Dibekap kantong kresek
leher diplintir
TUKANG GORENGAN BUNUH BOCAH
SD
Oleh : Budi
Hanya lantaran terbelit hutang Rp. 210 ribu, Marni (36), gelap mata.
Warga Kampung Cihiris Rt 02/01, Desa Cisarua Kecamatan Nanggung –
Bogor menghabisi nyawa Nita (7), demi mengincar perhiasan kalung dan
anting seberat 7 gram, yang dikenakan bocah malang itu.
Desa Cisarua dibuat geger.
Wilayah dekat tambang emas Pongkor ini dikejutkan dengan
ditemukannya mayat dalam kardus dengan kondisi membiru. Posisi
tangan dan kakinya terikat kabel listrik. Saat ditemukan, tangan dan
kaki korban diikat dan ditekuk hingga menyatu ke perut.
Sebelumnya, sekitar 800
warga kampung Babakan , RT 02/03, Cisarua Nanggung Bogor sedang
mengadakan pencarian atas raibnya Nita, gadis cilik yang baru duduk
dibangku SD yang tidak pulang sejak berangkat sekolah. Selasa pagi
(07/10), warga akhirnya menemukan mayat tersebut di lokasi yang
berjarak sekitar 6 km dari kampung mereka. Mayat tersebut dibawa ke
RS PMI Bogor untuk diotopsi.
Dari keterangan beberapa
saksi, dugaan kuat mengarah pada Marni, pedagang gorengan dan nasi
uduk di depan sekolah Nita. Petugas dari Polsek Nanggung, Cisarua
Bogor akhirnya mencomot Marni. Di depan petugas Marni mengelak,
namun setelah di desak akhirnya mengakui semua perbuatannya.
Kepada petugas, Marni
mengatakan bahwa niatnya hanyalah ingin mengambil perhiasan korban,
lantaran hutang yang melilitnya. Hutang itu muncul ketika Marni
menawarkan diri menjadi kordinator arisan murid SD. Ternyata ide
tersebut disambut baik oleh orang tua murid masing-masing.
Maka disepakati dalam
seminggu seorang murid membayar Rp.3000, dengan jumlah total Rp. 105
ribu sekali kocok. Awalnya, semua lancar-lancar saja. Karena setiap
minggunya Marni mendapat semacam komisi dari setiap anak yang ‘narik’.
Maklum, jika mengandalkan dari hasil dagangannya kurang mencukupi.
“Jualan kaya gini, paling kalo dagangan habis, uang yang terkumpul
cuma Rp. 30 ribu,” ungkap Marni.
Namun, semuanya berubah
ketika giliran Asep, salah satu peserta arisan mendapat giliran ‘narik’.
Jatahnya uangnya terpakai oleh Marni. Kepada Narsih (30) selaku
orang tua Asep, Marni mengaku uangnya terpakai buat modal
dagangannya.
Narsih memaklumi kondisi
Marni, hingga ia tak keberatan uang arisan tersebut dipakai dulu.
“Waktu itu, saya memang belum membutuhkannya, jadi itung-itung
nabung aja. Apalagi ia janji mengembalikan dalam waktu yang tidak
lama,” ujar Narsih.
Tapi setelah lewat dua
minggu, Marni belum kunjung memberikan kabar. Narsih berusaha
menanyakan uang yang menjadi haknya itu. Marni berdalih, uangnya
belum terkumpul semua. Lagi-kagi Narsih memaklumi hal itu.
Mendapat ‘perpanjangan’
itu hati Marni malah jadi tidak enak. Ia memutar otak, bagaimana
caranya mendapatkan uang untuk menutupi hutangnya itu.
Perasaan tidak enak yang
terus menghantuinya itu hingga menimbulkan kebingungan yang mendalam.
Dari perasaan bingung itu hingga Marni memutuskan mangambil jalan
pintas dengan cara merampas perhiasan Nita, warga Kampung Babakan,
salah satu murid kelas dua di sekolah itu.
Senin pagi (06/10) sekitar
pukul 08.00 Wib, seperti biasa, sebelum masuk kelas Nita membeli
jajanan di warung Marni. Saat sedang asik menikmati jajanannya, Nita
ingin buang air kecil. Mendengar hal itu, Marni mengajak Nita untuk
buang air kecil di rumahnya yang kebetulan bersebelahan dengan
sekolah.
Tanpa perasaan curiga,
gadis lugu ini nurut. Karena telah mengetahui bahwa
sehari-harinya Nita selalu menggunakan perhiasan, meski saat itu
Nita sendiri menggunakan jilbab, niat busuk Marni untuk merampas
perhiasan itu muncul. Kebetulan suami dan anak-anaknya sedang tidak
di rumah.
Saat Nita sedang kencing
sambil jongkok, tangan Marni membekap mulut korban. Sejurus kemudian
Marni berusaha mengambil perhiasan tersebut. Karena Nita berontak
dan berusaha melepaskan diri, Marni langsung membekap kepala korban
dengan kantong kresek, mencekik dan memelintir leher korban.
Saat itu juga tubuh korban
tak bergerak lagi. Sadar korbannya tewas, Marni bingung bagaimana
caranya membuang mayatnya. Tiba-tiba matanya tertuju pada kabel yang
berserakan dan karung yang ada di dapurnya.
Tak mau aksinya terendus,
Marni langsung mengikat kaki dan tangan Nita menjadi satu, setelah
itu tubuh Nita dimasukan ke dalam karung plastik. Karena merasa tak
yakin, kemudian Marni memasukan mayat yang sudah dibungkus karung
tersebut ke dalam kardus, dan mengikatnya.
Setelah rapi, dengan
sedikit berhati-hati, dia membawa kardus tersebut ke pinggir jalan
dan menyetop ojek yang kebetulan lewat. Saat itu Robi (21), tukang
ojek yangb ditumpangi Marni sudah curiga. Ia menyakan barang yang
dibawa Marni dan kala itu dijawab Marni, bahwa dirinya membawa
singkong dan pisang yang akan dijual ke pasar.
Setelah turun dari ojek,
Marni melanjutkannya perjalannya menggunakan angkot. Di pertengahan
jalan tepatnya Kampung Ciketug, Desa Pangkalan Jaya, di suatu
tikungan yang agak sepi, Marni turun dan langsung membuang mayat itu
di pinggir jalan.
Hatinya plong. Setelah itu,
dia pergi ke pasar Leuwiliang dan menjual perhiasan hasil
rampasannya. Hasil penjualannya langsung dia bayarkan untuk melunasi
hutangnya kepada Narsih.
AMUK MASSA--Jarum
jam menunjuk pukul 11.00 siang, Sulaesih (35), ibu Nita merasa
curiga ketika waktunya pulang sekolah putrinya belum juga muncul..
Kemudian dia mendatangi sekolah dan menemui gurunya. Yang justru
membuatnya lebih curiga bahwa telah terjadi sesuatu terhadap anaknya
adalah ketika mendapat keterangan dari gurunya bahwa Nita hari ini
tak masuk sekolah. Sedangkan paginya ia sempat mengantar putrinya
hingga naik ojek menuju ke sekolah.
Dengan perasaan was-was, Ule demikian Sulaesih biasa disapa, mencari
informasi tentang keberadaan putrinya. Bersama warga lainnya, dia
mencari Nita, hingga berhasil mendapatkan informasi yang mengarah
kepada Marni berdasarkan keterangan dari Robi si tukang ojek.
Awalnya ketika ditanyakan hal itu kepada Marni, dia tidak mau
mengaku. Akhirnya pihak keluarga Ule melaporkan hal tersebut kepada
Polsek Nanggung. Selanjutnya dengan alasan pengamanan, pihak
kepolisian menggiring Marni karena melihat situasi warga Kampung
Babakan yang sudah berkumpul dan merasa geram dengan sikap Marni.
Dengan pemeriksaan intensif, ditambah bukti ditemukan mayat itu,
akhirnya dihadapan polisi Marni mengakui semua perbuatannya. Kontan
saja, warga yang mendengar pengakuan tersebut langsung mengamuk.
Rumah tersangka pun menjadi sasaran amuk massa.
Untung saja, suami dan anak-anak Marni sedang tidak ada di tempat,
hingga tidak menjadi sasaran amuk massa tersebut. Hingga kini
keberadaan suami dan anak-anak Marni tak diketahui kemana perginya.
Ketika ditemui diruang kerjanya, Wakapolres Bogor, Kompol Rusdi
Hartono membenarkan tentang peristiwa tersebut. Pihaknya masih terus
memeriksa secara intensif tentang motif pembunuhan yang dilakukan
tersangka.*
***
Abdul Rojak (40),
ayah korban
SERBA PUTIH
Oleh : Budi
Abdul Rojak, ayah korban langsung syok ketika mendengar kabar
kematian putrinya. Bagaimana tidak, putri satu-satunya ini ‘pergi’
meninggalkan keluarga secara tragis. Hal itu yang sempat membuat
Rojak dan istrinya pingsan beberapa kali. Bahkan istrinya sampai
sakit.
Menurut Rojak, sebenarnya dia juga sudah mendapat firasat, tentang
peristiwa yang akan menimpa Nita. Namun dia tak mau mengungkapkan
hal itu kepada keluarga lainnya. “Hari minggunya, anak itu kok
tumben makannya banyak, biasanya sehari cuma makan sekali, ini dia
makan sampai empat kali,” ujar Rojak ketika ditemui Exo
dikediamannya Jumat pagi (10/10).
Bukan hanya itu, menurut Rojak, hari Senin-nya, yang biasanya Nita
tak pernah bangun subuh, hari itu justru berbeda, setelah bangun
subuh, Nita langsung mandi dan keramas yang juga tak pernah
dilakukan sebelumnya. Selesai mandi, Nita langsung berpakaian serba
putih yang justru timbul pertanyaan di benak Rojak, “Ada apa dengan
anak saya?”
“Selain itu, dari hari minggu tuh anak maunya ikut saya terus, yang
biasanya nempelin ibunya, ini mah tumben kemana saya pergi dia
ngikut, termasuk juga ke sawah,” kenang Rojak sedih.*
***
Nur (36) warga sekitar
SUDAH NIAT
Oleh : Budi
Ketika
mendengar peristiwa yang menimpa Nita, sebetulnya Nur sudah
mengira bahwa pelakunya adalah Marni. Sebab menurutnya, pernah suatu
kali, anaknya yang bernama Meisi dibujuk Marni. “Waktu itu anak saya
dipegang-pegang kalung dan antingnya, lalu dirayu olehnya supaya
main kerumahnya untuk diobati, karena memang anak saya sedang sakit.
Untungnya dia tidak mau,” tutur Nur.
Setelah peristiwa itu, akhirnya dia melepaskan perhiasan yang
dipakai Meisi. Dan sejak saat itu pula Meisi tak menggunakan
perhiasan lagi. Bahkan sejak peristiwa yang menimpa Nita, kini
seluruh warga melarang anak-anaknya menggunakan perhiasan kemana pun
mereka pergi.”Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi kami,
agar selalu berhati-hati,” kata Nur.*
>>>Baca
Juga:
PECANDU BOKEP 'GARAP' PUTRI KANDUNG...
|