EDISI>>01-02-03-04-05-06-07-08-09-10-11-12-13-14-15-16-17-18-19-20-21-22-23-24-25-26-27-28-29- 30-31>>

::LIPUTAN::

::BACAAN PALING EKSOTIS::

::ARTIKEL::

CLOSE UP #14

=> Isu Exo
=> Close Up
=> Intim
=> Gaya
=> Curhat
=> Potret
=> Jelajah
=> Bollystar
=> Exobolly
=> Terawang
=> Modus
=> Blitz
=> Gemar
=> Rona
Aturan
Langganan
Pesan CD
Pesan Bundel
Crew Redaksi
Saran Anda
Tarif Iklan

Bergoyang di panggung ‘digoyang’ di ranjang

‘BISNIS LENDIR’  BERKEDOK PENARI LATAR

Oleh : Rayu/Noer

Begitu melihat tayangan musik di layar televisi, seorang pria yang suka ‘jajan’ sempat berceloteh. “Lebih seru penarinya ketimbang penyanyinya. Bisa dibuking nggak ya,”?

Tiga bulan lalu, di sebuah diskotek di bilangan Jakarta Barat, diselenggarakan even peluncuran sebuah produk jasa keuangan. Layaknya sebuah launching, penyelenggara berharap agar dalam acara tersebut berkesan bagi klien dan undangan.

Ditatalah satu acara hiburan dengan menampilkan beberapa penyanyi ternama. Tentu saja, agar tampil lebih semarak, tiap penyanyi diiringi beberapa penari-dimasyarakat akrab dengan sebutan penari latar--, yang keberadaannya belakangan memang makin marak.

Dengan dandanan seksi, celana pendek warna biru muda yang hampir memperlihatkan setengah pantatnya, dipadu busana yang hanya menutup bagian dada atau sengaja memamerkan pusarnya, para penari latar yang rata-rata berbadan bagus dan berwajah cantik itu meliuk-liuk mengikuti irama lagu.

Penonton terpukau, termasuk seorang lelaki bermata sipit, dengan dandanan parlente yang duduk tak jauh dari Exo, yang sejak kemunculan para penari tersebut seakan tak berkedip memandangi lenggak lenggok tubuh para penari yang cukup membangkitkan birahi. Sesekali, ia berbisik pada teman lelaki yang duduk disampingnya, yang juga bermata sipit.

Tak sampai dua puluh menit pertunjukan usai. Ketiga penari masuk ke belakang panggung, diikuti tepuk tangan riuh pengunjung yang hadir malam itu. Lantas, apa yang terjadi selanjutnya?

Di sebuah ruang ---belakangan diketahui adalah ruang ganti yang khusus disediakan panitia--, mereka berganti pakaian dan membenahi make up diantara keringat terus mengucur.

Ditengah kesibukan mereka, tiba-tiba pintu ruangan terkuak. Seorang lelaki bermata sipit yang saat pertunjukan tadi terus memandangi para penari itu, muncul dengan wajah sumringah dan terkesan sok akrab. Sejurus kemudian, ia mulai berbasa-basi dan mendekati seorang penari --sebut namanya Lely (30)--, sekaligus menanyakan salah satu sanggar yang katanya pernah menjadi kliennya.

Sebuah ungkapan klise. Ujungnya, lelaki tadi membisikkan sesuatu ke telinga Lely, yang langsung dijawab dengan senyum khasnya. “Kalau memang bos tajir, kenapa nggak. Mau lanjut kemana aja gue lakonin deh,” ujar Lely memecah keheningan, diantara kesibukan teman-temannya yang sedang berganti kostum, lantaran malam itu kelompok mereka kebagian jatah menari dua kali.

Usut punya usut, rupanya lelaki mata sipit tadi adalah ‘makelar’ yang mendapat mandat dari bosnya untuk memburu sang penari latar.

Kala itu, pilihannya tepat sasaran. Lely, yang menjadi incarannya tak menampik ajakannya untuk ‘lanjut’, bersama bosnya. Dalihnya, sekedar mengajak dugem. Meskipun kelanjutannya, bukan hal yang mustahil jika urusannya beranjak ke ranjang.

Setelah sepakat bertemu usai pertunjukan, Lely berganti kostum dengan gaun yang lebih sopan, namun tetap ‘mengundang’, untuk kemudian bersiap tampil di episode kedua. Sementara lelaki bermata sipit tersebut, ngeloyor pergi dengan hati lega. Keinginan bosnya untuk mengajak ‘cabut’ penari latar tersebut bakal terwujud.

Usai pertunjukan, Lely menepati janjinya. Setelah pamit dengan teman-temannya, ia meneruskan ‘perjalanan’, mengarungi malam entah kemana.

TAMBAH NILAI JUAL--Sepak terjang Lely, mungkin hanya segelintir dari kiprah para penari latar, dancer, a gogo atau apapun namanya, yang menjalani bisnis sampingan dengan memanfaatkan keseksian tubuhnya. Tentu saja, tetap berlindung dibalik profesi, yang justru mampu menaikkan nilai jual mereka. Sadar atau tidak, ulah Lely tersebut sebenarnya akan mencoreng citra penari latar.

Namun apa yang dijalani Lely atau mungkin teman-teman seprofesinya, bukan tanpa alasan. Penampilan mereka yang selalu terlihat glamour sangat mendukung mereka untuk menjalani bisnis miring tersebut.

Bayangkan, persaingam gaya hidup mereka lumayan tinggi. Mulai dari busana hingga perangkat make upnya. Belum lagi ketika mereka harus tampil di salah satu even, apa yang dikenakan mesti berkelas. Tentu saja harganya cukup menguras kantong. Sementara pemasukan sebagai penari latar kadang tak sebanding dengan biaya hidupnya.

Hafni Frisdiana (23), seorang penari latar yang sejak satu tahun lalu bergabung dengan N Pro membenarkan tingginya biaya hidup penari latar. Menurutnya, banjir job tari di stasiun-stasiun televisi maupun di even-even, sebenarnya omzetnya sudah lumayan.

Namun bila harus terus menerus tampil dengan make up berkelas, dan mengikuti mode yang tak akan ada habisnya memang kurang memadai.

Untuk itu, wajar saja bila ada penari latar yang memburu lelaki hidung belang dengan menjual kepuasan di ranjang. Bila perlu merelakan dirinya menjadi gundik bos tajir atau cukong yang mampu mencukupi kebutuhannya.

Hafni sendiri mengakui, banyak orang awam yang mengatakan bahwa penari latar ‘bisa dipakai’. “Saya yakin, mereka bukan hanya sekedar berpendapat. Mereka pasti tahu dan pernah melihat ada penari yang seperti itu. Apa lagi kalau ada even-even di diskotek atau kafe. Tapi, kalau saya nggak pernah ada pikiran ke arah sana. saya sudah sangat cinta dengan dunia tari. Jadi diminta untuk menari apa saja, saya akan jalani. Tapi kalau nyambi begitu, nggak janjilah,” terang Hafni.

Alasannya, kini tari kontemporer sudah seperti industri yang memberi penghasilan lebih baginya. Bila sedang banyak job, Hafni mengaku bisa mendapat Rp. 3-4 juta perbulan. Paling sepi, ia masih mengantongi sekitar Rp. 1-1,5 juta perbulan.

Tentu saja tidak semua penari akan berpikiran sama dengan Lely. Bahkan diantara teman seprofesinya, belum tentu puas dengan penghasilan seperti yang diperoleh Lely. Hingga akhirnya, jalan pintas dengan menjual tubuh dilakoni.

KEDOK PROFESI--Pada gilirannya, cukup sulit membedakan konotasi penari latar. Sebab belakangan, dengan semakin dibutuhkannya para penari, khususnya sebagai pendamping penyanyi yang sedang ‘beraksi’, batasan penari latar menyempit.

Penari latar akrab dipakai menyebut penari yang mengiringi penyanyi. Dancer digunakan menyebut penari yang diiringi sajian musik. A gogo, tari telanjang dan seabreg sebutan lain, mungkin lebih pas dipakai untuk menyebut penari yang tampil erotis dan kabarnya ‘bisa dipakai’.

Lantas, apakah penari latar tidak termasuk dalam katagori tarian erotis? Apakah tidak menutup kemungkinan mereka juga menjajakan tubuhnya dengan berlindung di balik gelar penari latar yang disandangnya? Bagaimana dengan keseksian tubuh yang terkadang sengaja dipertontonkan?

Jawabannya pasti berbeda, mengingat penari latar, dancer, atau penari telanjang sekalipun adalah bagian dari masyarakat yang majemuk.

“Menurut saya, itu sah-sah saja. Karena bagi saya, secantik-cantiknya seorang wanita, tidak akan terlihat kecantikannya kalau kostum yang dikenakan tidak mampu memperlihatkan keseksian tubuhnya,” ujar Novie A.Y. Sahidi pemilik sanggar N Pro yang ditemui Exo Kamis (4/12).

Meskipun demikian Novie tetap berusaha untuk menyeimbangkan antara permintaan klien dan keinginan para penarinya. Bila kliennya meminta penarinya mengenakan kostum sensual, dia harus membicarakan dengan penarinya terlebih dahulu.

“Kalau mereka tidak setuju, diusahakan lagi untuk menampilkan pakaian sensual yang seperti apa. Jangan justru itu akhirnya malah membuat penari risih dan nggak nyaman tampil di panggung,” papar Novie.

Lalu, bagaimana dengan gadis-gadis penari yang bisa dipakai? Sebagai Managing Director, koreografer, sekaligus penari di N Pro, Novie bukan tidak mengetahui apa yang dilakukan para penarinya usai memenuhi job tari. Namun demikian dia tidak ingin terlalu banyak ikut campur urusan penarinya di luar panggung.

“Kalau saya ada job untuk mereka, mereka harus memenuhinya. Setelah itu, mereka mau melakukan apa, silahkan. Diluar job tari urusannya bukan grup, tapi perorangan,” terang Novie.

Ditambahkan bahwa dari sekitar 40 orang penari yang tergabung dalam sanggarnya, tidak semuanya penari tetap alias penari freelance yang boleh menari di mana saja mereka suka.

Kebebasan tersebut, bukan mustahil menjadi waktu luang para penari latar tersebut untuk ‘bisnis lain’. Ada yang munafik, namun ada yang justru bangga dengan ‘obyek’ sampingannya.

Mila (20) misalnya. Penari latar yang berstatus freelance salah satu sanggar di bilangan Jakarta Pusat, sekaligus mempunyai jadwal tetap di dua diskotek, masing-masing di Diskotek Mar, tiap Senin malam dan Diskotek Stad tiap Jumat malam ini, kepada Exo yang menemuinya Senin malam pekan lalu bicara blak-blakan seputar kiprahnya sebagai penari yang nyambi jual tubuh.

Dalam pengakuannya, sudah sejak dua tahun silam, ia meninggalkan kota kelahirannya Sukabumi, untuk kemudian menapakkan kakinya di Jakarta, untuk meneruskan kuliah di salah satu Perguruan Tinggi swasta ternama di Jakarta.

Sebenarnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kuliahnya, gadis yang kini tinggal dikawasan Pasar Rumput,  Jakarta Selatan ini sudah merasa cukup.

Namun persaingan mode yang terjadi diantara teman-temannya di kampus, memaksanya untuk mencari uang tambahan. Lantaran siang hari ia sibuk kuliah, akhirnya yang dipilih adalah mencari sampingan di malam hari.

Awalnya, Mila bekerja sebagai freelance disalah satu tempat hiburan Korea di kawasan Kuningan Jakarta Selatan. Dari situlah dia mulai mengenal lebih jauh tentang kehidupan malam, hingga kemudian ia dipertemukan dengan seorang lelaki yang belakangan menjadi pendampingnya saat show.

Bakat menari, sebenarnya telah dimiliki sejak kecil. Hanya saja tari modern yang menurutnya telah tercampur unsur erotis, lantaran mengikuti tren ibukota didapat dari seorang teman yang dulunya berprofesi sebagai penari striptease.

Untuk upah menari di dua diskotek itu, Mila mengantongi bayaran sekitar Rp. 1 juta untuk sekali show. Tentu saja nilai tersebut dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya yang terus melambung.

PERANTARA MAKELAR--Lewat lelaki --sebut namanya Dandy-- yang selalu mendamping saat show itu pula akhirnya Mila melebarkan sayap, tidak hanya menari namun juga menjajakan tubuh. Tugas Dandy, sukup ringan, yakni menjari bos yang mau membuking Mila.

Modusnya gampang. Saat Mila menari, makelar mesum itu berkeliaran dan menempel bos-bos yang berduit atau mereka yang terpana dengan penampilan Mila. Ujungnya, ia akan menawarkan jasa sebagai perantara alias makelar kencan mereka.

Tarif bervariasi. Mila tidak hanya mau dipakai memenuhi kebutuhan ranjang, namun ia bersedia dibuking untuk menari yang lebih erotis dan syur. Hanya saja, untuk urusan kedua, syaratnya lelaki yang membukingnya harus menyewa room karaoke. Jadi, Mila tetap beraksi dengan iringan musik.

Untuk tarif sekedar menari erotis, Mila mematok Rp. 500-1 juta perjam. Untuk lanjut ke ranjang, tarifnya bisa mencapai Rp. 2 juta. Harga yang mahal untuk sebuah kenikmatan di Jakarta yang tak pernah ‘tidur’ ini. Namun jika kepuasan tersebut diukur dengan melihat bahwa profesi mereka adalah seorang penari, apalah artinya nilai tersebut bagi seorang bos tajir.

Sementara itu untuk jadwal bukingan, umumnya dilakukan setelah selesai manggung atau usai show. Meskipun demikian diakui Dandy bahwa saat tidak ada acara manggung pun, Mila juga siap dibuking.

Jika mau jujur, apa yang dilakukan Dandy atau Mila, mungkin bukan modus baru. Setiap ada show dengan dilengkapi penari latar, banyak lelaki yang terpana dan berharap bisa mencicipi tubuh mereka.

Lewat jasa makelar itu pula akhirnya transaksi seks berlanjut. Sebab, umumnya para penari sok jaga imej, meskipun faktanya secara pribadi atau dibelakangnya, tak sedikit dari mereka memang menjalani profesi sampingan tersebut.

Selanjutnya, jika belakangan keberadaan mereka makin menjamur, tentunya tidak terlepas dari faktor pelengkap atau menghibur. Keberadaan penari latar telah menyatu dan menjadikan suatu even serasa hambar tanpa kehadirannya.

Sebaliknya, bagi lelaki hidung belang, menjamurnya komunitas tersebut, menjadikan ‘agenda’ baru untuk kepuasan birahi.*

***

Lely (21)

DEMI UANG

Oleh : Rayu

Wanita berpinggul aduhai yang melakoni profesi sebagai penari sejak usia lima belas tahun ini terang-terangan mengaku tak ingin melepaskan apa yang kini dijalaninya.

Menurutnya, bekerja sebagai penari merupakan cita-citanya sejak kecil dan telah mendapat restu semua keluarganya. Hanya saja, bila pada akhirnya ia tertarik melayani permintaan penonton yang tergoda dengan liukan tubuhnya di atas panggung, tak lebih lantaran kebutuhan koceknya.

Meski demikian, tak semua permintaan dilayani, terlebih bila lelaki yang tertarik padanya adalah bos-bos tanggung yang hanya mampu memberinya Rp. 1 hingga Rp. 2 juta untuk sekali kencan.

“Gue maunya yang bener-bener tajir. Jadi sesuai dengan profesi gue sebagai penari berkelas. Kalau berani bayar lebih dari itu, gue pasti layanin,” tutur perempuan yang sering melayani cukong dengan bayaran Rp. 3 juta untuk sekali kencan.

Tentu saja, untuk nilai tersebut, servis yang diberikan meski seimbang. “Bayangin aja, sebelum gue dibawa ke ranjang, gue disuruh nari erotis dulu. Yah, karena uang yang dijanjikan gede, gue mau aja. Kalau nari erotis aja mah bukan kerjaan sulit,” paparnya bangga.*                

*** 

Yenny (22)

BIAYA KULIAH

Oleh : Yadi

Namanya Yenny (22). Dalam identitasnya, Yenny tercatat sebagai mahasiswi di perguruan tinggi swasta di Jakarta pusat. Yenny mengaku melakukan pekerjaan seperti itu, hanya untuk membiayai kuliahnya.

“Saya melakukan pekerjaan seperti itu untuk membiayai kuliah. Orang tua saya sudah tidak mampu lagi membiayai kuliah saya. Sebenarnya, saya mempunyai niat untuk berhenti dari pekerjaan saya ini, tapi itu saya akan lakukan setelah saya diwisuda,” ujar mahasiswi semester tujuh ini.

Selanjutnya gadis berdarah Batak ini, mengaku bahwa profesi sebagai penari latar sekaligus menjual kenikmatan untuk lelaki yang ingin mencicipi tubuhnya, baru dilakoni enam bulan lalu.

Sebelumnya, Yenny bekerja sebagai sales prmotion girl di salah satu counter pakaian di salah satu pusat perbelanjaan di Mangga Dua, Jakarta Pusat. Lantaran gaji yang didapatkannya tidak cukup untuk biaya kuliahnya, wanita berkulit kuning langsat ini memutuskan untuk menjalani bisnis sampingan tersebut.

Sebagai penari dengan embel-embel mahasiswi, para lelaki hidung belang pun banyak yang antusias untuk membokingnya. “Saya menerima tawaran tersebut, karena pekerjaan itu tidak membutuhkan waktu berhari-hari. Cukup dengan dua jam atau paling banter semalam penghasilannya sudah bisa dirasakan,” tutur wanita yang mengaku mematok tarif sekitar Rp. 1 juta untuk short time ini.*

*** 

Nungky Kusumaastuti, Dosen Tari IKJ

FAKTOR PERMINTAAN

Oleh : Rayu

Tampilannya terlihat dewasa. Apalagi dalam menilai soal penari, Nungky sangat menghargai dan mencintai para pelaku tari, siapa pun dia, termasuk penari latar.

Menurutnya Penari latar, menjadi penting juga kalau kemudian dia dikoreografikan, ditata dengan baik dan dilakukan oleh penari-penari yang baik. Hal itu bukan suatu yang pantangan, sesuatu yang jelek, atau sesuatu yang tidak boleh. “Itu adalah hiburan yang juga disenangi orang,” ungkap Nungky kepada Exo, Sabtu (06/12) di Taman Ismail Marzuki.

Namun demikian, menurutnya lantaran ulah segelintir oknum penari sehinga muncul imej buruk yang akhirnya turut disandang profesi penari latar. Lebih jauh Nungky mengatakan hal itu tak terlepas adanya permintaan pasar. Selanjutnya direalisasikan oleh oknum-oknum yang berlindung dibalik profesi tersebut.

Itu yang seharusnya disadari bersama. Konteks dan teks itu yang tidak bisa dipisahkan, kalau ada permintaan harus ada pemenuhan. Itu yang akhirnya menjadi satu kesatuan.

“Nah, sebaiknya dari pihak televisi atau even organiser yang mengundang sebaiknya lebih kritis. Untuk tidak muncul tarian-tarian yang berbau sensual yang akibatnya membuat penonton iseng untuk meminta penari itu menjadi pelayan ranjang. Inilah akhirnya yang merendahkan seni, khususnya seni tari,” katanya.*

>>>Baca juga: JUAL TUBUH LEWAT MAKELAR.....

=> Rilexo
=> Cerbung
=> Nojii
=> Cinexo
=> Etalase
=> Gaul
=> Kelambu
=> Exolusi
=> Amor
=> Mbak Dona
=> Horoskop
=> Poster
=>
Bintang Exo
Free Web Site Counter

hubungi redaksi - webmaster - pasang iklan
Copyright 2004 exotica23.tk (pt angkasa media utama) All Rights Reserved

Hosted by www.Geocities.ws

1