Media Putra Totabuan Untuk Membangun Daerah
Index
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Penutup

 

 

 

Beberapa ketentuan dalam perkawinan

Pemutusan hubungan kekeluargaan : (momontow kom bui'an).
Perkawinan antara pria dan wanita yang masih terikat hubungan darah,dilarang,misalnya antara : kakak laki-laki dan adik perempuan, antara saudara satu susu (tongotete'an), antara ipar laki-laki dan perempuan, antara paman dan kemanakan, antara saudara sepupu atau yang cucu bersaudara. Bila terjadi sesuatu sebab antara mereka yang termasuk larangan kawin, misalnya si wanita telah terlanjur hamil, sedangkan mereka berasal dari satu darah, maka dapatlah diadakan peminangan, sesudah diadakan suatu upacara adat, yaitu : pemutusan hubungan kekeluargaan (momontow kom bui'an). Caranya adalah : menyembelih beberapa ekor hewan, ayam putih, kambing, untuk persembahan, yang darahnya digosokkan pada tangga sigi (podugu') dan pada kaki calon suami isteri. Dagingnya dimasak untuk diberikan kepada kepala desa dan guhanga, terutama kepada orang tua yang akan menerima maskawin. Upacara adat berakhir pada saat pemecahan sebuah piring yang dipegang oleh calon suami isteri, yang dilakukan oleh guhanga. Upacara memutuskan hubungan kekeluargaan ini diadaakan agar tidak terjadi tomba' (bencana alam) atau malapetaka lainnya.
Perkawinan juga dilarang antara mereka yang berbeda agama. Dalam buku undang-undang Bolaang Mongondow artikel 35, dilarang perkawinan antara wanita Bolaang Mongondow dengan pemuda asing. Bila terjadi pelanggaran, maka orang tua pihak wanita dikenakan denda. Juga kepala desa sebagai "pengawas" desa dikenakan denda.
Perlu juga diinformasikan, bahwa sesuai penuturan pernah berlaku suatu kebiasaan di desa Motoboi Besar, tentang suami isteri baru. Konon, pada malam pertama, pengantin wanita tidak tidur di dalam kamar pengantin, tetapi ia tidur ditengah ayah dan ibunya atau bersama saudara perempuannya yang lain. Menjadilah kewajiban si suami untuk pada tengah malam mengangkat isterinya untuk dibawa ke kamar pengantin. Pernah terjadi, pengantin wanita mengikat rambutnya dengan rambut ibunya. Ketika suaminya mengangkat dia, ibu yang sednag nyenyak terkejut bangun karena rambutnya tertarik oleh rambut anaknya yang pengantin itu.

Tagu'
Bila seorang pemuda telah resmi bertunangan dengan seorang gadis, maka untuk lebih menguatkan janji itu, keluarga pihak laki-laki menyampaikan suatu tanda baerupa benda yangd isebut : tagu', sebagai tanda pertunangan (kokantangan) yang telah dikuatkan oleh hukum.
Dahulu tagu' merupakan alat pengikat menurut kepercayaan lama (magis), sehingga pemutusan hubungan oleh satu pihak, akan menimbulkan bahaya besar. Kemudian tagu' itu berarti : tanda bahwa pertunangan telah diresmikan. Tagu' ini boleh terdiri dari : sising (cincin), bolusu (gelang lokan), bobol (manik-manik), karabu (subang); bagi rakyat biasa, tagu' boleh terdiri dari pakaian (kain, celana,baju) dan lain-lain.
Sesudah diadakan tagu' maka apabila tanpa sesuatu sebab pihak wnaita memutuskan hubungan, keluarganya harus mengembalikan tagu' dan semua biaya yang sudah diberikan oleh pihak laki-laki, serta membayar denda yang dipertanggung-jawabkan melalui nilai tagu'. Bila pihak laki-laki yang memutuskan hubungan maka disamping ia akan kehilangan tagu' dan biaya-biaya yang sudah diberikan, ditambah lagi dengan denda yang besarnya telah ditetapkan. Nilai denda akan lebih tinggi, bila pihak wanita berasal dari golongan yang lebih tinggi.


Pertunangan anak-anak (poyokantanagan)
Dahulu biasanya ada orang tua yang bersepakat untuk mempertunangkan anak-anak mereka, walaupun anak-anak itu belum remaja. Mempertunagkan anak-anak seperti ini, disebut : mopoyokantang atau poyokantangan. Bila cara seperti ini terjadi, amak orang tua pihak laki-laki harus turut memikul biaya-biaya pemeliharaan, terutama biaya untuk pakaian bagi wanita. Kedua belah pihak menyepakati untuk kelak mengikat kedua anak mereka dalam hubungan pertunangan (kokantangan) secara resmi. Bila kemudian hubungan ini tidak menjadi kenyataan, maka atas kesepakatan bersama pula, agar hal ini tidak menimbulkan beban dari salahsatu pihak. Namun sering pula terjadi, bahwa pihak yang dikecewakan akan mendapat pemberian sedikit sebagai tanda pengobat hati yang luka.

Iba
Dalam kokantangan yang telah direstui oleh orang tua kedua belah pihak, maka pihak laki-laki juga sering memberikan iba kepada pihak wanita, berupa : bahan makanan, uang tunai, pakaian dan sebagainya. Bila kemudian perkawinan terjadi, maka nilai iba tidak diperhitungkan dengan maskawin.

Tali'
Pembayaran maskawin dilaksanakan pada saat pernikahan. Adapula kesepakatan bahwa pembayaran maskawin dapat ditangguhkan. Pembayarannya diadakan nanti sesudah terjadi pemutusan ikatan perkawinan, baik dalam keadaaan hidup atau meninggal. Bila pada saat meninggalnya si isteri, pihak laki-laki belum sempat membayar maskawin, si suami dapat dibebaskan dari pembayaran maskawin, namun ia harus menanggung biaya pemakaman dan biaya kenduri (monusa).
Adapun maskawin itu tidak dibayar, apabila :
1. Si isteri kawin tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan orang tua kedua pihak.
2. Si isteri sudah mengandung sebelum nikah.
3. Si pria orang miskin, sedangkan mertuanya menghendakinya.
4. Pria dari kaum bangsawan kawin dengan wanita dari tingkatan yang lebih rendah (momahag = selir)

Dalam perkawinan pria dan wanita beragama Islam, disamping maskawin, juga ada dati atau mahar yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pengantin wanita. Tentang besarnya dati, biasanya dibicarakan bersamaan dengan penetapan besar kecilnya maskwin.
Menurut suatu peraturan (putusan dan perbuatan dari pemerintah Kerajaan Bolaang Mongondow, Bintauna, kaidipang besar dan Bolaang Uki tgl. Kotamobagu 19 Agustus 1924 No.43), calon-calon suami isteri beragama Kristen yang menghendaki perkawinan secara gereja terlebih dahulu menyampaikan keinginan mereka kepada raja. Bila tempat kedudukan raja jauh, boleh pergi kepada kepala distrik. Apabila rumah tangga yang baru belum memiliki rumah sendiri, sednagkan maskawin sudah dibayar, mereka boleh tinggal di rumah orang tua laki-laki. Pada suatu hari yang sudah ditentukan sesudah perkawinan, si isteri di jemput oleh keluarga pihak laki-laki yang disebut gama'.

Harta milik bersama
Harta benda milik suami atau isteri yang dibawa masing-masing pada saat menikah, atau harta benda salah seorang yang diperoleh dari warisan atau pemberian, akan tetap menjadi milik sendiri-sendiri, bila terjadi perceraian antara keduanya. Harta benda yang rusak atau hilang selama perkawinan menjadi tanggungan bersama (poyogaluman).

Perceraian
1. perceraian atau pemutusan ikatan perkawinan disesuaikan dengan kesepakatan kedua pihak.
2. Sesuai dengan kehendak suami, bila si suami meninggalkan isterinya dan menolak tikar atau bantal yang dikirim oleh isteri kepadanya sesudah beberapa waktu.
3. Menurut kehendak isteri, bila si isteri pergi kepada keluarganya dan tidak mau menerima kain yang dikirim oleh suami kepadanya.

Pada pemutusan ikatan perkawinan dengan persetujuan kedua pihak, maka harta benda yang diperoleh bersama oleh suami isteri, sering dibagi sama. Namun bila pemutusan ikatan perkawinan itu disebabkan oleh salah satu dari keduanya, amak si yang bersalah akan kehilangan hak bagiannya. Apabila si isteri yang bersalah, maka ia harus mengembalikan maskawin bila sudah dibayarkan saat pernikahan. Bila maskawin belum dibayarkan, maka keluarganya akan membayar denda.
Si isteri dinyatakan bersalah :
1. Apabila ia berzinah (nokitualing).
2. Apabila ia mencaci mertuanya, nunuton (mertua laki) atau guya' (mertua perempuan).
3. Apabila ia meninggalkan tempat kediamannya.

Anak-anak
Sesudah perceraian, anak-anak biasanya tinggal bersma ibunya. Tapi bila mereka mengetahui sebab-sebab perceraian, amak mereka dapat memilih kepada siapa mereka ingin tinggal.
Perceraian antara suami isteri yang beragama Kristen, harus diputuskan melalui pengadilan.
Dalam hal perpisahan karena suami meninggal, maka isteri yang ditinggalkan belum boleh menikah lagi, sebelum diadakan kendurian (monusa). Selama masa kematian, si isteri mendapat dari keluarga suami apa yang disebut : pinobaluan (tanda berduka cita). Dalam agama Islam masa penantian itu disebut : idah.

Hak warisan
Bila seseorang meninggal, meninggalkan anak atau anak-anak, maka harta milik orang yang meninggal dan bagian dari perolehan bersama, diwariskan kepada anak atau anak-anak. Bila anak belum dewasa, maka warisan itu masih tetap dipegang oleh suami atau isteri yang masih hidup.
Dalam hal suami isteri tidak mempunyai anak, bila suami yang meninggal sedangkan maskawin sudah dibayar, maka harta milik bersama separuh untuk si isteri dan separuh untuk keluarga pihak suami. Bila belum dibayarkan maskawin karena pihak laki-laki tidak menghendaki perkawinan ini, maka seluruh harta peninggalan menjadi milik si isteri. Menurut "peraturan pemerintah Bersama tgl. 19 Agustus 1924 No.43, bahwa bila nilai harta milik yang diwariskan lebih besar dari 100 gulden (rupiah Belanda), maka pembagian warisan harus diputuskan melalui "Majelis Kecil" yang ditunjuk oleh pemerintah.

 
  

1
Hosted by www.Geocities.ws