EDISI>>01-02-03-04-05-06-07-08-09-10-11-12-13-14-15-16-17-18-19-20-21-22-23-24-25-26-27-28-29- 30-31>>

::LIPUTAN::

::BACAAN PALING EKSOTIS::

::ARTIKEL::

CLOSE UP #11

=> Isu Exo
=> Close Up
=> Intim
=> Gaya
=> Curhat
=> Potret
=> Jelajah
=> Bollystar
=> Exobolly
=> Terawang
=> Modus
=> Blitz
=> Gemar
=> Rona
Aturan
Langganan
Pesan CD
Pesan Bundel
Crew Redaksi
Saran Anda
Tarif Iklan

Tempat Hiburan Tetap Marak

SK GUBERNUR DICUEKIN

Oleh : Zul/Noer

Minggu pertama bulan puasa SK Gubernur Sutiyoso ampuh. Semua tempat hiburan tutup. Setelah itu, banyak tempat hiburan yang diharamkan beroperasi tetap buka. Para pemuja dunia gemerlap (dugem) kembali dimanja.

Fenomena yang tidak pernah luntur dan terjadi saban bulan puasa adalah boleh tidaknya tempat hiburan beroperasi. Beragam komponen dan institusi menelorkan argumennya. Ada yang setuju, namun tak sedikit yang menampik.

Meskipun telah ditelorkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 87 Tahun 2003, tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata Selama Bulan Ramadhan dan Idul Fitri, faktanya tak menyurutkan nyali pengusaha hiburan untuk tetap bandel beroperasi.

Nada miring meluncur. Pemerintah terkesan diskriminatif, atas keputusan tersebut. Atau jangan-jangan ada sesuatu yang disembunyikan di balik keputusan ‘lentur’ yang tetap mengijinkan tempat hiburan yang berada di hotel berbintang untuk tetap beroperasi? Bahkan untuk hiburan tertentu yang tidak menutup kemungkinan dijadikan ajang maksiat alternatif, seperti karaoke malah tetap diijinkan beroperasi dengan ketentuan jam tutupnya diperpendek.

“Penutupan tempat hiburan pada bulan puasa tahun ini, mengikuti aspirasi tokoh masyarakat dan agama yang tidak setuju tempat hiburan beroperasi. Mereka menganggap bukanya tempat hiburan di bulan puasa, akan menganggu umat Islam beribadah. Atas pertimbangan itu, Gubernur Sutiyoso memutuskan semua tampat  hiburan tidak beroperasi pada bulan suci ramadhan, kecuali beberapa jenis hiburan atau tempat-tempat hiburan yang berada di hotel berbintang tetap boleh operasi, namun ada aturan khusus yang wajib ditaati,” terang Sarno Sadingun, Bagian Humas Dinas Pariwisata DKI Jakarta kepada Exo pada  Senin (03/11) lalu.

Menurutnya keluarkan SK tersebut berdasarkan pertimbangan matang dan berdasarkan masukan tokoh agama, masyarakat dan semua pihak termasuk Asosiasi Pengusaha Hiburan Indonesia (Aspehindo) yang mewakili pengusaha hiburan. Pertimbangan lain adalah faktor keamananan, mengingat berkaca dari tahun 2001, banyak ‘penyerbuan’ oleh beberapa elemen masyarakat terhadap tempat hiburan yang dianggap bermasalah.

Sesuai SK itu, tempat hiburan yang harus tutup adalah klab malam, diskotek, mandi uap, panti pijat dan segala aktifitas di dalamnya, permainan mesin keping jenis bola ketangkasan, klinik kesegaran jasmani atau panti pengobatan tradisional, bar, dan musik hidup.

Sementara tempat hiburan yang boleh beroperasi adalah usaha karaoke, biliar dan tempat hiburan yang berada di hotel berbintang, namun jam operasionalnya dibatasi  mulai pikul 20.30-00.30. “Tempat hiburan di hotel berbintang seperti, karaoke, musik hidup dan sebagainya merupakan fasilatas hotel berbintang,” lanjut Sarno

Pemilahan seperti itu tentu saja memunculkan opini di masyarakat maupun kalangan yang merasa ‘dibedakan’. “Kebijakan itu mencerminkan pemerintah tidak memperhatikan aspirasi orang kecil. Kenapa musik hidup, seperti dangdut dianggap merusak moral sehingga dilarang buka pada bulan puasa. Keputusan itu sangat keliru,” tandas Adrian Maelite, Sekjen Aspehindo.

Adrian menambahkan, banyak orang kecil mencari hidup dengan cara menyanyi dangdut. Kalau memang merusak moral kenapa televisi swasta masih terus menayangkan  musik dangdut. Itu juga musik hidup. Mengapa mereka tidak melarang dengan SK tersebut. “Keputusan itu sangat diskriminatif,” cecarnya.

Disamping itu Adrian beralasan bahwa musik hidup sama halnya jenis hiburan lain yang juga turut memberikan kontribusi pendapatan asli daerah (PAD). “Justru jenis hiburan seperti inilah yang meraup banyak kocek. Boleh jadi mereka adalah objek pajak yang besar, yaitu masing-masing dikenai tariff 30% dari keuntungan per bulan,” terangnya. Untuk masalah satu ini, setidaknya 70% pendapatan pajak telah raib.

Dengan ditutupnya tempat hiburan selama bulan suci, pemerintah kehilangan sebagian ‘rezekinya’. “Kebijakan ini membuat pemerintah kehilangan sumber pajak Rp 2 miliar,” ujar Deden Supriyadi Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) DKI Jakarta.

Hitung-hitungan kerugian pajak itu diperoleh dari rata-rata pendapatan empat  jenis pajak hiburan per bulan. Angka itu diperoleh dari night club atau bar per bulannya menyerap Rp 182 juta. Diskotek atau live music sedikitnya Rp 750 juta. Panti pijat dan mandi uap Rp 482 juta. Bola tangkas menduduki peringkat tertinggi, Rp 802 juta.

Menyoal pajak dari tempat hiburan Eggi Sudjana, Raja Demo yang semasa Orde Baru dikenal sangat vokal malah menyorot lain. “Kan pajak pendapatannya tidak hanya dari situ. Justru kreatifitas gubernur untuk meningkatkan pajak jangan dari hiburan dong. Hiburan itu harus dilihat sebagai pelengkap saja. Itu kekeliruan besar. Jika gubernur tidak pintar, apa jadinya,” tutur Eggi.

Menurutnya pendapatan pajak di Jakarta, bisa dari rumah-rumah mewah, kamar hotel, travel, dan banyak hal lain yang tidak harus  bergantung dari tempat hiburan saja.

Sementara itu Binsar Tambunan, Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, menyorot dampak penutupan tempat hiburan dari sisi pekerjanya. Menurutnya, seharusnya pengusaha hiburan tidak keberatan menyisihkan keuntungannya selama 11 bulan untuk membayar gaji karyawan yang libur pada bulan puasa. “Masak membayar  gaji karyawan satu bulan saja keberatan,” katanya.

Masalah ini yang seharusnya turut diperhatiakan pengusaha hiburan. Disamping mengeruk keuntungan, mereka harus siap untuk memperhatikan kesejahteraan karyawannya.

DUGAAN KONGKALIKONG--Demi merealisasikan SK Gubernur  itu, Pemda DKI Jakarta melibatkan 10 Tim untuk mengawasi tempat hiburan yang dianggap membandel. Tim tersebut terdiri dari unsur-unsur ormas dan instansi terkait, seperti  Dinas Pariwisata, Trantib, Dinas Sosial, Dispenda, Walikota, dan Kepolisian.

Banyaknya institusi yang mengawasi tempat hiburan itu diharapkan agar oknum yang memanfaatkan situasi dari tempat hiburan itu bisa dihindari. Termasuk terjadinya ‘kongkalikong’ antara oknum aparat dengan para pengusaha hiburan.

Sejak awal Ramadhan, dalam catatan Dinas Pariwisata, tim pengawas telah menindak 12 tempat hiburan di seluruh wilayah DKI Jakarta. Dari 12 tempat hiburan yang melanggar itu diantaranya adalah  Diskotek Olympic dan Discotik Manhatan. Keduanya dianggap melanggar SK gubernur tentang penutupan tempat hiburan  hari pertama bulan puasa, sekaligus melanggar jam operasi yang telah di tentukan.

Dalam hal ini pihak Dinas Pariwisata telah menyerahkan masalah tersebut pada pihak Trantib. Semua tempat itu hingga kini masih diselidiki aparat. “Jika terbukti mereka melanggar maka izin operasinya akan di cabut ,” papar Sarno Sadingun, Bagian Humas Dinas Pariwisata DKI Jakarta.

Sarno menduga ada oknum yang membekingi tempat hiburan tersebut. Kemungkinan terjadi kongkalikong sangat besar. Namun pihaknya akan terus melakukan penyelidikan.

Bila perlu pencabutan izin akan segera dilakukan. Pertanyaannya, beranikah hal itu benar-benar dilaksanakan? Ini yang hingga kini belum terjawab. Sebab hingga hari ke-11, banyak sekali tempat hiburan yang tetap menggelar ‘dagangannya’.

Dalam penelusuran Exo, dunia malam di Jakarta hanya lumpuh sementara alias satu malam saat puasa hari pertama. Bahkan saat malam itu, tak kurang dari tiga diskotek tetap beroperasi. Bahkan sampai hari ke 11, hiruk pikuk ‘kerajaan’ yang kental dengan musik house, dangdut, plus aroma minuman keras yang menyengat, sontak bangkit kembali.

Di Jakarta Barat yang menjadi barometer hiburan Jakarta hanya terjadi perubahan sedikit dibanding hari biasa. Meskipun sepanjang Jalan  Mangga Besar nampak lengang, namun beberapa tempat hiburan tetap beroperasi.

Di motori Karaoke dan Diskotek Olimpic, di kawasan Lokasari Mangga Besar yang buka hingga pagi hari. Selebihnya memilih hanya mengopersikan karaokenya. Diantaranya karaoke di Hotel Sehat dan di Hotel Arwana.

Sementara diskotik yang biasanya nyaris tak pernah sepi, seperti Miles, Exotic dan Siera memilih tutup. Hanya saja di Siera diskotek tetap buka, namun hanya permaian Bingo yang lebih mirip areal perjudian.

Beberapa lokasi yang pada hari biasa menjajakan musik hidup, seperti Jakarta-Jakarta, F1 Club dan Pub Hotel Regal memilih tutup. Praktis aktivitas malam di kawasan Mangga Besar mengumpul di Diskotek Olimpic. Tak ayal, pengunjung yang datang tumpah ruah. Bahkan parkir mobil menjadi sesak dan meluber hingga ke jalan raya.

Masih di daerah Jakarta Barat, di bilangan Kota, hiburan malam berpusat di diskotek Gudang, Jalan Kalibesar Jakarta Barat yang juga memilih beroperasi hingga pagi hari. Sama seperti suasana di Diskotek Olimpic, Diskotek Gudang diserbu pengunjung yang hendak dugem ria. Jalan di depan diskotek dibuat macet total.

Padahal saat Exo bertandang bukanlah malam libur atau malam minggu. Suasananya malah melebihi malam minggu. Beberapa petugas berseragam biru dengan rompi oranye tampak turun ke jalan mengatur lalu lintas. Parkir mobil berderet-deret hingga sejauh radius 200 meter.

Diskotek Athena memilih tutup. Bahkan Venus Club yang terletak di pusat perjuduan Asemka juga memilih tutup. Tidak hanya itu. Di bilangan Komplek Kota Indah, Jalan Pangeran Jayakarta yang dikenal dengan saranganya musik hidup dan panti pijat, rata-rata memilih tutup. Jika ada yang buka, mungkin hanya sebagian tempat saja.

Sementara itu di kawasan merah Hayam Wuruk Jakarta Barat, lebih didominasi usaha karaoke yang beroperasi. Diskotek Rajamas dan Diskotik 1001, hanya mengoperasikan karaokenya. Bahkan Diskotek ML, yang dikenal saranganya para gay Jakarta malah memilih tiarap. Di lingkungan Stadium, hanya nampak beberapa mobil yang terparkir. Namun beberapa tempat karaoke yang mengitarinya terpampang tulisan open.

Hanya saja, untuk pelacuran sepanjang Hayam Wuruk tetap marak. Hingga menjelang sahur, beberapa pelacur tetap mangkal. Yang paling kentara adalah di perempatan Hayam Wuruk, Gajah Mada, mereka menjalankan aktivitasnya seperti hari biasanya.

Di Jakarta Utara sedikit yang memilih beroperasi. Hailai, yang dikenal diskotek kaum elit hanya mengoperasikan karaokenya. Pun dengan Cleopatra di daerah Sunter. Hanya saja, Nav, sebuah karaoke keluarga dibilangan Boulevard Kelapa gading tetap memilih buka dan menjadi maskot tempat hiburan di Jakarta Utara.

Tempat yang paling tak tersentuh adalah kawasan pelacuran kalijodo, berbatasan dengan Kelurahan Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara. Praktik perjudian atau prostitusi tetap berjalan seperti biasa. Kendaraan roda dua dan empat memadati areal parkir dan dijaga lima hansip.

Dari tempat parkir, terdengar jelas suasana riuh para penjudi, pria dan wanita. Kepulan asap rokok menghalangi sinar lampu neon tampak menyertai ratusan penjudi yang mengelilingi meja. Ada tiga jenis permainan yang disediakan.Yakni bola setan atau ping-pong super, liung fu dan pay  kiu.

Di bilangan Jakarta Selatan hampir semuanya tutup. Tak kurang dari A&B dibilangan Blok M, hingga beberapa restoran Korea dan Jepang yang biasanya beroperasi hingga dini hari. Bahkan sebuah pub dangdut yang berada di areal Blok M mall juga memilih tutup.

Namun beberapa tempat karaoke di hotel Kaisar, Maharani, dan Maharadja tetap beroperasi, meskipun bubar dalam waktu yang lebih cepat.

Di Jakarta Timur, lumayan parah. Boston Kafe yang berada di komplek pertokoan Bonagabe Kampung Melayu yang menyajikan live musik tetap buka. Bahkan Mega Dangdut yang berada di Jalan Matraman Raya, turut mengoperasikan usahanya.

Tak jauh dari Mega Dangdut, Diskotek New Matra 21 juga tak takut disegel. Bahkan dampak dari beroperasinya diskotek tersebut, para wanita penjaja cintanya meluber hingga ke jalan. Masih di bilangan Jakarta Timur, wanita yang meluber ke jalan raya nampak di daerah Jatinegara hingga Prumpung. Puluhan PSK masih terlihat beroperasi. Mereka mangkal disekitar stasiun Jatinegara dan taman serta halte Prumpung.

Di Jakarta Pusat tak kalah berani. Di dominasi dari Group Menteng, Diskotek Marimba dan Matoari Kafe di Hotel Sentral, Jalan Pramuka, Jakarta Pusat, Diskotik Hotmen, Diskotek Three Horse memilih buka, namun hanya sampai pukul 02.00.

Di luar itu Tobasa II, music lounge yang berada di Hotel Pardede juga memilih beroperasi. Bahkan Diskotek Manhattan yang berada di Hotel Borobudur malah menjadi maskot untuk wilayah Jakarta Pusat.

Saat Exo bertandang Rabu malam pekan lalu, satu mobil sedan polisi dan satu kijang tentara nampak terparkir tak jauh dari areal diskotik. Beberapa tentara dari salah satu kesatuan itu dengan menenteng handy talki, nampak konkow di pos satpam. Mereka terlihat akrab.

Uniknya, di perempatan kawasan niaga Atrium ada suasana lain. Di pojok perempatan malah dijadikan areal mangkal beberapa wanita malam dengan dandanan seksi.

Sementara itu para waria juga tak mau ketinggalan. Di Taman Lawang dan pertigaan Kuningan, yang menjadi basis mereka mangkal tetap seperti biasa. Mereka tetap melambai menggoda pengemudi yang lewat dengan pelan dikawasan ini.

Sebaliknya suasana yang hampir sama juga tampak di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Puluhan ‘lelaki’ mangkal di dalam mobil atau sesekali berkeliling mengitari patung Pembebasan Irian Barat. Mereka bukan waria melainkan pelacur pria alias gigolo yang mejeng diantara gay bayaran.

Jika pemerintah getol melakuakn razia, mungkin hanya di awal-awal bulan puasa. Selebihnya, faktanya mengatakan lain. SK Gubernur dicuekin. Atau lantaran SK itu sendiri dirasa masih kurang komplit? Faktanya, tripping atau mesum bisa dilakukan di ruang karaoke yang lolos dari SK Gubernur.*

***

Drs. Andrian Maelite, Sekjen Aspehindo

KEBIJAKAN DISKRIMINATIF

Oleh : Zul

Apakah Anda akan memperkarakan SK tersebut?

Untuk ke depannya kita minta, gubernur janganlah mengatur hal demikian. Serahkan saja pada masing-masing orang dan gubernur tinggal memantau. Kalau hanya alasan moral dan menganggu ketenangan beribadah jangan asal tutup. Keputusan itu tidak di kaji. Tapi sudahlah ini merupakan suatu kebijakan. Nanti, kita di anggap tidak taat hukum. 

Berapa pajak tempat hiburan  setiap bulan?

Kurang lebih Rp 34 miliar. Kita juga menampung lebih dari 230 ribu karyawan.

Apakah hal itu yang akhirnya membuat pekerja tempat hiburan, khususnya wanita malam berkeliaran  di jalan?

Soal itu saya tidak tahu persis. Namun perlu diketahui tingkat pendidikan pekerja tempat hiburan itu rata-rata rendah. Mereka tidak bisa bekerja selain bekerja di tempat hiburan. Kadang-kadang mereka janda dan mempunyai anak lebih dari dua orang.

Kalau mereka tidak bekerja bagaimana mereka  harus menghidupi anak-anaknya.  Kalau memang benar banyak yang mencari nafkah dengan cara menjual diri di pinggir jalan karena kebutuhan mendesak bisa saja itu terjadi.  Tempat mereka cari nafkah tidak boleh beroperasi.*

 ***

H. Ahmad Shabri Lubis, Sekjen FPI

SEMUA HARUS TUTUP

Oleh : Zul

Tanggapan Anda tentang SK Gubernur No 87 tahun 2003?

SK Gubernur saat ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Namun, sebenarnya masih tanggung, karena masih ada jenis hiburan, yang boleh beroperasi, seperti, karaoke.  Meski jam operasinya dipersempit, tapi karaoke juga menjadi alternatif  transaksi bermacam kegiatan maksiat, pelacuran hingga narkoba. Jadi semua harus ditutup, termasuk tempat hiburan yang ada di hotel berbintang. Kami tidak memusuhi tempat hiburan. Tapi kami memusuhi kemaksiatan.

Banyak tempat hiburan yang membandel. Tangapan anda?

Itu salah satu kelemahan dari SK yang di terbitkan Sutiyoso. Karena, masih ada tempat hiburan seperti karaoke yang diperbolehkan beroperasi, boleh jadi pengusaha hiburan berdalih buka karaoke tetapi di dalamnya membuka hiburan lain seperti diskotek. Bahkan dari investegasi FPI, banyak tempat hiburan yang pintunya di tulis tutup ternyata didalam tetap beroperasi.

Aspehindo sepertinya kurang menerima keputusan itu?

Menurut saya itu, adalah pernyataan orang yang tidak mengerti arti negara. Negara itu, berhak mengatur kekuasaan. Kalau kita, tidak ada yang mengatur apa jadinya negara ini.*

*** 

Eggi Sudjana

MAIN SOGOK

Oleh : Noer

Dalam kacamata Eggi Sudjana kalau masih banyak tempat hiburan yang beroperasi di bulan suci, disinilah ujian bagi Pemda untuk bertindak tegas. Gubernur dalam hal ini harus konsisten. “Masyarakat ingin melihat konsistensi para pejabat. Kalau keputusan gubernur tadi tidak diindahkan oleh para pengelola tempat hiburan, itu termasuk pelecehan struktural. Harus ditindak tegas,” tandas Eggi.

Menurut Eggi, saat ini masih ada asumsi yang mengacu pada konsep tidak adil, dengan diperbolehkannya beberapa tempat hiburan yang tetap beroperasi. Dalam hal ini gubernur juga harus lebih jeli memandanganya. Sebab hukum itu tidak boleh diskriminatif. Hukum tidak boleh pandang bulu.

“Kalau memang mengatur soal itu, tingkat hotel berbintang atau nggak harus dilarang. Mereka punya tingkat ketaatan yang sama. Oleh karena itu, himbauanya bagaimana gubernur membut hukum yang tidak diskriminatif itu. Hal itu harus dibeberkan sedemikian rupa dan perlu dilacak lebih jauh kenapa terjadi diskriminatif. Jangan-jangan pengusaha hotel itu nyogok (menyuap-red), hingga akhirnya tetap boleh beroperasi,” lanjut Eggi

Idealnya semua tempat hiburan harus tutup. Bahkan di luar bulan puasa mestinya juga harus tutup. “Kan ada usaha lain yang lebih baik,”tambahnya. Landasannya adalah moral. Jika Gubernur konsisten. Keputusan yang sudah dibuat dijalankan. Mereka yang melanggar ditindak tegas. Tentu masyarakat tidak akan memandang negatif.*

>>>Baca juga: 'KAMPUS' PELACUR IBUKOTA....

=> Rilexo
=> Cerbung
=> Noji
=> Cinexo
=> Etalase
=> Gaul
=> Kelambu
=> Exolusi
=> Amor
=> Mbak Dona
=> Horoskop
=> Poster
=>
Bintang Exo
Free Web Site Counter

hubungi redaksi - webmaster - pasang iklan
Copyright 2004 exotica23.tk (pt angkasa media utama) All Rights Reserved

Hosted by www.Geocities.ws

1