Pada
Penggalan Masa
Episode Subuh
Oleh
Prakoso Bhairawa Putera
Menelusuri sisa kekuasaan sang dewi yang bertahta di langit
para rasi
pada tiga perempat penggalan malam
dalam sebuah pemberontakan jiwa hitam dan putih
di mana hitam senantiasa merayu dengan belaian sayang hingga
merasuki
susunan saraf motorik menggoda jiwa putih
dalam kemantapan langkah temui kekasih
pada persimpangan jalan
Tafakur
samudra ayat
bersama subuh yang mengangkat orang
dari kubangan bunga-bunga tidur
di sini cerita bermula setiap harinya
dan para malaikat senantiasa mencatat
hati yang datang dengan tasbih zikrullah
doa serta ayat-ayat quran
sementara itu do cakrawala timur matahari
mulai menggerogoti kedikdayaan sang dewi
Indaralaya, 4 Ramadhan 1423 H
Tafakur
Diri
Oleh Prakoso Bhairawa Putera
Bertutur
doa menyapa malam lewat syair quran
pada keraguan diri di sini
bimbang dalam ketertaian
menyelusuri lorong-lorong hidup
kelam, pekat hampa cahaya-Mu
Ku cari
sinaran di kala pagi pada mentari
tapi tak ku temui di sana
di bias bulan dan bintang pun kucari, namun
tak ku jumpai, bulan bintang hanya beri kegelapan hati saja
di sisa nyala lentera pun tak ku temui nur-Mu
Allah ya robbi...jangan biarkan kejora hati ini hilang
lenyap habis oleh kelam, aku lelah kaki ini enggan
berdiri menopang tubuh yang mulai hitam
aku takut ya Allah Ya robbi....aku terhalusinasi dunia impian
membuai jiwa di kesadaran Ya...Allah
aku kini di Istana-Mu ya Allah beri cahaya hati
agar lampion jiwa berbinar arti hidup dunia akhirat
Allah ya robbi...Allahu Akbar
Syair
Burung-Burung Rawa
Oleh Prakoso Bhairawa Putera
Mineral
yang tumbuh dari rahim pertiwi
menjelma jadi kolam air panas di lindungi
benteng pohon hijau bercanda santai
tuan-tuan di pinggir kolam nikmati kopi
alam sembari meneguk hangat secangkir kopi
Dari pinggir
kota Sungailiat
gemercik air yang bercanda dengan ocehan burung
rawa temani tante, bibi dan nyonya-nyonya mainkan
nada tertawa dalam kolam lupakan peliknya hidup
satu dua menit lalu
teman-teman sebayaku dam seusia dengan adikku
sibuk bermain, berlari, nyanyikan lagu kesukaan
bersama komedi putar, ayunan dan jembatan gantung
"Itu dulu !" ketika para lumutbelum menghidupkan
habitat bersama rumput liar yang kini tertawa
lantaran bebas dari tangan buruh potong rumput
dan ratapan kemegahan hanya jadi ejekan Senyum dari wajah
lukanya
melihat orang-orang mencuci mobil di sisi kolam
mengambil air ketika kemarau
Tirta Loka Pemali menyuarakan kerinduan akan
keasriannya bersama syair harapan yang tak henti dimainkan
burung-burung rawa hingga lembaran menulisnya kembali
AKANKAH ?
>> puisi
- Seribu
satu pelangi bercahaya dalam dadaku, Syuhada,
Palestina Menjadi Cahaya:
Wida Sireum Hideung
- Pada Penggalan Masa,
Syair Burung Rawa-rawa, Tafakur
Diri : Prakoso Bhairawa Putera
- Ketika
Kau Sakiti Lagi Hati Kami, Narasi Pembantaian dan Nisan
Tanpa Nama, Wisata ke Bukit Tengkorak : Nanang
Suryadi
- Sajak
Untuk Sang Ustadz, Renungan hari Lahir
: Doni
Riadi
- Ayah
: Hida
- Kalau
Aku Menamakan, Biarku Merenung :
Maya Hayati
- Dalam
Suaranya, Mengharap Abadi, Cahaya Rumah Kami :
Maya Hayati
- 2001-01-01 :
Imam Nur Azis
- Riskannya Aku Mencintai-Mu, Harakiri Bimbang, Hilang:
Alqawmany
|