Close
up
Dra Masayu Sharifah Hanim,
Ms, Sosiolog
dan Peneliti Kemasyarakatan LIPI
BIASA TUKAR ISTRI
Etnis
Tionghoa
sejak dulu alias sejak jaman kekaisaran kerap menjadikan wanita sebagai
objek kesenangan kaum pria. Bisa dilihat dari film-film yang kerap
diputar di layar kaca televisi swasta. Tingkat ekonomi mereka di
Indonesia rata-rata cukup mapan. Mereka,
Way of life-nya memang ke materi. Di Jakarta komunitas
mereka berada di kawasan Gajah Mada, Jakarta Pusat dan sekitarnya.
Pada
dasarnya filosofi mereka sangat bagus ada keseimbangan yin dan yang,
tapi untuk masalah materi mereka anggap nomor satu. Hidup, mati mereka
tidak dianggap materi. Bahkan mati pun mereka membawa harta. Ini menjadi
lemah ketika di dekatkan dengan etika moral.
“Siang
dan malam, mereka terus memikirkan harta. “Setelah mendapatkan
semuanya, mereka berusaha mencari kepuasan,” papar Dra. Masayu
Sharifah Hanim, Msi, Sosiolog dan Peneliti Kemasyarakatan, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang ditemui Exo pada
Selasa (23/09) lalu.
Sedangkan
wanita penghibur keturunan Tionghoa yang melacurkan diri yang banyak di
kawasan Mangga Besar disamping mencari kesenangan, mereka juga mencari
uang dengan cara instant. Tapi ada juga yang mencari kesenangan saja.
"Demi
memuaskan nafsu, tukar-menukar istri biasa
mereka lakukan. Komunitas mereka sama-sama teman, tidak hanya
pinjam-pinjam duit atau baju saja. “Bahkan pinjam istri pun, halal
buat mereka. Jadi seks bagi mereka adalah kesenangan,” lanjut Masayu.
Sedangkan
pelacur yang didatangkan dari luar negeri seperti dari Cina itu adalah
komoditas. Pelacur bagi mereka sudah menjadi industri. Mereka masuk
dunia hitam dipengaruhi faktor ekonomi. Tapi ada juga yang masuk dunia
hitam bukan karena faktor ekonomi. Tapi karena ingin mencari kepuasan
seks saja. Mereka harus masuk ‘ling’ itu, agar bisa memilih jenis
laki-laki yang mereka sukai. “Karena
buat mereka uang itu segala-galanya dan sangat berkuasa,”
ungkanya.
Dilihat
pada sistem kekerabatan menurutnya, jalan hidup itu ada dua. Jalan hidup
yang melenceng atau jalan yang benar. Jalan hidup yang benar biasanya
ditumpang dengan kekerabatan itu. “Itu memerlukan upaya atau usaha keras. Tapi ada lagi sebagaian
orang mencari materi dengan cara instant. Seperti pelacur-pelacur itu,”
ujarnya.
Ditambahkan
bahwa cara mafia pelacur amoy membujuk
calon-calon pelacur bisa saja melalui cara
kekerabatan. “Itu cara hidup yang menyimpang. Karena sistem
kekerabatan tidak menjamin seseorang untuk tidak berbuat amoral,”
katanya lagi. Yang jelas kata Masayu Seseorang yang terjebak di dunia
pelacuran, rata-rata dipengaruhi faktor ekonomi dan faktor konsumerisme.*zul
|