Home

Tulisan

Topik

Profil

Forum

Info

Fkmps

E-Card

E-Mail

Mentasi


sam

sam

sam

Sam

sam

sam

NEWSLATTER

ANDA MAU DIKIRIMKAN BERITA TENTANG PORSEA
MASUKKAN E-MAIL ANDA

 

sam

E-MAIL GRATIS

@porseanauli.org

 user name:

 password:

Daftar disini.!

Lupa Password?

 

    MENINGGAL DUNIA

Sebagaimana diketahui dalam adat Batak, sehubungan dengan jenis-jenis upacaranya, tegas dibedakan di antara orang yang meninggal sudah mempunyai cucu. 

               Yang disebut pertama tadi masih dibagi atas dua macam, yaitu apakah orangnya sudah kawin atau belum. ( Pria yang sudah tua dalam umur tapi belum menikah, teristemewanya pria yang tidak mau kawin, sering mendapat ejekan dari masyarakat; Pria tersebut tidak boleh angkat bicara dalam upacara adat ). Orang tua serta para kerabat dari yang meninggal sebelum kawin itu meratap ( mangandung ) terus-menerus. Ulos saput baginya ( Pria atau wanita ) adalah dari orangtuanya. Ulos ini diletakkan di atas mayat, seolah-olah lampin sewaktu ia masih bayi, melambangkan kasih sayang dari orang yang memberikannya, apa lagi kalau yang meneinggal tersebut masih bayi.

              Wafat seorang suami atau isteri belum mempunyai anak, atau sudah mempunyai anak tapi belum mempunyai cucu, dianggap oleh masyarakat Batak lebih sedih lagi daripada yang diuraikan sebelum itu, apa lagi kalau ada anak-anak yang masih kecil. Hal ini tampak dari ratapan orangtua serta para kerabat. Yang datang melayat juga lebih banyak. Jikalau sang suami yang meninggal dunia itu, maka penderitaan isterinya yang masih hidup digelari matipul ulu, artinya "kehilangan kepala rumah tangga", sedang kalau sang isteri yang lebih dulu meninggal digelarilah penderitaan suaminya matompas tataring ( baca; matoppas tataring ), artinya "tumpas dapur".

              Dalam hal suami atau isteri meninggal dunia, sebagaimana diuraikan diatas, ada dua macam ulos memainkan peranan, yaiut selain ulos saput tersebut diatas, ada lagi apa yang dinamai ulos tujung ( ulos berkabung ). Di atas mayat sisuami atau siisteri yang meninggal diletakkan ulos saput, sedang sang janda balu ( pasangannya masih hidup ) mendapat ulos tujung. Jadi kalau sang suami yang meninggal maka isterinya yang masih hidup mendapat ulos tujung; sebaliknya kalau sang isteri yang meninggal maka suaminya yang masih hidup mendapatnya. Ulos ini ditebarkan di atas kepala orang yang bersangkutan bagaikan bendera berkabung. Bagaimana jika kalau tidak ada lagi suami atau isteri yang meninggal tadi masih hidup ? Dalam hal ini tidak ada ulos berkabung meskipun ada anak mereka.

Mari kita tinjau dulu sebentar perbedaan dalam tradisi diantara daerah yang satu dan daerah yang lain di bona nipasogit mengenai siapa yang  memberikan ulos saput dan saipa yang memberikan ulos tujung, oleh sebab hal itu tanpa k juga didaerah perantauan diantara pihak-pihak yang meneruskan tradisi dari daerah asli masing-masing. Menurut tradisi disuatu daerah teretntu dibonani pasogit, baik ulos saput maupun ulos tujung harus dari pihak hula-hula (parboru), yaitu orang tua dari si istri. Di daerah lain berlaku tradisi ulos tujung ini memang dari puhak hula-hula (parboru), akan tetapi ulos saput diberikan oleh tulang dari yang meninggal tersebut. (hal ini katanya untuk memberikan kesempatan kepada sang tulang untuk memperlihatkan kasih sayang seolah-olah yamg meninggal dunia tadi masih bayi). Ada tradisi lain menenutkan , kalau sang istri yang wafat itu maka bukan mamanya (tulang) yang menyampaikan ulos saput tersebut, akan tetapi tulang dari suaminya untuk mengetahui mengapa begitu mari kita lihat dulau latar belakangnya pada jaman dahulu. Sering ada katanya saling pengertian diantara pihak orang tua dari yang meninggal tadi dengan tulang dari si suami yang balu itu untuk mengusahakan agar ibu tiri bagi anak-anak yang kematian tersebut ialah adik dari alamarhum atau salah seorang putri dari tulang si suami. Hal ini menyebabkan tulang ini memberikan ulos saput dan simertua tadi menyampaikan ulos tujung. (untuk mengakhiri masa berkabung maka datang lagi mertua ini disertai tulang tersebut membuka ulos berkabung, sambil memperkenalkan calon istri pengganti).

                Mengenai kapan berakhir masa berkabung tidak ada juga keseragaman di zaman dulu di bona ni pasogit. Ada tradisi bahwa masa berkabung otomatis berakhir kalau disekitar di tempat kediaman janda balu tadi ada yang meninggal, lalu dengan turut serta meratap tanggal sendiriulos berkabung itu. di suatu daerah tertentu suami atau istri yang balu itu disertai para kerabat dekat, setalah memberitahukan lebih dulu, lalu pergi kerumah hula-hula (parboru) untuk upacara pasae tujung (menghakhiri masa bergabung). Di daerahlain belaku tradisi bahwa yang datang itu adalah hula-hula (parboru) ke rumah janda balu tadi; upacara yang di langsungkan di sini dinamai mambuka tujung (atau mengungkap tujung; baca: mangukkap tujung). Teranglah kiranya mengapa ulos berkabung harus dari hula hula (parboru), oleh sebab dia pula yang dalam upacara tertentu membukannya untuk mengakhiri masa berkabung.

sam
 

Cari :

.

KOMENTAR ADAT

sam

BACA INFO PORSEA

s
Nilai situs kami
@ SearchIndonesia

s

JEJAK PENDAPAT

Bagaimana Pendapat anda tentang keberadaan PT. IIU di Porsea, Apakah Masih layak beroperasi?


Tidak Layak
Sangat Tidak Layak
Diusir Saja
Layak
Tidak Tahu


Hasil  Sementara
s

BERITAHU TEMAN

 Email Teman:
s

IKLAN MIMI

s

POLLING ISI SITUS PORSEANAULI

Menarik
Kurang Menarik
Tidak Tahu


Hasil Polling



Anda punya komentar dengan situs ini ? Kirimkan email Anda ke [email protected]

Copyright © 2001 www.porseanauli.net All right reserved by'  Herbert

Anda Pengunjung : This counter provided for free from HTMLcounter.com!


Hosted by www.Geocities.ws

1