EDISI>>01-02-03-04-05-06-07-08-09-10-11-12-13-14-15-16-17-18-19-20-21-22-23-24-25-26-27-28-29-  30-31>>

::LIPUTAN::

=> Isu Exo
=> Close Up
=> Intim
=> Gaya
=> Curhat
=> Potret
=> Jelajah
=> Bollystar
=> Exobolly
=>
Terawang
=> Modus
=> Blitz
=> Gemar
=> Rona

crew redaksi

berlangganan

pesan cd

pesan bundel

saran anda

:: BACAAN PALING EKSOTIS ::

Close Up * edisi 05 * minggu i oktober 2003

::ARTIKEL::

=> Rilexo
=> Cerbung
=> Noji
=> Cinexo
=> Etalase
=> Gaul
=> Kelambu
=> Exolusi
=> Amor
=>
Mbak Dona
=> Horoskop
=> Poster

Bintang Exo

ketentuan

 
liquid len
Free Web Counter
liquid len

Close up

Harga Eceran Pinggir Jalan Rp. 200 Ribu
BERBURU AMOY JAKARTA

Masyarakat Jakarta yang selama ini hanya bermimpi ‘jajan’ amoy, lantaran tarifnya mahal, kini tak perlu khawatir. Pasalnya pelacuran dengan komoditi wanita mata sipit. ternyata sekarang mudah di dapat. Dimana ‘belanjan’ya? 

Jakarta adalah barometer jajanan seks. Apapun ada di kota yang menjadi mimpi kebanyakan orang kampung ini. Tak kurang dari panti pijat, diskotik hingga kafe makin terangan-terangan menyajikan menu seks sebagai daya tarik pengunjung.

Wanita-wanita cantik, muda dan menggairahkan makin menambah suasana segar. Tidak hanya wanita pribumi sebagai komoditi yang menjual dan memang dijual. Para pengusaha yang main di bisnis lendir tersebut meramu dengan merekrut wanita-wanita keturunan cina --untuk selanjutnya disebut amoy-- yang tentunya memiliki pasar tersendiri.

Anggapan sebagaian orang bahwa ‘kencan’ dengan amoy bisa mendatangkan rejeki masih dianggap mujarab. Entah apa alasannya, atau memang pangsa pasarnya lebih menjual, keberadaan prostitusi wanita bermata sipit makin menggeliat.

Beberapa tempat hiburan malah terangan-terangan menyajikan amoy sebagai menu utama. Bahkan sebuah restoran di bilangan Jakarta Barat, yang dilengkapi dengan karaoke, dan keberadaannya langsung menembus ke sebuah hotel malah mendatangkan cungkok (wanita cina asli dari daratan-red).

Tentu misinya tak jauh dari rupiah. Hebatnya, dari kalangan amoy sendiri mulai ngerti daya jual yang dimiliki. Hingga dengan mudah, jual beli amoy bisa ditemui dibeberapa titik di belantara Jakarta. Bahkan keberadaannya makin menggila, dengan hadirnya amoy-amoy eceran yang menjajakan tubuhnya di pinggir jalan.

Suasana sepanjang Jalan Batu Ceper Jakarta Pusat, yang menembus perempatan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Sabtu malam (20/09) nampak bergeliat. Lalau lalang mobil-mobil nampak meriah menyusuri malam dan makin menambah suasana hidup.

Tiga ratus meter dari sebuah ‘kedai’ siap saji asal negara Paman Sam alias dijajaran bangunan yang rata-rata menyerupai bentuk ruko, bertengger bangunan empat lantai, bernama FC. Sebuah papan nama warna kuning berukuruan sekitar 2x3 meter, bertuliskan menu-menu yang tersaji di FC, membentang di ujung tembok yang membatasi lokasi bangunan tersebut dengan bangunan sebelahnya. 

Mobil-mobil nampak terparkir berserakan didepan bangunan ini, yang belakangan diketahui sebagai ladangnya masyarakat Jakarta berburu wanita Tionghoa. Halaman yang tersedia memang tidak terlalu luas, hanya mampu menampung sekitar 10 mobil. Selebihnya memanfaatkan jalan raya atau halaman gedung yang berada di sekitar lokasi FC untuk lahan parkir.


Melongok keberadaan bangunannya, situasi ruangan di dalamnya, hingga jenis-jenis mobil yang terparkir, bisa ditebak bahwa restoran cepat saji itu banyak dikunjungi kalangan menengah keatas.

Dari balik bangunan empat lantai tersebut beragam kebutuhan kenikmatan ditawarkan. Kafe, diskotik, bilyard, dan karaoke. Mungkin itu hanya perantaranya. Sementara ‘ujung tombak’nya terletak pada para wanita penghibur yang bisa diajak kencan seks. 

Rata-rata ‘selimut hidup’ yang meramaikan bursa malam di FC, hampir seluruhnya didominasi trah mata sipit. Mungkin hanya segelintir wanita pribumi, itupun sebatas para pekerja, mulai dari waiter, waiters, hingga security. Tak perlu heran jika kemudian FC tersebut dikenal sebagai basisnya jajanan amoy.

Di tempat itu pengunjung benar-benar dimanjakan. Mulai masuk dari pintu utama, petugas yang mengenakan jas berwarna hitam akan menyambut dengan membukakan pintu kaca yang tingginya hampir tiga kali ukuran tinggi orang Asia. Dengan senyum ramah, mereka akan mempersilahkan pengunjung untuk memilih menu yang ditawarkan.

Persis didepan pintu utama, beberapa petugas receptionis, terdiri wanita cantik akan memandu pengunjung menemukan tempat-tempat yang hendak dituju. Di receptionis ini pula cover charge harus dibayar apabila pengunjung ingin menikmati hentakan musik disco yang terletak di lantai dua.

Sementara jika mau berkaraoke, letaknya berada di lantai satu alias di samping meja receptionis. Lantaran didisain untuk kelas menengah keatas, tarif yang dipatok untuk buking room lumayan mahal. Namun tarif itu bukan merupakan cover charge room, tapi hanya untuk minimal order.

Ada beberapa VIP Room ditawarkan. Sepertinya keberadaannya lebih diperuntukkan untuk kebutuhan pemuas syahwat. Tengok 19 buah VIP room yang tersedia. Mungkin harga r
oom termurah alias yang bertarif Rp 100 ribu/ tiga jam tak seberapa. 

Sebab di sana tersedia VIP room seharga Rp. 750 ribu/tiga jam. Di dalam VIP room yang berukuran sekitar 6 x 8 meter tersebut, tersedia fasilitas ruang karaoke, kamar mandi dan tempat tidur yang letaknya terpisah dengan ruang karaoke. Di tempat itulah para tamu yang mau langsung ‘ngejos’ bebas melakukannya.

Tarif yang dipatok untuk bisa buking amoy cuma Rp. 35 ribu perjam, peminat harus membuking minimal tujuh jam. Namun harga tersebut hanya untuk teman berkaraoke. Layanan selebihnya, tergantung kesepakatan. Kabarnya para amoy yang ‘beredar’ di FC sepakat mematok tarif Rp. 500 ribu untuk short time alias sekali ‘naik’. Hal itu hanya berlaku untuk ‘ngebor’ ditempat.

Bila menghendaki buking diluar, tarifnya tentu lain. Eva (20), misalnya. Kepada Exo yang mencoba membukingnya, wanita kelahiran Mangga Mesar, Jakarta Pusat ini awalnya menolak. Namun setelah ngobrol banyak dan menuturkan seringnya datang ke tempat tersebut, Eva buka mulut juga.

Untuk kencan di dalam room, ia biasa mematok tarif Rp. 500 ribu untuk short time. Sementara bila BL (buking luar-red), dia memasang tarif Rp. 1 juta untuk short time alias pertiga jam. Menurutnya itu harga standar rata-rata amoy di FC. 

Bagi pengunjung yang ingin memburu amoy sambil beromantis ria terlebih dulu, ditawarkan kafe dilantai dua. Sama seperti halnya areal karaoke, selain dihibur dengan sajian musik-musik nostalgia hingga dangdut ria, para amoy pun turut membanjiri kafe tersebut. Mereka memiliki sistem management yang sama dan tarif serupa. Hanya saja kafe tersebut mulai buka sejak siang hari hingga malam hari. 

Sementara untuk Jumat malam dan Sabtu malam, diatas pukul 21.00, kafe tersebut berubah menjadi diskotik. Meski demikian, ujungnya tetap sama, yakni menu amoy yang tersedia sebagai ‘penyejuk’ pengunjung, untuk kemudian ranjang goyang yang menjadi akhir petualangan.

Tak kalah menarik adalah komunitas cungkok yang mangkal di NY Karaoke, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat yang sengaja hadir untuk kalangan eksekutif alias khusus papan atas yang notabene berkocek tebal.

Tak kurang dari 20 room karaoke tersaji. Untuk menambah semarak, amoy-amoy dikoleksi pihak managemen karaoke itu. Di sana juga menyediakan para cungkok yang bisa langsung dibuking ke atas ranjang.

Menyoal tarif, tentu saja diatas harga amoy lokal, atau berkisar paling murah Rp. 3 juta untuk short time dan Rp. 8 juta untuk long time. “Hanya kalangan tertentu yang bisa menikmati cungkok tersebut. Ini aturan yang ditetapkan,” ujar sumber Exo.

Hal itu tentu beralasan, sebab komoditi cungkok memang termasuk langka. Sebab mereka sengaja didatangkan dari negaranya untuk ‘dijual’ di Indonesia. Dengan demikian, proses perekrutannya jelas serba ‘gelap’ alias tidak lewat jalur resmi. Kalaupaun ada yang menempuh jalur resmi, kedatangan para cungkok ini dengan dalih melancong sebagai turis.

Yang patut dicermati, cungkok di Karaoke NY bukan ‘jajanan’ untuk teman karaoke. Bahkan cara ‘menyimpan’nya tak seperti amoy-amoy yang tersedia di ‘aquarium’, yang menjadi koleksi tetap Karaoke NY.

Selain di Restoran J, basis amoy-amoy bisa didapati di Diskotik M, yang berada di lantai tujuh Pusat Perbelanjaan ternama di kawasan Gaja Mada dan Di Diskotik G, yang satu lokasi dengan Hotel O, Kalibesar, Jakarta Barat, dan diskotik M, di Jalan Mangga Besar, Jakarta Barat


Berbeda dengan di FC atau Restoran J, yang lebih terorganisir. Di kedua diskotik tersebut para amoy lebih liar, dimana ia akan memburu ‘kliennya’ sendiri-sendiri. Namun demikian, ada beberapa diantaranya yang menjadi anak asuh binaan seorang germo.

Untuk tarif yang dipatok bervariasi, tetap dengan harga sesuai kesepakatan. Umumnya mereka memasang tarif mulai Rp. 300- Rp. 1 juta untuk short time alias per tiga jam. Sementara modus perburuannya, jelas berbeda dengan di FC, dimana telah diatur seorang mami dan ditempatkan di show room. Amoy-amoy di kedua diskotik tersebut meluber dan berbaur dengan pengunjung, untuk kemudian memilih calon mangsa yang hendak digaetnya.

Diluar itu, ‘jual’ jajanan amoy dapat kita temui hampir di setiap diskotik di kawasan kota, club panti pijat di kawasan Pangeran Jayakarta dan Hayam Wuruk, namun kapasitasnya lebih kecil alias tidak menjadikannya pusat hiburan malam itu sebagai basisnya.

AMOY ECERAN --Untuk perburuan amoy dengan tarif ‘miring’, bisa didapatkan di lintas Hayam Wuruk, persisnya disekitar perempatan Harmoni, Jakarta Pusat. Memang, sepanjang Hayam Wuruk dihuni pelacur berbagai macam dan layanan.

Barangkali yang mencolok adalah batas wilayah mereka. Di pertigaan Gajah Mada yang menembus arah Jalan Batu Ceper didominasi wanita malam yang lebih senior. Umumnya mereka adalah wanita pribumi yang datang dari berbagai daerah.

Sementara dari pertigaan tersebut ke arah timur alias menuju arah Harmoni ‘dikuasai’ wanita penjaja cinta ‘junior’ yang didominasi wanita-wanita bermata sipit. Lantaran keberadaannya masih satu jalur, baik bagi pelacur pribumi maupun amoy yang menjual ‘paket eceran’, sepakat mematok tarif sama. Meskipun faktanya, para amoy-amoy tersebut terlihat lebih cantik, muda dan memiliki nilai lebih lantaran kulitnya putih bersih.

Belum lagi, dalam keremangan malam yang hanya diterangi lampu jalanan, tubuh-tubuh yang terbalut baju seksi dan kadang mempertontonkan bagian-bagian tertentu ini, memiliki daya tarik tersendiri bagi orang yang melintas.

Untuk dapat mencicipi amoy eceran ini berkisar antara Rp. 200 - 300 ribu per tiga jam. Dengan ketentuan, bila waktu buking melebihi jam yang ditentukan, mereka akan mengenakan bayaran yang diterapkan sesuai harga buking di awal.

Yang patut dicatat, mereka buklanlah cungkok, meskipun kadang sulit membedakannya. Tak jarang amoy pinggir jalan ini fasih banget berbahasa Cina. Apalagi jika mangsanya juga orang Cina. Dengan pengelabuan seperti itu, praktis mampu mendongkark nilai transaksi yang dipatok.

Rata-rata amoy itu tinggal tak jauh dari kawasan Pecinan - Glodok Jakarta Barat atau Mangga Besar dan sekitarnya. Lantaran berasal dari keluarga kere, namun memiliki wajah lumayan cantik dan terdorong kebutuhan yang tak mungkin ditutup hanya dengan bekerja lurus, yang dijalani adalah mengobral kepuasan.

Lantas, kenapa memilih jalan raya sebagai arenja jual tubuh?. Jangan salah. Bagi mereka, menjajakan tubuh dipinggir jalan lebih banyak mengeruk rupiah ketimbang mangkal di diskotik, panti pijat atau di sarang-sarang wanita panggilan.

Apalagi, dipinggir jalan mereka bisa langsung menyeleksi hidung belang yang akan ‘membeli’ tubuh mereka. Selebihnya, pangusaha pasar di jalanan lebih terbuka ketimbang beroperasi di diskotik yang umumnya lebih banyak para pemabuk maupun ‘tripper’, yang belum tentu mau membukingnya.

Dengan kata lain, prosentasi orang yang akan menikmati tubuhnya, bagi rata-rata amoy yang ditemui Exo mengaku bahwa di jalanan mereka memang sengaja ingin merasakan kepuasan bersetubuh dengan orang mata sipit, yang selama ini konotasinya sulit didapat. Maka tak perlu heran jika konsumen terbesar dari penikmat tubuh amoy eceran adalah pria pribumi.

Umumnya amoy-amoy eceran ini beroperasi mulai pukul sepuluh malam, atau saat jalanan sudah mulai sepi. Mereka mejeng dipinggir jalan, seolah-olah sedang menunggu angkutan umum. Yang gampang untuk mendeteksinya, selain berlama-lama berdiri ditempat yang menjadi ‘wilayah operasi’nya, amoy-amoy tersebut selalu akan merespon pengendara yang memperlambat laju kendaraannya.

Selanjutnya, bila pengendara berhenti, spontanitas mereka akan menghampiri sasaran. Bagi amoy yang tahu betul bahwa mangsanya memang sedang butuh ‘selimut’, transaksi pun langsung dijalani. Namun bagi mereka yang menangkap mangsanya masih ‘bau kencur’ dan telah hafal keberadaannya, dalih yang dipasang adalah hendak pulang. “Sorry gue mau pulang nih,” tangkis mereka.

Bila ada tawaran antar pulang, tentu saja mereka memilih menolaknya. Baru jurus baru dipasang, yakni mengajaknya bermalam saja. Bila sudah demikian, tarifnya bisa melambung. Ini yang patut dicermati. Dan bersiaplah berhati-hati, jika menemukan amoy semacam ini. Sebab justru yang bermain sandiwara inilah yang merupakan jaringan sindikat yang tertata rapi.

BAYAR DIMUKA -- Baik amoy yang mangkal di diskotik, FC atau emper jalanan biasanya memanfaatkan seorang bodyguard yang siap melindungi aktivitas mereka. Khusus amoy yang menjajakan diri di pinggir jalan, memanfaatkan bodyguard tak layaknya bodyguard kebanyakan, alias lebih banyak berfungsi sebagai pelindung saat razia sekaligus sebagai ‘tukang ojek’ saat ada tamu yang membuking.

Yang jelas, para bodyguard ini selalau berada tak jauh dari mereka. Biasanya, hanya dengan kode jari telunjuk ke arah konsumen, para bodyguard ini sudah tahu maknanya. Artinya kode tersebut diberikan bahwa tamu yang membukingnya dalam posisi aman.

Meski demikian bukan berarti sang bodyguard akan melepas begitu saja anak asuhnya. Tahap yang dijalani, pembayaran tetap dilakukan ditempat. Yakni kepada bodyguard yang bersangkutan, apabila amoy tersebut tidak terkordinir seorang mami.

Selanjutnya kode telunjuk tadi mengacu pada kode bahwa sang bodyguard akan mengikuti kemana mobil tersebut melaju. Jika sudah ketahuan hotel yang dituju, dalam waktu kurang lebih satu jam para bodyguard tersebut akan menyusul ke kamar tersebut.

Lantas, bagaimana bisa tahu amoy tersebut ada di kamar berapa? Bukan perkara sulit. Kecanggihan tehnologi telah membawa para amoy eceran menggunakan fasilitas SMS dari ponselnya. Dengan demikian, mereka yang membuking amoy tidak akan bisa berlama-lama. Kecuali jika SMS tersebut tidak datang, berarti tidak ada masalah dengan tamu yang membukingnya.

Mungkin dengan alasan tertentu sehingga amoy tidak minta dijemput. Entah lantaran konsumennya mau memberikan tips lebih, atau bahkan ada faktor enjoy, suka sama suka atau faktor lain yang membuat amoy-amoy tersebut kerasaan bersama yang membukingnya.

Berbeda dengan para pelacur yang bisa dibeli di tempat hiburan atau di lokalisasi yang terbiasa menerapkan pakai dulu baru bayar. Di kawasan tersebut berlaku aturan sebaliknya, yakni bayar dulu baru pakai.

Bagi mereka yang menggunakan jasa seorang bodyguard, proses transaksi dan pembayaran lewat bodyguard tersebut. Namun di lahan ini ternyata telah terbentuk semacam jaringan mafia, dengan memanfaatkan seorang germo yang akan bertugas sebagai kasir.

Umumnya satu germo memiliki anak asuh antara 3-5 orang pelacur. Germo-germo tersebut selalu mendampingi amoy mejeng. Agar tak kelihatan, umumnya mereka berada di warung-warung tak jauh dari anak buanya mejeng. Alasannya demi keamanan. Sebab tak sedikit para amoy tersebut menjadi korban penipuan.

“Terserah, mau bayar dimuka atau tidak. Kalau mau tarnsaksi jalan. Sebaliknya jika ngotot bayar di hotel jangan harap bawa anak buah saya,” tutur Mami Vony (38) --nama samaran--, germo yang mengaku telah menggeluti bisnis tersebut sejak lima tahun silam.

Mami Vony sendiri memiliki perhatian lebih pada kelima anak asuhnya. Selain selalu memantau kinerja mereka. Dia juga ‘merumahkan’ amoy-amoy tersebut. Tentu saja, ada keuntungan yang dapat dipetik dengan modus seperti itu.

“Selain mudah memantau, saya juga punya wilayah lain selain di pinggir jalan. Ada dua tempat yang menjadi rekanan bisnis saya. Satu di Hotel PP (Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat) dan satu di W 63 (Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat). Dari kedua hotel tersebut anak buah saya bisa cari tambahan,” tuturnya.

Mami Vony menerapkan strategi bahwa untuk waktu buking, ia memprioritaskan malam hari. Namun bila siang hari, ‘orang-orang’ yang ditanam di kedua hotel tersebut yang bergerak. Selanjutnya transaksi terjadi via handphone. Bila harga cocok, Mami Vony tinggal ‘menerbangkan’ beberapa anak buahnya ke hotel yang dimaksud.

Sebaliknya. Bila order datang malam hari, dan datangnya dari hotel tersebut, sama modusnya yang dilakukan pada siang hari. Bersama anak asuhnya, Mami Vony akan mengantar pesanan tersebut ke hotel. Selebihnya, bila transaksi cocok, anak asuh yang tak dikehendaki akan dikembalikan di kawasan mejeng semula. Untuk dapat menemui germo ini cukup gampang. Sebab tiap malam ia selalu kongkow di warung kopi samping halte tak jauh dari PT. Indorent, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat.

Memang, memanfaatkan jasa esek-esek lewat mami lebih terjamin ketimbang membidik langsung amoy liar yang mengecer tubuhnya sendirian. Pasalnya, selain kadang-kadang menemukan amoy yang nakal alias suka mengutil uang dan garang berharga milik pelanggan, di kawasan tersebut banyak amoy palsu alias bencong. Siapa suruh berburu amoy eceran?* nr

>SEKALI 'JOSS' DIBAYAR CEPEK       >>Evi (19) "DIJAMIN PUAS"
>Maya (20) "NGGAk BISA DITAWAR" >>Masayu Syarifah Hanim Ms "BISA TUKAR ISTRI"

hubungi redaksi - webmaster - pasang iklan

Copyright 2004 exotica23.tk (pt angkasa media utama) All Rights Reserved

 
Hosted by www.Geocities.ws

1