| |
Masuknya Agama dan Pendidikan
Raja Jakobus Manoppo ialah
raja Bolaang Mongondow yang pertama memerintah setelah mengalami
pendidikan di Hoofden School Ternate, karena ia telah dibawa oleh
pedagang V.O.C. sesudah melalui persetujuan ayahnya raja Loloda
Mokoagow (datu Binagkang). Jakobus Manoppo adalah raja ke-10 yang
memerintah pada tahun 1691-1720, yang diangkat oleh V.O.C., walaupun
pengangkatannya sebagai raja tidak direstui oleh ayahnya. Jakobus
Manoppo pada saat dilantik menjadi raja beragama Roma Katolik.
Pada zaman pemerintahan raja Corenelius Manoppo, raja ke-16 (1832),
agama Islam masuk daerah Bolaang Mongondow melalui Gorontalo yang
dibawa oleh Syarif Aloewi, yang kawin dengan putri raja itu tahun
1866. Karena keluarga raja memeluk agama Islam, maka agama itu
dianggap sebagai agama raja, sehingga sebagian besar penduduk Bolaang
Mongondow memeluk agama Islam juga telah turut mempengaruhi
perkembangan kebudayaan dalam beberapa segi kehidupan masyarakat. Pada
sekitar tahun 1867 seluruh penduduk dengan Bolaang Mongondow sudah
menjadi satu penduduk dengan bahasa, adat dan kebiasaan yang sama
(menurut N.P Wilken dan J.A.Schwarz).
1. Over de Vorsten van Bolaang Mongondow 1949
2. Een Mongondowsh verhaaal met vertaling en aanteekeningen 1911
3. De voornaamwoorden in het Bolaang Mongondows
4. Verhaal van een mensch en een slang 1919
5. Spraakkunst van het Bolaang Mongondow 1930
6. Verloven en trouwen in Bolaang Mongondow 1931
7. De plechtigheid "waterscheppen" in Bolaang mongondow 1938
8. Bolaang Mongondowsch Woordenboek 1951;dsb.
Pada tahun 1906 melalui kerja sama dan kesepakatan dengan raja Bolaang
Mongondow, W.Dunnebier telah mengusahakan pembukaan beberapa sekolah
rakyat yang dikelola oleh zending di beberapa desa di Bolaang
Mongondow dengan tiga kelas. Guru-gurunya didatangkan dari Minahasa,
antara lain :
Di Nanasi, guru jeseya rondonuwu dan S. Sondakh
Di Nonapan, guru H. Werung dan A. Rembet
Di mariri lama, guru P.Assa dan Mandagi
Di Kotobangon, guru J.Pandegirot dan tumbelaka
Di Moyag, guru F.Tampemawa dan K. Palapa
Di pontodon, guru J.Ngongoloi, M.Tombokan dan W.Tandayu
Di pasi, guru Th.Kawuwung dan W. Wuisan
Di Popo Mongondow, guru S. Saroinsong dan J. Mandagi
Di Otam, guru J. Kodong dan S. supit
Di Motoboi Besar, guru S. Mamesah, A. Kuhu dan K. Angkow
Di Kopandakan, guru H. Lumanaw dan P. Kamasi
Di Poyowa Kecil, guru D. Matindas dan Gumogar
Di Pobundayan, guru Th. Masinambouw dan A. Supit.
Jumlah murid yang tertampug di sekolah-sekolah tersebut adalah 1605
orang (Sejarah Pendidikan daerah Sulawesi Utara oleh Drs.L.Th. Manus
dkk).
Pada tahun 1912 di Dumoga juga dibuka sekolah zending dengan guru
Jesaya Tumurang. Pada tahun 1926 sekolah-sekolah seperti itu juga
dibuka di Tabang, Tungoi, Poigar, Matali dan Lolak.
Pada Tahun 1911 didirikan sebuah sekolah berbahasa Belanda di
Kotamobagu, Yaitu Holland Inlandshe School (H.I.S) dengan Kepala
sekolah Adrian van der Endt.
Disamping sekolah-sekolah yang dikelola oleh Zending, maka pada
sekitar tahun 1926 diusahakan pembukaan sekolah-sekolah rakyat yang
dikelola oleh Balai Pendidikan dan Pengajaran Islam (BPPI) yang
berpusat di desa Moliow. Guru-gurunya didatangkan dari Yogyakarta
seperti antara lain : Mohammad Safii Wirakusumah, Sarwoko, R. Ahmad
Hardjodiwirdjo, Sukirman, Sumarjo, Surjopranoto, Muhammad Djazuli
Kartawinata dan alin-lain. Juga ditambah dengan Ali Bakhmid dari
Manado Usman Hadju dari Gorontalo dan Mohammad Tahir dari Sangir
Talaud (Sejarah Pendidikan Daerah Sulawesi Utara oleh Drs.L.Th.Manus
dkk. 1980).
Perkembangan pendidikan yang dikelola oleh BPPI demikian pesatnya
sehingga pada tahun 1931 dibuka sebuah H.I.S berbahasa Belanda di
Molinow. Untuk medidik guru-guru yang akan mengajar di sekolah-sekolah
yang dikelola oleh BPPI, maka pada tahun 1937 dibuka lagi sebuah
sekolah guru, yaitu Kweekschool di Molinow.
Disamping sekolah-sekolah yang dikelola oleh zending dan BPPI, maka
usaha pihak swasta untuk membuka sekolah terlihat antara lain :
Particuliere Schakel School yang dibuka oleh A.C. Manoppo. Kemudian
sekolah seperti itu dibuka oleh A.E. Lewu, yaitu Neutrale Particuliere
School yang berlangsung sampai tahun 1941 sebelum bahas Jepang masuk
Indonesia karena perang dunia ke-2. Sebuah sekolah swasta seperti itu
juga pernah dibuka oleh Sumual pada tahun 1925, namun tidak berlanjut.
Pada tahun 1937 dibuka di Kotamobagu sebuah sekolah Gubernemen, yaitu
Vervolg School (sekolah sambungan) kelas 4 dan 5 yang menampung
lepasan sekolah rakyat 3 tahun, dengan kepala sekolahnya N. Ares.
Kotamobagu sebagai ibukota kabupaten Bolaang Mongondow, sebelumnya
terletak disalah satu tempat di kaki gunung Sia’ dekat Popo Mongondow
dengan nama Kotabaru. Karena tempat itu dianggap kurang strategis
sebagai tempat kedudukan controleur, maka diusahakan pemindahan
ibukota ke tempat yang sekarang ini, yaitu Kotamobagu, yang
peresmiannya diadakan pada bulan April 1911 oleh Controleur F. Junius
yang bertugas di Bolaang Mongondow tahun 1910-1915.
Kedudukan istana raja di desa Kotobangon, yang sebelumnya pada masa
pemerintahan raja Riedel Manoppo berkedudukan di desa Bolaang. Karena
raja Riedel Manuel Manoppo tidak mau menerima campur tangan pemerintah
oleh Belanda, maka Belanda melantik Datu Cornelis Manoppo menjadi
raja, lalu bersama-sama denga Controleur Anthon Cornelis Veenhuizen
dikawal oleh sepasukan prajurit melalui Minahasa selatan masuk Bolaang
Mongondow dan mendirikan komalig (isatana raja) di Kotobangon pada
tahun 1901.
Pada tahun 1911 didirikan seuah rumah sakit di ibukota yang baru
Kotamobagu. Rakyat mulai mengenal pengobatan modern, namun ada juga
yang masih mempertahankan dan melestarikan pengobatan tradisional
melalui tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat.
Dengan masuknya agama dan pendidikan, maka sistem kehidupan sosial
budaya masyarakat turut mengalami perubahan, antara lain : tentang
cara pengelolaan tanah pertanian (mulai mengenal penanaman padi di
sawah), adat kebiasaan, pernikahan, kematian, pembangunan rumah,
pengaturan saran perhubungan, media komunikasi dan lain-lain
sebgainya.
Sebagai informasi perlu disampaikan bahwa : rumah adat Bolaang
Mongondow yang diwujudkan dalam bentuk pavilyun Bolaang Mongondow di
Taman Mini Indonesia Indah jakarta (samping bangunan rumah adat
Sulawesi Utara), yang miniaturnya diminta oleh almarhum Alex Wetik dan
dibawa ke Manado tahun 1972 dan kemudian menjadi contoh pembangunan
rumah adat Bolaang Mongondow di TMII Jakarta.
Umumnya rumah tempat tinggal di Bolaang Mongondow berbentuk rumah
panggung dengan sebuah tangga di depan dan sebuah di belakang. Dengan
adanya pengaruh luar, maka bentuk rumahpun sudah berubah. Kehidupan
sosial budaya masyarakat yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan
pembangunan sekarang ini, banyak yang telah berubah. Namun budaya
daerah yang masih mengandung nilai-nilai luhur yang dapat menunjang
pembangunan fisik material dan mental spiritual, masih tetap
dipelihara dan dilestarikan.
Pada saat masyarakat mulai mengenal mengenal mata uang seperti real
dan doit sebagai alat penukar bahan keperluan hidup, maka penduduk
mulai menjual hasil pertanian tersebut seperti : sayur, buah-buahan
dan lain-lain. Hasil pertanian tersebut diletakkan di depan rumah
dekat jalan raya dan diatur setumpuk-setumpuk dengan harga satu doit
per-tumpuk. Pemilik tidak perlu menjaga bahan dagangannya. Sore hari,
pemilik akan mengambil uang harga jualannya. Bila habis terjual, maka
di tempat penjualan itu terletak uang harag bahan yang dijual dalam
keadaan utuh, tidak berkurang. Contoh seperti ini menunjukkan
keluhuran budi pekerti setiap anggota masyarakat yang masih jujur,
serta menyadari bahwa setiap perbuatan jahat itu tidak dikehendaki
oleh Ompu Duata (Yang Maha Kuasa). Pada saat itu mereka belum
mengenal dusta, tipu muslihat dan lain-lain sifat jahat yang dapat
mengganggu ketertiban masyarakat. Kerukunan hidup antar keluarga dan
antar tetangga dimasa itu belum tercemar oleh pengaruh luar. |
|
|
|
|
|