Obral Kehangatan Nuansa Dangdut
DOBEL GOYANG ABG SS
Oleh : Budi/Noer
Lokasinya lumayan
tersembunyi. Mungkin hanya warga sekitar dan hidung belang yang hobi
petualang seks yang tahu. Selain menyajikan alunan musik dangdut
pengiring bergoyang, para gadis belia yang tersedia tak menolak ‘digoyang’.
Sebuah bangunan sederhana
di antara deretan perkampungan penduduk di Jalan Raya Lenteng Agung,
sekitar 200 meter arah kiri Stasiun UP, sedikit menjorok ke dalam
menyimpan ‘nilai lebih’.
Selain berfungsi sebagai
kafe yang menyajikan musik-musik dangdut, SS-demikian nama kafe yang
berdiri sejak 15 tahun silam ini, turut menyediakan gadis-gadis
belia sebagai pramusaji sekaligus teman kencan. Tentu saja, untuk
urusan yang satu ini perlu fase-fase khusus yang ujungnya apalagi
kalau bukan urusan duit.
Saat Exo bertandang Sabtu
malam dua pekan lalu, suasana kafe lumayan ramai. Deretan sepeda
motor terparkir rapi di depan kafe yang letaknya sedikit lebih
tinggi dari jalan yang melintang di depannya.
Sebelum melewati pintu
utama atau satu-satunya pintu yang tersedia, alunan musik dangdut
telah menyapa. Ruangannya tak terlalu luas atau kira-kira berukuran
6 x 3 meter dan hanya muat tak lebih dari empat pasang sofa itu
nampak terlihat ‘akrab’ dengan adanya gadis-gadis belia yang sibuk
melayani tamunya.
Apalagi, lampu ruangan
didisain lumayan gelap, menambah suasana makin hangat. Gelak tawa,
canda ria, sambil bergoyang ria adalah pemandangan khas, yang bisa
ditemui.
Melangkah
ke dalam, ruangannya tak jauh berbeda dengan ruang depan. Barangkali
yang membedakan hanya dinding ruangan itu dihiasi lukisan-lukisan
berbau erotis.
Meski
berbeda ruangan, namun di SS tak mengenal istilah perbedaan servis.
Tiap pengunjung mendapatkan layanan sama. Bahkan, untuk pelanggan
baru sekalipun.
Setelah ‘mengistirahatkan’
pantat di sofa lumayan empuk, seorang paramusaji dengan dandanan
seksi --belakangan mengaku bernama ET--, berusia sekitar dua puluh
tahun, menyambut kedatangan Exo dengan senyum ramah menggoda.
Berbasa-basi adalah
senjata gadis-gadis yang menjadi binaan kafe SS. Setelah menawarkan
minuman yang dikehendaki sang tamu, dengan gaya profesional ET
berlalu untuk mempersiapkan pesanan tersebut.
Namun ada yang unik. Tanpa
harus dipesan, gadis-gadis lain di kafe SS yang ngakunya adalah para
freelance tiba-tiba muncul dan menyambangi setiap tamu, jumlahnya
sesuai tamu. Dalam hal ini, praktis tak bisa dipungkiri bahwa stok
ABG di kafe SS lumayan banyak.
“Tapi kalau sudah terlalu
malam, mungkin nggak kebagian mas,” tutur salah satu freelance, atau
sebut saja namanya Asti (25), menjawab keheranan Exo, tentang
banyaknya gadis-gadis belia mangkal di sana.
‘MAIN’ DI LUAR--Menurut Asti, gadis-gadis
tersebut tidak semuanya datang ke SS tiap hari. “Kalau malam libur
atau malam Minggu biasanya mereka pada datang. Kalau pas hari biasa,
paling cuma berapa orang saja. Jadi kalau ke sini enak pas malam
Minggu,” lanjut Asti.
Lantas, servis apa yang
ditawarkan? Ternyata selain menemani para tamu yang sedang nenggak
minuman keras (miras) --berikut bebas diajak bergoyang-- kabarnya
gadis-gadis yang rata-rata berasal dari Bogor ini tak menolak untuk
‘digoyang’.
Faktanya, ketika Exo
mencoba memancing ke arah itu, seorang freelancer bernama Novi (25)
--nama samaran--, mengaku tak keberatan.
Meskipun tak keberatan,
namun gadis berkulit putih dengan rambut ikal sebahu dan berdada
super size, nampak malu-malu ketika diajak bicara soal tarif. Usut
punya usut, meskipun mau ‘digoyang’, rata-rata gadis di SS memang
sengaja tidak mematok tarif khusus. Dengan kata lain, mereka bukan
gadis yang datang dengan tujuan utama menjual tubuh, meskipun
kenyatannya tak sedikit yang tidak menolak jika ada ajakan ‘bergoyang’.
Namun demikian bukan
berarti mereka gadis gratisan. Terbukti, ketika Exo membuka harga
yang mungkin tak disetujuinya, mereka akan menolak diajak pergi.
Sebuah penolakan halus. Namun ketika rupiah dinaikkan, mereka
tersenyum tanda setuju.
Lalu,
dimana mereka biasa digoyang? Lantaran lokasinya lumayan jauh dari
hotel atau penginapan, umumnya para tamu yang ingin menggoyang gadis
kafe SS membawa mereka ke daerah Depok, Sawangan, atau Bogor. “Nggak
ada tempat ‘main’ di sini,” ujar Novi.
Sekilas
melihat Kafe SS, tak lebih dari sebuah warung remang-remang. Tak ada
kilatan lampu, suara musik pun hanya terdengar dari radio tape
dengan sound sistem ala kadarnya. Begitu juga dengan menu minuman
yang disediakan, tidak sekomplit layaknya Kafe-kafe kebanyakan.
Parahnya, soal pelayanan yang diberikan oleh ‘pramusajinya’,
terkesan tradisional sekali. Mulai cara penyajian minuman, mendekati
mangsa atau sekedar mengajak melantai. Sepertinya, tidak ada aturan
khusus atau didikan yang mengajarkan pada mereka untuk ke arah itu.
Untungnya, semua itu
tertutupi oleh wanita-wanita molek yang siap malayani para tamu yang
datang itu. Dengan senyum manis dan rayuan genit, membuat para tamu
tak menghiraukan dengan layanan ‘sadis’ tadi.*
|