Mangupa-upa
merupakan upacara khusus di daerah rantau kalau
ada seseorang karena sesuatu hal terlepas dari
bahaya maut. Misalnya saja seorang pria atau
wanita terancam bahaya maut dalam suatu kecelakaan
lalu lintas dan dianggap suatu keajaiban orangnya
bisa selamat, atau kerabat tersebut baru sembuh
dari penyakit yang parah sekali. Sudah barang
tentu semangat hidupnya lemah sekali. Oleh karena
itu sepatutnyalah para kerabat mengucapkan terima
kasih kepada Tuhan serta menyampaikan kata-kata
penghibur kepadanya semoga semangat hidupnya
kembali seperti kala. Biasanya yang datang itu
hula-hula dalam arti luas. Kalau dari pihak tulang
ada yang dekat hubungan darahnya dengan orang yang
akan diupa-upa itu dibandingkan dengan dari pihak
mertua maka pihak tulang yang memimpin rombongan
hula-hula, atau mereka datang secara terpisah.
Menurut lazimnya rombongan yang datang tadi tidak
hanya membawa lauk makanan tetapi juga nasi, yaitu
untuk memperlihatkan solidaritas terhadap yang
sedang berdukacita.
Yang
menerima kedatangan mereka tentu saja tidak hanya
orang yang akan diupa-upa itu bersama isteri (
atau bersama suami kalau wanita yang diupa-upa )
beserta saudara-saudara kandung dari sisuami,
tetapi harus turut juga kerabat-kerabat dekat
semarga dan pihak boru, hanya jumlahnya boleh
dibatasi.
Upacara
tersebut di atas pernah di Jakarta dialami oleh seorang
pria dari marga Manurung bernama Lau, yang mengalami
luka berat di dalam pertempuran di Timor - Timur dan
sempat lama sekali dirawat disebuah Rumah Sakit. Yang
datang ialah Herbert Sitorus dan para kerabat dekatnya
semarga serta boru, karena yang akan diupa - upa itu
adalah suami dari saudaranya yang perempuan ( wanita ini
sedang ada di bonapasogit ketika itu ). Salah seorang
kerabat dekat semarga dari Lau Manurung menyediakan
rumahnya untuk tempat berlangsungnya upacara itu. Tidak
hanya lauk makanan mereka bawa, juga nasi, untuk tidak
merepotkan yang empunya rumah. Acara penaburan boras
sipir ni tondi dan penyuguhan dekke sitio - tio
berlangsung seperti biasa, tetapi tudu - tudu ni
sipanganon tidak ada. Mengapa begitu ? Sebabnya ilah
upaca ini bukan suatu pesta, lagi pula kedatangan
rombongan hula - hula tadi merupakan suatu
"surprise". Selelsai makan para hadirin maka
berlangsung lah acara marhata, yang bertendes menguatkan
kembali semangat hidup dari orang yang bersangkutan.
Yang menyambut kata - kata penghibur itu adalah para
kerabat semarga serta boru dari orang yang diupa - upa
tersebut. Sebagai penutup acara ini tuan rumah
mengucapkan terima kasih kepada para tamu, lalau
mempersilakan kerabatnya semarga yang baru sembuh dari
luka - lukanya itu untuk mengucaokan terima kasih juga,
biar sepatah dua kata.
Orang
yang ditimpa musibah terbakar rumah yang dialaminya di
daerah rantau, baik miliknya sendiri maupun yang
disewanya, mendapat rasa solidaritas yang lebih besar
dari kalangan masayrakat. Nasibnya dianggap hampir sama
dengan kematian anak atau isteri. Dibona ni pasogit para
warga sedesa secara gotong royong mendirikan
tempat berteduh sementara bagi keluarga yang
ditimpa kemalangan itu. Ditempat inilah diadakan
upacara mangupa-upa. Tujuan utamanya adalah untuk
menolong sikorban dengan materi sehingga dalam waktu
yang tidak terlalu lama bisa mendirikan rumah baru
lagi. Didaerah perantauan tampak juga rasa
solidaritas itu, tidak hanya dari kalangan kerabat luas
tetapi perkumpulan marga turut menunjukkan
perhatian terhadap salah satu warganya tersebut.
Upacara demikian tidak usah serentak diadakan, boleh
ganti gantian mendatangi tempat berteduh sikorban.
Yang pentingkan ialah membantu sikorban dengan materi. (Ada
juga diantara mereka yang datang itu telah lebih
dahulu memberi bantuan materi.)
|