| |
Sistem Gotong Royong
Sejak semula, masyarakat Bolaang Mongondow mengenal tiga macam cara
kehidupan bergotong royong yang masih terpelihara dan dilestarikan
terus sampai sekarang ini, yitu :
1. Pogogutat, potolu adi’
2. Tonggolipu’
3. Posad (mokidulu)
Tujuan kehidupan bergotong
royong ini sama, namun cara pelaksanaaannya agak berbeda.
Pogogutat, potolu adi’
: lebih bersifat kekeluargaan. Pogogutat
berasal dari kata utat yang berarti : saudara (kandung,sepupu).
Potolu adi’ asal kata : Tolu adi’ (motolu adi’) yang berarti :
ayah, ibu dan anak-anak (anaka beranak atau tiga beranak).
Contoh pogogutat : bila
ada keluarga yang hedak mengadakan pesta pernikahan anak, maka sesudah
didapatkan kesepakatan tentang waktu pelaksanaanya, disampaikanlah
hasrat tersebut kepada sanak keluarga, bahkan kepada seluruh anggota
masyarakat dalam satu desa. Dua atau tiga hari sebelum pelaksanaan
pernikahan, berdatanganlah kaum keluarga, tetangga, warga desa,
dibawah koordinasi pemerintah, guhanga atau tua-tua adat, ketua rukun
dan lain-lain membantu kelancaran pelaksanaan pesta. Kaum pria membawa
bahan seperti : bambu atap rumbia, tali rotan, tali ijuk, tiang
pancang bercabang dan bahan-bahan lain untuk mendirikan bangsal. Ada
yang membawa gerobak berisi kayu api, tempurung, sabut kelapa dan
lain-lain untuk bahan pemasak. Pada saatnya mendekati hari pernikahan,
para pemuda remaja pria dan wanita datang membantu meminjam alat-alat
masak, alat makan, perlengkapan meja makan, menghias bangsal, puadai,
dan lain-lain. Ada yang membantu persiapan di dapur, mengolah
rempah-rempah dan lain-lain. Suasana diliputi kegembiraan, tawa dan
gelak terdengar. Pada saat pelaksanaan pesta nikah, para remaja dan
pemuda itu membantu pelayanan kepada para tamu undangan. Kaum wanita
pada sore hari menjelang malam berdatangan membawa bahan : beras,
ayam, minyak kelapa, minyak tanah, rempah-rempah, gula putih, gula
merah dan lain sebagainya keperluan dapur. Semua bahan yang dibawa
baik oleh kaum pria ataupun oleh kaum wanita, adalah berupa sumbangan
ikhlas, tanpa menuntut imbalan karena rasa kekeluargaanyang besar dan
toleransi yang tinggi 9unsur persatuan dan kesatuan demi kesjahteraan
bersama).
Tonggolipu’
: asal kata lipu’ yang berarti : desa, kampung,
tempat kediaman. Bila ada rencana pembangunan dalam desa (sekolah,
rumah ibadah, jalan, jembatan, rumah tempat tinggal dan lain-lain),
maka seluruh anggota masyarakat secara serentak mengerjakan dan
menyelesaikan pekerjaan dimaksud tanpa paksaan, tapi atas kesadaran
sendiri. Kaum wanita datang membawa makanan dan minuman. Dalam
kegiatan seperti itu bahan dan ramuan sudah disediakan terlebih dahulu
seperti bahan bangunan dan lain-lain. Bila ada anggota masyarakat yang
meninggal, maka para tetangga serentak berkumpul membuat bangsal dan
menyediakan tempat duduk dan membantu pekerjaan pemakaman sampai
selesai. Dahulu adalah merupakan kebiasaan, keluarga datang berkunjung
ke rumah duka untuk menghibur dengan mengadakan permainan tertentu
seperti : monondatu, mokaotan, mokensi, monangki’, dan lain-lain.
Kegiatan seperti itu diadakan mulai 7 sampai 14 malam, selama
tongguluan (tempat tidur berhias) masih belum dikeluarkan. Kini
acara-acara seperti itu diisi dengan kegiatan-kegiatan agama.
Posad atau
mokidulu : Posad berarti berarti saling membantu . Umumnya posad
ini sudah berbentuk organisasi. Koordinator membentuk organisasi
dengan sejumlah anggota sesuai keperluan. Anggota posad mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dalam arti saling berbalasan. Bkerja
membersihkan kebun bersama-sama dengan ketentuan, setiap anggota
kelompok akan mendapat giliran kebunnya dibersihkan. Dalam posad
biasanya ada sanksi, yaitu anggota yang tidak aktif akan dikeluarkan
dari keanggotaan, beberapa ketentuan sesuai kesepakatan, misalnya :
setiap anggota posad dalam melaksanakan pekerjaan ada yang membawa
bekal sendiri, tapi agak berbeda dengan mokidulu (minta
bantuan), seseorang minta bantuan tenaga dari sejumlah teman untuk
menyelesaikan sesuatu pekerjaan, ada yang bekerja secara sukarela, ada
pula yang mengharapkan untuk dibalas.
Pertanian
Sampai dengan tahun 40-an
masih sangat terasa adanya kebersamaan dalam pengolahan hasil
pertanian. Bila seorang petani hasil tanamannya (padi) terutama padi
ladang sudah masak, diberitahukanlah kepada para tetanggga dan sanak
saudar tentang waktu pemetikan. Sebelum pemetikan dimulai, diadakanlah
semacam upacara ritual untuk memohon kepada Ompu Duata agar dalam
pekerjaan selama memetik padi, dijauhkan dari rintangan dan agar hasil
pertanian melimpah. Memetik padi harus dengan tertib, tidak boleh
gaduh dan bermain-main (anak-anak dilarang ikut), dipimpin oleh
seorang tua, pria atau wanita yang memetik pada jajar paling kanan
(modia kon tosisi'). Tidak ada pemetik yang boleh melewati orang tua
tersebut. Bulir dan butir padi tidak boleh tercecer. Tempat menimbun
padi yang dipetik (ontag) harus dijaga agar tetap dalam keadaan
tertib. Bila padi sudah selesai di lirik (lepas dari bulir), maka
mengukurnya harus dengan tertib. Dan hasil panen akan melimpah,
sehingga walaupun setiap pemetik sudah membawa pulang bagiannya
masing-masing, tapi padi yang disimpan melimpah (musim tanam hanya
sekali dalam setahun). Pada musim pemetikan tahun berikutnya masih
banyak persediaan padi lama. Biasanya padi di simpan dalam sikaku atau
luit yang dibuat dari kulit kayu. Juga disimpan dalam sinombalongka',
yaitu daun enau besar dibentuk seperti labu lalu digantung. Ada juga
yang menyimpannya dalam potolo' (ruas bambu), lalu disimpan diatas
salaian. Sementara memetik padi, kaum wanita biasanya menyanyikan lagu
odenon dengan tertib secara berbalas-balasan untuk menghilangkan rasa
penat selama bekerja.
Pada penanaman padi ladang (monugal) juga dikerjakan bersama-sama
secara gotong royong. Bila kebun ladang sudah selesai dibersihkan,
disediakanlah alat-alat seperti : totugal (tugal), o'ibu (sapu besar),
kompe' (bakul), dan lain-lain. Tetangga atau keluarga diundang untuk
bekerja. Pada malam hari sebelum monugal, berkumpul para pemuda
mengisi acara gembira dengan berbagai permainan. Memetik gambus sambil
berpantun dan tari dana-dana disaksikan oleh gadis-gadis. Pagi-pagi
benar pekerjaan dimulai. Laki-laki melubangi tanah dengan tugal,
wanita mengisi butir padi kedalam lubang, orang tua laki-laki membawa
sapu menutupi lubang dengan tanah. Selesai bekerja, semua pekerja
makan bersama, kemudian saling bersiraman air dengan harapan agar
hasil tanaman melimpah.
Pertanahan
Hak pemilikan tanah disuatu wilayah lingkungan desa, hanya bagi warga
desa itu sendiri. Bila ada penduduk dari desa lain yang ingin memiliki
tanah di desa itu, haruslah seizin pemerintah setempat. Tanah untuk
diperkebuni dapat diperoleh melalui perombakan hutan secara bersama
(satu keluarga) atau perorangan. Tanah hasil olahan bersama menjadi
milik bersama (gogaluman), sedangkan yang diolah sendiri menjadi milik
perorangan (im batangan tontani'). Hak pemilikan tanah biasanya tidak
berlaku lagi, bila tanah kebun (dogami) sudah ditinggalkan selama 10
tahun dan diatas tanah itu tidak ditanami tanaman tahunan (kelapa,
sagu dsb). Bila diatas tanah itu ada tanaman tahunan, maka hak
pemilikan masih tetap berlaku. Bila tanah yang telah ditinggalkan
(dogami) ditanami tanaman tahunan oleh seseorang, maka hasil tanaman
itu dibagi antara pemilik tanah dengan menanam berdasar kesepakatan
bersama.
Bila hendak merombak hutan, terdahulu diadakan bontang (meretas
keliling) pada area yang hendak diprkebuni. Hari untuk mulai merombak
hutan ditentukan oleh tonawat atau talenga yang mendengar bunyi burung
untuk menentukan hari yang baik, agar terhindar dari dari petaka dan
usaha boleh berhasil. Tanda-tanda lain yang diperhatikan juga seperti
mimpi, kematian lampu (kopiongan in toga'). Sebelum merombak hutan
didahului upacara mopoka'an kon dimukud, sebagai permohonan izin
kepada pemilik atau pelindung hutan itu. Cara seperti penyembahan pada
sigi.
Hasil tanaman dalam kebun dibagi sesuai kesepakatan. Cara pembagian
bergantung pada persetujuan pemilik kebun dan pengelolaannya. Bila di
atas sebidang tanah ada tanaman tahunan milik orang lain, maka pemilik
tanah tidak berhak atas tanaman itu. Pemindahan hak milik atas tanah
harus sepengetahuan pemerintah. Kini, pemindahan hak milik melalui
surat jual beli yang turut disaksikan oleh pemerintah. |
|
|
|
|
|