

Tanggal 14 Mei 2003 saya berangkat dari Jakarta menuju Banjarmasin dengan pesawat Bouraq 281 pukul 09.15 lewat Bandara Soekarno-Hatta. Sebelum memasuki ruang tunggu pemberangkatan di Terminal C 1 lantai 2, saya dipanggil petugas dari Asuransi Jasindo untuk mengisi kartu peserta program asuransi penerbangan/pelayaran dan membayar Rp 10.000 kepada petugas.

Apakah asuransi itu diperuntukkan bagi setiap penumpang yang akan berangkat atau hanya untuk penumpang tertentu. Terlihat tidak setiap penumpang yang memasuki ruang tunggu pemberangkatan dimintakan untuk mengisi kartu tersebut. Mengapa cara pengisian kartu peserta program asuransi penerbangan/pelayaran itu tidak menunjukkan cara-cara pengisian sebagaimana mestinya, yaitu dengan mencantumkan nama, alamat, jenis angkutan secara jelas, guna menghindari timbulnya kerugian bagi konsumen (nasabah).


Empat Jenis Kartu Askes

Tersedianya fasilitas asuransi kesehatan bagi pegawai negeri sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta keluarganya dan para pensiunan/purnawirawan oleh PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (Askes) selama ini memang telah dirasakan manfaatnya meskipun dalam beberapa hal masih memerlukan perbaikan mutu pelayanannya. Kami percaya bahwa pemerintah (Departemen Kesehatan) akan terus berusaha mewujudkan perbaikan-perbaikan tersebut.

Yang mengejutkan adalah munculnya iklan PT (Persero) Askes di Kompas (28/5) yang selain mencanangkan rencana PT (Persero) Askes untuk melindungi kesehatan ribuan karyawan, juga memperlihatkan empat jenis kartu Askes, yaitu Diamond, Platinum, Gold, dan Silver, yang sama sekali berbeda dengan kartu Askes berwarna kuning yang selama ini dipegang para PNS, anggota TNI, serta para pensiunan dan purnawirawannya.

Menjadi pertanyaan, untuk siapakah kartu Askes Diamond, Platinum, Gold, dan Silver tersebut diberikan? Apakah para PNS dan anggota TNI perlu segera mengganti kartu kuningnya dan memperoleh tingkat pelayanan Askes sesuai dengan jenis warna kartu Askes barunya? PT (Persero) Askes selama ini belum pernah menjelaskan secara terbuka tentang kehadiran dan manfaat jenis-jenis kartu Askes baru tersebut, serta berapa biaya premi yang harus ditanggung peserta Askes untuk setiap jenis kartu. Mohon penjelasan dari PT (Persero) Askes. 


Asuransi dan Hukum Indonesia

Pertengahan tahun 2001, saya klaim kehilangan mobil dan ditolak oleh Asuransi Allianz Indonesia, meski semua persyaratan klaim sudah dipenuhi. Karena perselisihan itu, maka sesuai dengan polis asuransi saya mimilih jalur arbitrase untuk menyelesaikan sengketa tersebut. 

Setelah melalui proses yang sangat sulit untuk terbentuknya majelis arbitrase, akhirnya pada bulan Desember 2001, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menetapkan seorang arbiter tunggal untuk menyelesaikan persengketaan itu. Dan tanggal 8 Februari 2002 sidang arbitrase telah memutuskan, untuk mengabulkan tuntutan saya seluruhnya, yang isinya antara lain memerintahkan Pihak Asuransi Allianz untuk membayar klaim asuransi saya, ditambah biaya perkara dan lain-lain maksimal 30 hari setelah putusan dibacakan. 

Terlepas dari argumen apa yang akan disampaikan Pihak Asuransi Allianz, Polis Asuransi dan Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase menyatakan dengan tegas, bahwa keputusan arbitrase bersifat final dan mengikat. Sehingga wajib hukumnya bagi para pihak yang berarbitrase untuk menjalankan apa pun keputusan arbitrase tersebut. Tetapi disayangkan, setelah tenggang waktu 30 hari terlewati, pihak Asuransi Allianz tidak beritikad untuk secara suka rela melaksanakan putusan arbitrase tersebut, sehingga saya sebagai warga Indonesia yang taat hukum justru menjadi dirugikan atas ketidaktaatan pihak Asuransi Allianz terhadap hukum Indonesia. 

Upaya Asuransi Allianz untuk tidak melaksanakan putusan arbitrase secara suka rela, dapat menjadi preseden buruk bagi dunia asuransi kerugian di Indonesia.


Asuransi Jiwa Bumi Asih

Berhati-hatilah dalam memilih asuransi. Ayah kami (Andrie Achmad Abdullah) meninggal dunia 12 Agustus 2001. Kami mengetahui bahwa bulan Mei 2001, almarhum telah mengajukan permohonan polis asuransi jiwa Bumi Asih Jaya di Bandung, dan telah menyetor angsuran premi pertama tanggal 21 Mei 2001 sebesar Rp 885.950 kepada Ibu Eulis Aliah. Sekitar akhir bulan Agustus 2001, kami anak-anaknya berusaha mengajukan klaim asuransi itu dan mendatangi kantor distrik Bumi Asih Jaya di Jalan Karapitan, Bandung, tetapi tidak bertemu dengan Ibu Eulis. Diterima seorang pria yang mengatakan bahwa kami harus memegang surat kuasa atas nama ibu kami untuk pengurusan klaim. Berpikir tidak ada masalah, disepakati bahwa tim dari Bumi Asih akan segera menemui ibu kami di Sukabumi. 

Sekitar dua minggu kemudian, Ibu Eulis dan Ibu Neni akhirnya muncul di Sukabumi, dan mereka menyampaikan bahwa permohonan polis asuransi almarhum telah ditolak dengan alasan kesehatan. Oleh karena itu, mereka hanya bisa mengembalikan angsuran premi. Kami tidak dapat menerima alasan tersebut karena secara logika tidak mungkin mereka menerima angsuran premi jika permohonan polis ditolak. Seandainya pun premi telanjur dibayar, lalu ternyata permohonan polis ditolak, mengapa dalam waktu dua bulan (sejak almarhum membayar sampai beliau meninggal) tidak segera mengembalikan angsuran premi tersebut? Di sinilah timbul kecurigaan kami, jangan-jangan polis asuransi almarhum sebenarnya dalam proses, namun dinyatakan permohonannya ditolak untuk menghindari klaim.


Klaim Asuransi

Saya pemilik Mobil Toyota Kijang (No Pol D 340 CF), dan mobil hilang (dicuri) dalam perjalanan urusan keluarga di Yogyakarta (24/6/99). Sudah lebih dari enam bulan, dan awalnya tidak khawatir karena mobil itu termasuk dalam jaminan asuransi PT Sinar Mas (Cabang Bandung) Jl Asia Afrika dengan No Polis 02.D07. 0568.99.04, dan sesuai dengan Su rat Keterangan Polisi Yogyakarta. 
Ternyata setelah mengajukan klaim kepada asuransi tersebut, pihak asuransi tidak mau mengganti kerugian dengan alasan yang berbelit-belit dan dicari-cari. Padahal saya berkali-kali menjelaskan, bahwa mobil tersebut hanya dipergunakan untuk kepentingan pribadi/keluarga dan tidak disewakan. 

Akan tetapi pihak Asuransi PT Sinar Mas Cabang Bandung selalu mencari dalih yang bermacam-macam untuk menghindari pembayaran. 


 

Sumber Kliping: Kompas - Media Indonesia - Suara Pembaruan - Republika - Suara Karya - TEMPO interaktif - Gatra - Kompas Cyber Media - Bisnis Indonesia

Bahan Kliping: Forum Pemerhati Masalah Konsumen

 

 

1
Hosted by www.Geocities.ws