Arti
kata secara harafiah dari " DALIHAN NA TOLU
" adalah "Tungku nan Tiga ", yang
merupakan lambang jika diasosiasikan dengan sistem
sosial batak yang juga mempunyai tiga tiang
penopang, yaitu DONGAN SABUTUHA ( pihak yang semarga ),
BORU (pihak yang menerima istri ) dan HULA-HULA
( pihak
yang memberi istri )
Pada zamannya, kebiasaan masyarakat Batak memasak di
atas tiga tumpukan batu, dengan bahan bakar kayu.
Tiga tungku itu, dalam bahasa Batak disebut
dalihan. Falsafah dalihan natolu paopat
sihal-sihal dimaknakan sebagai kebersamaan
yang cukup adil dalam kehidupan masyarakat Batak.
Tungku merupakan bagian peralatan rumah yang
sangat vital. Karena menyangkut kebutuhan hidup
anggota keluarga, digunakan untuk memasak makanan
dan minuman yang terkait dengan kebutuhan untuk
hidup. Dalam prakteknya, kalau memasak di atas dalihan
natolu, kadang-kadang ada ketimpangan karena
bentuk batu ataupun bentuk periuk. Untuk
mensejajarkannya, digunakan benda lain untuk mengganjal. Dalam bahasa
Batak, benda itu disebut Sihal-sihal.
Apabila sudah pas letaknya, maka siap untuk
memasak.
Ompunta naparjolo martungkot salagunde. Adat
napinungka ni naparjolo sipaihut-ihut on ni na
parpudi. Umpasa itu sangat relevan dengan
falsafah dalihan natolu paopat sihal-sihal
sebagai sumber hukum adat Batak.
Apakah yang disebut dengan dalihan natolu
paopat sihal-sihal itu ? dari umpasa di atas,
dapat disebutkan bahwa dalihan natolu itu
diuraikan sebagai berikut :
Somba marhula-hula, manat mardongan tubu,
elek marboru. Angka na so somba marhula-hula
siraraonma gadongna, molo so Manat mardongan tubu,
natajom ma adopanna, jala molo so elek marboru,
andurabionma tarusanna.
Itulah tiga falsafah hukum adat Batak yang cukup
adil yang akan menjadi pedoman dalam kehidupan
sosial yang hidup dalam tatanan adat sejak lahir
sampai meninggal dunia.
Somba MArhula-hula
Hula-hula
dalam adat Batak adalah keluarga laki-laki dari
pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane
oleh suami dan tulang oleh anak.
Dalam adat Batak yang paternalistik, yang
melakukan peminangan adalah pihak lelaki. Sehingga
apabila perempuan sering datang ke rumah laki-laki
yang bukan saudaranya, disebut bagot tumandangi
sige. (artinya, dalam budaya Batak tuak
merupakan minuman khas. Tuak diambil dari pohon
Bagot (enau). Sumber tuak di pohon Bagot berada
pada mayang muda yang di agat. Untuk sampai di
mayang diperlukan tangga bambu yang disebut Sige.
Sige dibawa oleh orang yang mau mengambil tuak (maragat).
Itulah sebabnya, Bagot tidak bisa bergerak, yang
datang adalah sige. Sehingga, perempuan yang
mendatangi rumah laki-laki dianggap menyalahi adat.
Pihak perempuan pantas dihormati, karena mau
memberikan putrinya sebagai istri yang memberi
keturunan kepada satu-satu marga. Penghormatan itu
tidak hanya diberikan pada tingkat ibu, tetapi
sampai kepada tingkat ompung dan seterusnya.
Hula-hula dalam adat Batak akan lebih kelihatan
dalam upacara Saurmatua (meninggal setelah
semua anak berkeluarga dan mempunyai cucu).
Biasanya akan dipanggil satu-persatu, antara lain
:
Bonaniari, Bonatulang, Tulangrorobot, Tulang, Tunggane, dengan sebutan hula-hula.
Disebutkan, Naso somba marhula-hula, siraraon
ma gadong na. Gadong dalam masyarakat
Batak dianggap salah satu makanan pokok pengganti
nasi, khususnya sebagai sarapan pagi atau bekal/makan
selingan waktu kerja (tugo).
Siraraon adalah kondisi ubi jalar (gadong)
yang rasanya hambar. Seakan-akan busuk dan isisnya
berair. Pernyataan itu mengandung makna, pihak
yang tidak menghormati hula-hula akan menemui
kesulitan mencari nafkah.
Dalam adat Batak, pihak borulah yang menghormati
hula-hula. Di dalam satu wilayah yang dikuasai
hula-hula, tanah adat selalu dikuasai oleh
hula-hula. Sehingga boru yang tinggal di kampung
hula-hulanya akan kesulitan mencari nafkah apabila
tidak menghormati hula-hulanya. Misalnya, tanah
adat tidak akan diberikan untuk diolah boru yang
tidak mnghormati hula-hula (baca elek marboru)
Dalam budaya Batak, ada umpasa Litok aek ditoruan,
tujulu ni jalanan. Hal ini terjadi apabila dalam
suatu keluarga terdapat penderitaan atau kesusahan
hidup. Ada pemikiran, semasa hidup pendahulu dari
generasi yang sengsara atau menderita itu ada
sikap-sikap yang tidak menghormati hula-hula,
sehingga pernyataan siraraon do gadongna dianggap
menjadi bala dalam kehidupannya. Untuk
menghilangkan bala itu, diadakanlah upacara adat
mamboan sipanganon untuk memohon ampun apabila ada
kesalahan-kesalahan generasi terdahulu kepada
pihak hula-hula. Upacara mamboan sipanganon
disampaikan kepada keturunan pihak hula-hula
setaraf generasi terdahulu atau tingkat yang
dianggap pernah terjadi kesalahan itu.
Dalam berbagai agama, ibu sangat diagungkan.
Bahkan ada ungkapan sorga ada ditelapak kaki ibu.
Dalam agama Kristen, hukum Taurat ke V menyebutkan,
hormatilah ibu-bapamu agar lanjut usiamu, dst.
Tidaklah bertentangan bila falsafah dalihan na
tolu somba marhula-hula diterapkan. Karena kita
menghormati keluarga ibu yang kita cintai itu.
Dalam agama Kristen disebutkan, kalau menghormati
orang tua, akan mendapat berkat dan lanjut usia.
|