Siang di ranjang malam ‘beredar’
MENGINTIP MARKAS
GUNDIK JAKARTA
Oleh : tim Exo
Alasan wanita mau dijadikan ‘piaraan’ sebanding dengan alasan pria
memiliki ‘wanita simpanan’ alias gundik. Selain soal seks, faktor
uang dan gaya hidup ikut mendorong prilaku ini. Bahkan, tidak
sedikit pria ‘memelihara’ wanita hanya karena mengharap ‘hoki’.
Komunitas wanita simpanan ‘sembunyi’ di apartemen, perumahan, sampai
tempat kos murah meriah.
Irawan –sebut saja begitu--, pemilik perusahaan pengembang lumayan
sukses punya kebiasaan dugem dan ‘jajan’. Suatu ketika, dia kepincut
Nia (nama disamarkan), seorang pelacur belia di sebuah diskotik
ternama di kawasan wisata Ancol, Jakarta Utara.
Pria berusia 44 tahun ini sering kecewa lantaran Nia kerap tidak
bisa melayaninya lantaran sudah dibuking pria lain. Sebenarnya,
masih banyak wanita sekelas Nia, hanya saja Irawan merasa yakin,
setiap ‘tidur’ dengan pelacur itu, esoknya dapat rejeki. Irawan
yakin, Nia adalah wanita pembawa hoki.
Karena keyakinannya itu, dia ‘mengikat’ Nia dengan perjanjian akan
memenuhi segala kebutuhan wanita itu dengan catatan hanya ‘melayani’
dirinya. Sebuah apartemen mewah, sedan terbaru, dan uang bulanan
berlebih mampu ‘mengekang’ Nia tidak jual diri lagi. Kapan saja
pengusaha itu ‘butuh’, Nia harus siap. Namun, Nia bukan ‘burung’
yang betah di dalam sangkar. Disaat ‘sendiri’ dia masih suka keluar
malam menghabiskan uang jajan berdugem ria.
Irawan hanya satu contoh dari komunitas pria don juan yang merasa
bangga memiliki wanita simpanan. Alasan pria bermata sipit itu jelas,
ingin mendapat hoki. Sementara pria-pria lain dengan gaya yang sama
memiliki alasan lain memelihara wanita simpanan. “Kalau setiap malam
‘jajan’, biayanya tinggi. Lebih baik kita modalin, bayar tiap bulan,
bisa dipake setiap hari,” alasan Januar yang punya dua gadis belia
mantan pelacur di Diskotek Mil.
Simpanan pertamanya tinggal di tempat kos di kawasan Jakarta Pusat,
sementara gadis kedua menetap di Rumah Susun Pulomas, Jakarta Timur.
Lantaran pria kelahiran Surabaya berdarah Cina ini anak dan istri,
dia hanya mampir ke ranjang dua wanita simpanannya itu di siang hari.
Konon,
di dua tempat itu banyak dihuni wanita simpanan. Tengok saja areal
parkirnya yang selalu ramai di jam istirahat kantor. Jika
diklasifikasikan, Januar masuk kelas dua yang hanya mampu
‘menyimpan’ gundik di tempat kos dan rumah susun.
Lantas seperti apa sosok pria kelas tiga yang punya hobi sama?
Menurut Lusi –nama minta disamarkan—selama pria itu bisa menaggung
biaya kos dan uang kuliahnya, dia siap dipelihara. Wanita muda yang
mengaku kuliah di PTS di Lenteng Agung ini sudah dua kali jadi ‘simpanan’.
“Pertama orang Cina, punya toko handphoe, sekarang sama pegawai
negeri. Jabatannya sih nggak keren, tapi rejekinya lancar,” terang
oknum mahasiswi yang kos tidak jauh dari kampusnya.
Irawan, Januar, dan pegawai negeri ‘suami’nya Lusi adalah model pria
yang tidak puas hidup punya satu pasangan. Keberadaan mereka sangat
didukung dengan banyaknya wanita –yang karena alasan materi—rela
‘dipasung’ dan menjadi pemuas birahi semata.
Della
yang sudah tiga bulan menghuni apartemen di kawasan Kuningan,
Jakarta Selatan sebenarnya tidak terlalu cantik. Wajahnya khas
melayu dan tubuhnya padat berisi. Menurut Della, lantaran dua tahi
lalat di dekat kemaluannya itulah dia ‘terpilih’ menjadi ‘gadis
simpanan’ seorang pemilik judi bola tangkas di kawasan Kota, Jakarta
Barat.
“Tadinya gue gak ngerti, kenapa gue yang diminta jadi piaraannya
padahal temen-temen gue banyak yang lebih cakep. Baru sebulan
kemaren dia ngaku, kalau habis ‘begituan’ ama gue, bisnisnya tambah
lancar. Dia juga bilang, tahi lalat gue ini bawa hoki,” ungkap Della
sambil berusaha memamerkan dua titik hitam sebesar jagung di pangkal
pahanya.
Sejak
jadi piaraan, otomatis Della tidak ‘beredar’ lagi di dunia malam.
Semula dia berprofesi sebagai freelancer –sebutan halus pelacur yang
mangkal di diskotek—di Diskotek Std. “Kalau gue lagi bete, diem-diem
gue keluar juga ketemu sama temen-temen. Biasa jadi bos, kita pesta
sampai pagi. Kalau ‘laki’ gue tahu bisa marah dia,” ungkapnya.
Serupa tapi tidak sama dengan Della, dialami Puspita. “Panggil aku
Ita aja,” ujarnya ketika bertemu Exo di kamar kosnya yang ber-AC di
Jalan Lautze, Jakarta Pusat. Di kamarnya tersedia perangkat
audio-video canggih, tempat tidur spring bed, dan kamar mandi dengan
shower. Ita masih diberi kebebasan cari bukingan. “Kalo hari Selasa
sama Jumat, gue nggak boleh keluar. Dua hari itu jatah dia (pria
yang memeliharanya-red). Pesennya cuma satu, kalo ‘main’ harus pake
kondom,” terangnya.
Yuni
– dia minta disebut begitu--, semula kerja di bagian administrasi
sebuah perusahaan ekspor-impor. Lantaran ‘sukses’ menggaet hati
bosnya, sudah hampir setahun ini kerjanya hanya makan, tidur, dan
jalan-jalan. Semua kebutuhannya dipenuhi mantan bosnya selam di bisa
memenuhi ‘kebutuhan’ pria kebangsaan Australia itu. Yuni tinggal di
rumah tipe 36 di kawasan Depok. Menurutnya, di perumahan itu ada
kelompok wanita simpanan yang suka kumpul. “Gue nggak berani gabung.
Katanya sih mereka suka party sama main narkoba. Gue takut ketangkep,”
ungkap Yuni.
***
SEWA
HARIAN
Bagi pria berkocek tebal
dan mungkin tak mempermasalahkan faktor keuangan. Mereka bisa
merumahkan gundik-gundiknya di apartemen, flat, atau rumah mewah
dengan biaya hidup selangit. Boleh dibilang urusan kocek tak jadi
penghalang, asalkan aspirasi bawah pusarnya kesampaian.
Umumnya pria seperti ini
berasal dari kelas menengah atas seperti pengusaha atau pejabat.
Kalaupun seorang karyawan, , tentunya menduduki posisi ‘basah’. Bisa
juga mereka itu cukong atau mafia yang mengeruk keuntungan dengan
jalan tidak lurus. Tak sedikit orang asing yang punya simpanan di
sini.
Dari golongan elit ini
biasanya yang ‘dirumahkan’ adalah wanita berkelas seperti model
hingga artis atau mereka yang punya status sangat jelas seperti
sekretaris pribadi. Paling tidak, mereka adalah wanita-wanita yang
punya gengsi atau punya nilai lebih tidak sekedar dari tampilannya
semata.
Di Jakarta beberapa tempat
elit yang kabarnya banyak dihuni gundik-gundik diantaranya adalah
Apartemen Ra, Kuningan Jakarta Selatan yang memiliki 17 tower.
Masing-masing tower terdiri dari 32-33 lantai. Tiapa lantai terdiri
dari 8 kamar yang disewakan antara Rp. 3 sampai 4 juta perbulan.
Melihat harganya, apartemen itu umumnya dihuni pria Australia,
Arab, India, dan Nigeria bersama para gundiknya.
Di bawah golongan itu
biasanya ‘memelihara’ karyawati biasa, sales promotion girl,
mahasiswi hingga ‘pekerja malam’, bisa artis pub ataupun pelayan
kafe.
Sedang golongan ketiga
tidak menutup kemungkinan justru gundiknya yang ambil peran mencari
uang. Segala kebutuhan pasangannya dia tanggung. Umumnya wanita
jenis ini menggantungkan hidup sebagai wanita penghibur di karaoke,
pub, diskotik, panti pijat bahkan bukan mustahil mereka
terang-terangan melacurkan diri. Lantaran keuangannya pas-pasan,
mereka tinggal di tempat sederhana.
Markas gundik yang
disewakan salah satunya di Jalan Lautze, Jakarta Pusat yang memiliki
100 kamar. Rumah kos tersebut berupa bangunan tua di pojok jalan.
Meski terkesan sederhana, di dalamnya tersedia berbagai fasilitas
seperti tempat tidur, lemari pakaian, kamar mandi hingga AC.
Harga untuk setiap
kamarnya berkisar antara Rp.400 ribu hingga Rp. 2 juta per bulan.
Untuk kamar dengan harga Rp. 400 ribu hanya dilengapi kipas angin.
Sementara yang bertarif mulai Rp. 950 ribu keatas dilengkapi AC.
Kamar tersebut bisa disewa
harian seharga Rp. 250 ribu per hari. Dan umumnya yang menjadi
pemakainya adalah pasangan-pasangan yang ingin indehoy sejenak
layaknya di hotel. Fasilitas di dalam kamar pun tidak jauh berbeda
dengan kamar hotel kelas melati namun lebih bersih dan terkesan
mewah.
***
BOBO
SIANG
Rata-rata tempat tinggal
komunitas wanita simpanan ramai dikunjungi ‘pejantan’nya pada siang
hari. “Biasa bobo siang,” ungkap Yuni. Jam-jam istirahat kantor itu
dimanfaatkan untuk ‘buang tahi macam’. Setelah puas, mereka kembali
dengan rutinitasnya semula.
Namun demikian, tidak
menutup kemungkinan di beberapa tempat serupa ramai dikunjungi saat
malam hari. Uniknya, saat week end, markas gundik lebih lengang.
Pasalnya, para pejantan memilih kumpul dengan keluarganya. Hal itu
tak lain sekedar untuk menutupi kedoknya agar tidak terendus,
terutama oleh isterinya.
Bagi para gundiknya,
saat-saat week end, mulai hari Sabtu hingga Minggu, menjadi hari
‘libur’ mereka, lantaran ‘suami’nya tidak mungkin datang. Di saat
itu mereka ‘terbang’ ke pusat perbelanjaan atau berdugem ria.
Markas para gundik yang
selalu ramai pada siang hari tampak di Rumah Susun (Rusun) Pulomas,
Jakarta Timur. Bangunannya terdiri dari 30 blok. Masing-masing blok
memiki sekitar 24 kamar, dengan harga sewa berbeda, maksimal Rp.
1.200.000,- per bulan.
Sumber Exo di sana
menyebutkan, sejak dulu rusun memang banyak dihuni gundik. Hal itu
diperkuat olek seorang pedagang yang tiap hari mangkal di dekat Blok
23. “Kebanyakan cewek-cewek disini simpanan orang Korea,” tuturnya.
Pedagang itu juga
mengungkapkan, banyak mahasiswi salah satu perguruan tinggi yang
memang letaknya tak jauh dari rusun tersebut tinggal di sana.
“Mereka milih tempat ini selain dekat kampus, disini aturannya bebas.
Jadi mau ngapain juga gak ada yang ganggu,” lanjutnya.
Di rusun itu, penghuninya
bebas membawa pasangannya tanpa takut digerebek warga atau aparat.
“Mereka mau bawa cewek cowok berapa kek. Mau tiap hari ganti,
penjaganya juga gak pernah usil. Paling mereka kasih uang ke penjaga
itu. beres dah,” katanya lagi
Komentar itu dibenarkan
seorang penjaga parkir di rusun tersebut. “Mau cewek simpanan atau
perek gue gak peduli, yang penting parkiran lancar,” katanya cuek.
Menurutnya semakin ramai tamu-tamu yang datang, omzet jadi meningkat.
“Kalo rame kan gue cepet kaya,” kelakarnya.
Markas lain yang turut
dibanjiri pengunjung saat siang hari adalah Rusun Benhil II, Jakarta
Pusat. Nyaris saat jam makan siang, mobil-mobil yang terparkir
kadang meluber hingga sepanjang jalan yang memisahkan masing-masing
bloknya.
Istimewa, jika malam hari
situasi di sama tetap marak. Bahkan di rusun yang berjumlah 600
kamar tersebut, berbagai sarana pendukung kebutuhan penghuninya
sangat lengkap. Mulai dari wartel, warnet, penjual makanan, hingga
salon kecantikan tersedia.
Rusun itu sendiri terdiri
dari 10 lantai dengan areal parkir lumayan luas. Sejak awal dibangun
tujuh tahun silam, Rusun ini banyak dihuni gundik-gundik simpanan
pria asal Negeria dan Pakistan. Namun lantaran sering kena kasus
‘trah’ kulit hitam tersingkir digantikan orang pribumi. “Cona sama
Pakistannya tinggal dikit,” ujar seorang penghuninya.
***
PINGGIR
JAKARTA
Sejak lima tahun silam, markas-markas
gundik menyebar hingga ke pinggiran Jakarta. Sebut saja di wilayah
Depok. Beberapa titik malah menggurita, melebihi kawasan di pusat
kota. Sebut diantaranya adalah sebuah pemukiman di kawasan Kukusan,
Depok Utara.
Pada malam hari, tempat
tersebut terlihat ramai lalu lalang wanita-wanita muda yang sesekali
berpasangan lelaki yang usianya terlihat lebih tua. Udaranya
terbilang asri berbeda dengan udara ibukota yang bising oleh
banyaknya suara kendaraan. Mungkin hal itu yang membuat mereka
memilih ‘lari’ ke pinggiran.
Menyoal harganya sangat
beragam. Mulai Rp 325 ribu hingga sekitar Rp 1,5 juta. Total jumlah
kamarnya sekitar 200 kamar. Selintas lokasinya mirip tempat kos.
Tempat sewaan itu lebih cocok disebut komplek perumahan dengan tipe,
21, 36, atau 45. Bahkan ada yang dikontrakan dengan model ‘Berbi’.
Harganya mencapai Rp 1.5 juta. Kelebihannya, selain di lengkapi AC
dengan dua kamar, di sana terdapat kolam pemancingan.
Rama (25), mahasiswa yang
tinggal tak jauh dari sana menangkap beberapa keganjilan, termasuk
maraknya pasangan yang mencolok beda usia tinggal di sana. “Mereka
kebanyakan mau makan, atau sekedar keluar mau cari angin. Setahu
saya mereka yang berpasang-pasangan bukan isterinya,” katanya.
Ditambahkan bahwa
rata-rata wanitanya sering berpakaian minim dan terlihat sangat
modis. Terkadang mereka mengoda tamu yang lewat di depan kos mereka.
Bahkan saat Exo bertandang, tak luput dari godaan nakal
wanita-wanita yang Selasa sore lalu sedang konkow di depan
kontrakannya. “Tapi tidaks semuanya yang tinggal di sini wanita
simpanan, banyak juga yang baik-baik,” terang Rama.
Di kawasan Lenteng Agung,
Jakarta Selatan bertebaran tempat kos. Salah satunya Po yang namanya
kesohor menjadi markas wanita simpanan. Lantaran lokasinya dekat
sebuah kampus, tempat kos khusus wanita itu juga dihuni mahasiswi
dan mahasiswi palsu alias gadis simpanan.
Di sana terdedia 85 kamar
yang dipisah menjadi tiga blok. Harga sewanya relatif murah, per
bulan sebesar Rp. 250 ribu. “Kalau mau pake televisi dan kulkas,
tambah lima belas ribu lagi,” ungkap Amara yang tengah duduk di
semester empat PTN terkemuka di Depok.
Berdasarkan sumber Exo,
seorang pengacara kondang yang membela kelompok Cendana pernah
menyimpan gadis piaraan di sana. Bahkan seorang tokoh agama juga
pernah menyembunyikan ‘sephia’-di tempat kos tersebut.
Namun ketika Exo melakukan
investigasi ke tempat ini, salah seorang penghuni membantah tentang
berita miring tersebut. Entah sekedar menutupi atau bermaksud lain,
sebut saja Dina menyatakan, memang dulu pernah ada seseorang yang
berterus terang mengaku kepadanya bahwa dia itu perek dan cewek
simpanan. ”Gue ini perek, dan tinggal disini dibayarin sama orang
yang jadi langganan gue,” kata Dina menirukan omongan gadis itu.
Namun Dina menyatakan kini wanita tersebut sudah tidak tinggal
disini lagi. “Sekarang disini mahasiswi semua. Kalo soal kelakuan,
gue sih gak mau tahu. Itu urusan mereka,” tambahnya. Nah, sikap gak
mau tahu ini yang membuka peluang menjamurnya markas wanita simpanan.*
>>>Lanjutin:
GAYA
HIDUP DI ‘SANGKAR EMAS’...... |