| |
Cara peminangan :
Apabila misalnya pemuda dari
golongan simpal hendak meminang gadis kohongian (yang lebih tinggi
tingkatannya), maka taba' yaitu telangkai, seorang yang mewakili
keluarga pihak keluarga pihak pemuda untuk meminang, biasanya
menggunakan bahasa kiasan, umpamanya : "Aka kuma bo ayu'on in indoi
iput I mata kon tosingogon inta kodia-dia mangoi na'a yo tonga'
mokisukur kon dega' oyu'on bi' in yindoi iput I mata" (= jika
sekiranya ada pandangan penerimaan dengan ekor mata tentang ucapan
yang hendak kami sampaikan ini, maka kami brsyukur atas penerimaan
walaupun hanya dengan ekor mata). Peminangan biasanya disampaikan oleh
seorang taba’ yaitu seorang yang diutus oleh keluarga pihak laki-laki.
Setelah ada penerimaan oleh pihak keluarga wanita, maka keluarga pihak
laki-laki bermusyawarah untuk lebih menguatkan kesungguhan peminangan,
bahwa peminangan telah disampaikan dengan sungguh, bukan hanya dengan
setengah hati. Maka keluarga pihak laki-laki bersama ayah dan ibu
calon pengantin pria, menuju ke rumah pihak wanita, untuk memperjelas
(mogintarang) dan membenarkan (mogintotu'u) tentang peminangan, bahwa
peminangan sudah disampaikan berdasarkan kesepakatan seluruh anggota
keluarga dari pihak laki-laki. Setelah mereka pulang karena sudah ada
persetujuan dari keluarga pihak wanita, disampaikanlah rencana
tersebut kepada guhanga in lipu' (orang tua kampung selaku
pemangku adat). Ditetapkanlah waktu, kapan akan mengunjungi lagi
keluarga pihak wanita bersama-sama dengan para guhanga. Cara
menyamapaikan kepada guhanga in lipu' misalnya seperti berikut :
"Barang nogama' don kon tala' na'anya, yo baeka bo de'emanbi' momali'
kom bayag in singog, tonga' mobui pa bo maya' mongimbaloian kodia-dia
don ing guhanga, simba niat ki inta na'a ing kombonu don in tota'au
ing guhanga ." (= karena sudah menentukan suatu beban, maka
walaupun belum menetapkan kesepakatan pembicaraan, namun alangkah
baiknya bila kita bertandang lagi ke rumah pihak wanita bersma dengan
orang-orang tua kampung, agar hal ini sudah sepengetahuan tua-tua
kampung). Dari pihak wanita pun menyampaikan hal itu kepada guhanga
tentang peminangan terhadap anak gadis mereka, bahwa pihak keluarga
laki-laki sudah tiga kali berkunjung berkaitan dengan peminangan,
yaitu :
1. Guman (meminang yang disampaikan oleh taba' dari pihak laki-laki)
2. Kunjungan orang tua pihak laki-laki untuk membenarkan (mogintotu'u)
dan memperjelas (mogintarang) tentang peminangan itu.
3. Kunjungan pihak laki-laki dengan membawa serta para guhanga agar
rencana pernikahan sudah diketahui oleh orang tua kampung.
Ketiga fase ini sudah harus diketahui oleh para guhanga, walaupun
belum disampaikan kepada pemerintah (sangadi atau bobato dengan
perangkatnya), supaya bila guhanga melihat ada pemuda yang sering
berkunjung ke rumah gadis yang bukan tunangannya, maka para guhanga
berhak menegur dia dengan mengatakan : "Iko nion dongka langow mako
im baloi monia tuata, sedang kinotota'auanmu kon ayu'on im paloma in
tua kom baloi tatua" (= engkau ini seperti lalat yang selalu
berkunjung ke rumah itu pada hal engkau tahu bahwa di rumah itu ada
seekor merpati). Juga ada teguran oleh guhanga kepada oarang tua si
pemuda, misalnya dengan mengatakan : "Bo moiko nion ing kogadi'
lolaki yo dia' don ambe mopota'au mai kong guhanga lipu'." (= kamu
ini mempunyai anak laki-laki tapi tidak memberi tahu kepada tua-tua
kampung).
Setelah pertunangan antara pemuda dan gadis telah diketahui oleh para
guhanga, maka dibicarakanlah waktu untuk menetapkan kepastian
pembicaraan (mopokobayag kon singog). Dalam hal ini para guhanga hanya
menjadi saksi. Bila sudah ada kesepakatan tentang waktu pelaksanaan
pernikahan antara kedua pihak, disaksikan oleh guhanga dan disampaikan
kepada pemerintah, maka diumumkanlah kepada masyarakat bahwa : lelaki
bernama … anak dari si … telah menyampaikan rencana menikah engan
gadis bernama si … anak dari si … dan sudah ada persetujuan dari kedua
belah pihak.Kemudian masih
diadakan pertemuan untuk menetapkan besar kecil atau tinggi rendahnya
yoko' secara keseluruhan dengan perincian besarnya yoko' tiap fase.
Bila si gadis pernah inimontoi kon takit, dalam arti pernah
mengalami upacara inisiasi (ponondeaga'an), nokiaimbu, yaitu
upacara adat bagi gadis yang dipingit karena inisiasi, ile'adan
(perataan gigi) dan ilamba'an (dihiasi) saat aimbu, maka dalam
yoko' tadi, ada perincian fase-fase pelaksanaan imontoi (perawatan)
dan sebagainya.
Beberapa fase yang dilalui antara
lain :
| Guman , yaitu
peminangan yang dilakukan oleh taba'. |
| Pu'at in lamba',
yaitu mengeluarkan hiasan waktu aimbu. |
| Gu'at, yaitu
pemisahan anak dari orang tua. |
| Le'ad, yaitu
acara perataan gigi. |
| Gama', yaitu
penjemputan pengantin wanita oleh keluarga pihak pengantin pria,
sehari sesudah pesta pernikahan. |
Untuk setiap fase yang dilalui ini,
ditetapkan yoko' sendiri-sendiri, kemudian ditambah dengan yoko'
moloben (maskawin).
Dalam era pembangunan dan pesatnya pertumbuhan ilmu pengetahuan dan
teknologi ini, perincian –perincian seperti di atas ini mulai
dihilangkan dan disepakati untuk menetapkan besarnya yoko' sesuai
kemampuan pihak keluarga laki-laki yang disetujui pihak wanita,
disaksikan oleh guhanga dan direstui oleh pemerintah.
Untuk setiap tingkatan golongan, besarnya yoko' moloben telah
ditetapkan, misalnya untuk kohongian sebesar 200 real. Dalam nilai 200
real itu, tidak hanya didasarkan pada satu jenis bahan, tetapi
ditetapkan 50 real uang tunai, sedangkan 150 real adalah yoko' dalam
bentuk barang (natura). Hal inipun ditetapkan sesuai persetujuan kedua
belah pihak, misalnya : pindan in talong, pindan mo alus, (dua jenis
piring antik), sikayu (kain antik). Harga sikayu waktu itu
berbeda-beda, ada yang 30 real, 20 real, 10 real, 5 real sampai 3
real. Dari setiap jenis diambil, hingga genap bernilai 150 real.
Dimulai dengan yoko' untuk guman (peminangan)
sebesar 10 real yang dibayar dengan benda. Dari pihak wanita, ada yang
disebut : abat ing guman (jawaban atas peminangan). Abat ing
guman ini diberikan kepada seorang gadis yang duduk di kursi, memakai
selubung lalu menerima abat ing guman sebesar 16 real. Bila si gadis
noki imontoi sebelum atau sesudah peminangan, maka
seluruh biaya imontoi ditanggung oleh pihak laki-laki. Inipun atas
kesepakatan kedua pihak sesuai keikhlasan. Karena dalam imontoi ini
ada : le'ad, posiugan le'adan (tidur saat perataan gigi),
pobangonan (bangun sesudah perataan gigi), poponungkulan
im batu pole'adan (pemasangan batu perataan gigi), maka semua
biaya disesuaikan dengan kesepakatan bersama.
Tadi dikatakan ada : pu'at in lamba' (mengeluarkan hiasan).
Pu'at in lamba' ini diadakan bila si gadis dihiasi selama pelaksanaan
aimbu. Aimbu adalah suatu acara yang diadakan beberapa malam
berturut, diisi dengan kesenian berupa lagu-lagu semalam suntuk.
Biasanya lagu-lagu itu dinyanyikan oleh orang-orang tua pria, sambil
berjalan berduyun dalam suatu formasi tertentu. Lagu-lagu yang
dinyanyikan antara lain : totampit, odenon, tangkil, buyak, dan
lain-lain. Sastra lagu biasanya mengandung humor, sehingga orang yang
turut menyaksikan tidak mengantuk. Aimbu itu diadakan dalam kaitannya
dengan upacara inisiasi, yaitu ponondeaga'an, peralihan status
gadis dari remaja ke gadis dewasa sebagai persiapan memasuki jenjang
perkawinan. Si gadis biasanya dipingit, ditempatkan di anjungan
(popintuan). Bila hendak ke dahajat, si gadis tidak boleh berjalan
kaki, harus digendong oleh pemuda-pemuda yang telah ditetapkan. Biaya
pu'at in lamba' dibayar sekaligus dengan yoko' moloben (maskawin).
Pada saat dipingit, si gadis memakai siripu, yaitu alas kaki dari kayu
yang berbunyi pada waktu berjalan. Biaya pu'at in siripu (membuka alas
kaki) juga menjadi beban pihak lelaki. Sesudah menikah, maka masih ada
lagi syarat yang disebut : longkut in sole (membuka kutang).
Semua itu merupakan tambahan biaya. Namun semuanya tergantung pada
kesepakatan kedua pihak.
Sehari sesudah pernikahan, diadakanlah acara gama'. Pengantin wanita
dijemput oleh keluarga pihak laki-laki, dibawa ke rumah pengantin
laki-laki. Biasanya sebelum pengantin wanita turun dari rumahnya, ia
diberi petunjuk oleh beberapa orang tua dengan mengatakan, bahwa
selama dalam perjalanan menuju ke rumah keluarga laki-laki, ia harus
mongula. Mongula adalah berhenti pada tempat-tempat tertentu.
Pada waktu ia berhenti, maka keluarga pihak laki-laki akan mengatakan
sesuatu pemberian kepada pengantin itu agar ia mau melanjutkan
perjalanan. Pemberian itu berupa : pohon kelapa, rumpun bambu, rumpun
rumbia, pohon sagu dan sebagainya. Pemberian itu menjadi milik suami
isteri yang baru. Tiba di rumah keluarga laki-laki, pengantin dijemput
oleh keluarga. Disuguhi sirih pinang, diberi makan pisang bakar atau
lain-lain makanan, seanggota keluarga pihak laki-laki dan bahwa
pernikahan itu telah direstui oleh seluruh anggota keluarga. Pada
petang hari, pengantin wanita dibawa lagi ke rumahnya. Kaum keluarga
pihak laki-laki akan menghantarnya. Pada saat itu, semua kebutuhan
rumah tangga baru dibawa serta, seperti : kasur, bantal, tikar, tempat
pakaian, alat-alat masak, alat-alat makan, perabot rumah tangga, bahan
makanan (beras, sagu, jagung), dan sebagainya.
Dalam acara pernikahan ini sudah ada unsur keagamaan. Pada saat
pengantin pria dituntun oleh pimpinan agama untuk menjemput pengantin
wanita yang ada di kamar tidur, maka pintu masuk kamar di halangi oleh
beberapa gadis remaja. Keluarga pihak laki-laki biasanya menghamburkan
uang logam di depan pintu masuk. Pada saat gadis-gadis remaja penjaga
pintu memungut uang, kesempatan bagi pengantin pria masuk menjemput
pengantin wanita.
|
|
|
|
|
|