| |
Totabuan
Sekitar abad 20 Bolaang Mongondow terdiri dari beberapa distrik, yaitu
: Mongondow (Passi dan Lolayan), serta onder distrik Kotabunan,
Bolaang dan Dumoga. Penduduk pedalaman yang memerlukan garam atau
hasil hutan, akan meninggalkan desanya masuk hutan mencari damar atau
menuju ke pesisir pantai memasak garam (modapug) dan mencari ikan.
Dalam mencari rezeki itu, sering mereka tinggal agak lama di pesisir,
maka disamping masak garam, juga mereka membuka kebun. Tanah yang
mereka tempati itulah yang disebut Totabuan, yang dapat diartikan
sebagai tempat mencari nafkah. Karena sejak pemerintahan raja Tadohe
penduduk sudah mengenal padi, jagung, kelapa, yang dibawa oleh bangsa
Spanyol, amak penduduk pedalaman yang berkebun di pesisir itu juga
menanam kelapa yang lebih banyak hasilnya dibandingkan dengan bila
hanya ditanam di dataran tinggi. Bila mereka telah betah tinggal di
pesisir, maka keluarga dijemput lalu menetap di Totabuan. Semakin lama
semakin banyak kepala keluarga yang membawa anggota keluarganya ke
tempat baru di Totabuan, sehingga merekapun mulai membentuk pedukuan.
Sebab itu maka di tempat baru biasanya tidak terdapat sigi sebagai
perlambang kesatuan desa seperti yang ada di desa-desa pedalaman.
Beberapa desa di dataran tinggi (pedalaman Mongondow) yang memiliki
Totabuan di pesisir (Bescchrij ving van het adatrecht in Bolaang
Mongondow oleh R.P Notosoesanto), adalah antara lain :
| Poyowa besar
mempunyai Totabuan di Nuangan |
| Kobo kecil
mempunyai Totabuan di Nuangan |
| Kobo besar
mempunyai Totabuan di Molobog |
| Kopandakan
mempunyai Totabuan di Buyat |
| Otam mempunyai
Totabuan di Nonapan |
| Moyag mempunyai
Totabuan di Motongkad |
| Pobundayan
mempunyai Totabuan di Motandoi |
| Molinow
mempunyai Totabuan di Tolog dan Kotabunan |
| Passi mempunyai
Totabuan di Poigar |
| Biga mempunyai
Totabuan di Tombolikat |
| Motoboi Besar
mempunyai Totabuan di Alot, Oyuod, Matabulu |
| Tabang mempunyai
Totabuan di Tobayagan |
| Poyowa Kecil
mempunyai Totabuan di Pinolosian |
| Mongondow
mempunyai Totabuan di Ayong, sampaka, Babo. |
Menjemput Tamu
Bila ada tamu yang
bertandang, biasanya disuguhi sirih pinang, tamu pria atau wanita
terutama orang tua. Sirih pinang diletakkan daam kabela' (dari
kebiasaan ini diciptakan tari kabela sebagai tari penjemput tamu).
Laki-laki biasa juga dijemput dengan menyuguhkan rokok dalam bako'
atau kampi' (tempat temabakau dan daun rokok dari daun enau) bersama
tosisiran (pemantik api). Tamu terhormat terutama pejabat di jemput
dengan upacara adat. Barisan adat tuitan menjemput dengan tari tuitan
dan musik gulintang logam bersama perangkatnya gong dan gandang
(sementara gamelan di Jawa). Diucapkan itu-itum oleh tokoh adat, yaitu
do'a untuk keselamatan dan kesejahteraan pejabat yang dijemput.
Suatu adat kebiasaan dalam pergaulan umum, seeorang yang berpapasan
dengan orang lain di jalan, saling sapa menyapa (mogimbalu'). Imbalu'
atau sapaan ini menandakan bahwa seorang dengan yang lain saling
menghormati, entah orang itu sudah dikenal atau belum. Imbalu' ini
juga merupakan tanda salam, yang sama maknanya dengan "selamat pagi"
dan lain-lain. Hampir di setiap desa, bila seseorang berpapasan dengan
orang lain dijalan, akan mengucapkan : mopo untag atau mamuntag, bila
yang disapa menuju barat, sedang penyapa menuju timur.
| Mopo uik atau
mauik, bila yang disapa menuju timur sedang penyapa menuju barat.
|
| Mopo onik atau
mamonik, bila yang disapa menuju utara sedangkan penyapa menuju
selatan. |
| Mopo onag atau
mamonag, bila yang disapa menuju selatan sedangkan penyapa menuju
utara. |
Adapula yang menyapa : maya'bi'i onda
atau mopobaya'i onda, yang berarti : hendak kemana. Yang akan di sapa
akan menjawab : a mopo untag atau mopo uik, yang berarti : hendak ke
bawah atau ke atas.
Seseorang yang bertandang ke rumah orang lain, akan mengucapkan :
oi, oi, bila tuan rumah belum nampak. Sebelumnya ia mendehem atau
batuk-batuk kecil, untuk memberi isyarat bahwa ada seseorang yang
hendak bertamu. Suara panggilan atau deheman didengar oleh tuan rumah
yang datang menjemput sambil mengatakan : poponik, yang brarti :
naiklah, bila rumah itu rumah panggung atau tu'ot pa yang
berarti : masuklah, bila tamu sudah berdiri di depan pintu. Tuan rumah
mempersilahkan tamunya duduk : litu'pa (silahkan duduk).
Kemudian menyapa lagi : nongkon omuik don atau nongkon
omuntag don, yang berarti : dari atas atau dari bawah (sapaan ini
disesuaikan dengan arah datangnya tamu, entah dari timur, barat,
utara, atau selatan. Ingat sapaan saat jumpa di jalan). Tuan rumah
akan bertanya : dega' oyu'on bi' im paralu (mungkin ada perlu)
dan seterusnya ; tamupun disuguhi sirih pinang atau rokok. Bila tamu
seseorang yang sudah tua tak bergigi lagi, disuguhi dodokan, yaitu
tempat sirih pinang yang sudah ditumbuk lumat.
| Bila seseorang
diundang menghadiri suatu acara maka penjemput tamu akan menyapa :
niondon yang berarti selamat datang. |
| Seorang tamu
yang hendak pamit akan mengucapkan : mobuipa (mohon diri).
Bila tuan rumah adalah keluarga terhormat, tamu mengucapkan :
dega' umundokpa (saya mohon diri). Tuan rumah akan menjawab :
o, o, mopia (ya, baiklah). |
| Bila tamu yang
datang melihat sudah ada tamu yang baru datang itu menyapa sesama
tamu : koinapa (sejak tadi). Tamu yang datang terdahulu
menjawab : o, o, iko doman (ya, engkau juga). Bila seorang
tamu hendak pamit sedangkan masih ada sesama tamu yang
ditinggalkannya, maka tamu yang hendak pergi itu menyapa tamu yang
masih tinggal : tala unadon (saya hendak duluan); atau bai
mo I dudimai (nanti menyusul). Tamu yang masih duduk menjawab :
o, o, intadon (ya, silahkan). |
| Sapaan-sapaan
seperti itu biasanya ditambah dengan kata : ule, bila yang
sapa menyapa itu laki-laki, misalnya : koina pa ule =sejak
tadi kawan. Kalau sesama wanita memakai isi', misalnya :
iko doman isi' = engakau juga kawan. |
| Sapaan seperti
:ule, isi', nanu', uyo', eteng, oge' nau' dan lain-lain adalah
sapaan tanda keakraban hubungan atau tanda kesayangan. Bagi wanita
biasanya dipakai : anu', nanu', nau', oge ; bagi anak laki-laki
biasanya dipakai : uyo', ule' udul, eteng, dll. |
Contoh :
|
Indongogaipa udul = dengarkanlah sayang
|
|
Tumompiabi eteng = hati-hatilah sayang
|
| Dika
mongombal anu = jangan menangis sayang.
|
|
|
|
|
|
|