EDISI>>01-02-03-04-05-06-07-08-09-10-11-12-13-14-15-16-17-18-19-20-21-22-23-24-25-26-27-28-29- 30-31>>

::LIPUTAN::

::BACAAN PALING EKSOTIS::

::ARTIKEL::

CLOSE UP #11

=> Isu Exo
=> Close Up
=> Intim
=> Gaya
=> Curhat
=> Potret
=> Jelajah
=> Bollystar
=> Exobolly
=> Terawang
=> Modus
=> Blitz
=> Gemar
=> Rona
Aturan
Langganan
Pesan CD
Pesan Bundel
Crew Redaksi
Saran Anda
Tarif Iklan

‘KAMPUS’ PELACUR IBUKOTA

Oleh : Rayu

Buntut dari Surat Keputusan (SK) No. 87 tahun 2003, tentang larangan beroperasinya  tempat hiburan selama bulan Ramadhan,  terasa di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya. Jumlah penyandang masalah sosial yang masuk panti bertmabah bantak. Itu terjadi lantaran wanita penghibur yang tidak punya tempat mejeng malah ‘banjir’ ke jalan.

Panti Sosial yang akrab sidebut panti Kedoya berlokasi di Jalan  Kembangan Raya, No. 3, Kedoya Selatan, Jakarta Barat. Ada satu tempat lagi yang memiliki fungsi nyaris sama, yakni Panti Sosial Bina Insan 02, Cipayung. Umumnya penghuni kedua tempat ini adalah mereka yang melanggar Peraturan Daerah No. 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum.

Panti Kedoya berdiri di atas lahan seluas 24.678 M3 yang di sekelilingnya dibatasi pagar setinggi 1,5 meter. Di dalamnya terdapat tiga bangunan bertingkat yang tampak seperti rumah-rumah hunian. Sementara dua bangunan lain adalah Mushala dan bangunan panjang yang diperuntukkan sebagai dapur yang juga berfungsi untuk ruang makan.

Siang itu berbeda dengan hari-hari biasanya. Maklum saat itu para penghuni panti baru saja selesai ujian tata boga. Saat memasuki bangunan rumah pertama, pemandangan yang terlihat adalah wajah lelah sekaligus semangat untuk bisa lulus dari ujian tersebut. Tampaknya, keinginan untuk lulus sama besar dengan keinginan untuk keluar dari panti, berkumpul lagi dengan keluarga.

Mungkin karena setelah beberapa jam lelah di dapur dan berkutat dengan telur dan tepung, di siang hari para wanita dari berbagai usia tersebut berleha-leha di depan televisi 21 inchi di ruang tamu. seorang di antara mereka langsung mematikan televisi saat Exo datang. Dia berusaha duduk manis meski daster yang dia kenakan tidak mampu menutupi paha mulusnya.

Setelah berbincang sejenak, tampak jelas rasa minder, seperti ingin menutup  diri dari orang-orang yang belum dikenal. Ana (19), misalnya. Wanita bertubuh tambun dan berkulit sawo matang ini mengatakan benar-benar ingin lepas dari dunianya sebagai wanita penjaja cinta. Dia  mengaku sudah lelah karena juga pernah dijaring petugas Trantib saat mangkal di Pos 9, Tanjung Priuk, Jakarta Utara dan dikirim ke Panti Sosial Bina Insan 02, Cipayung.

Sejak menjadi janda untuk yang kedua kalinya, Ana merasa sangat patah hati. Suami pertama meninggal dunia dan suami kedua pergi begitu saja setelah memberinya satu orang anak. Karena sakit hati, Ana mejeng di Pos 9 untuk jual diri.

Ruang tamu panti itu cukup luas dan nyaman. Di sebelah kanan terdapat dua pintu menuju kamar yang berbentuk seperti sal rumah sakit. Di dalamnya tersedia sepuluh tempat tidur bertingkat dua berhadapan dengan lemari pakaian. Lebih ke belakang tersedia kamar mandi dan WC.

Masing-masing kamar diisi dua puluh penghuni. Di sebelah kiri ruang tamu terdapat dua kamar yang sama dengan penghuni yang juga berjumlah sama. Di tengah-tengah ruangan terdapat tangga menuju lantai dua yang di atasnya tersedia empat kamar. Untuk sementara kamar di lantai atas kosong. Menurut seorang penghuni, pada hari-hari biasa tempat tersebut sepi, karena jarang ada penangkapan.

Menurut Aseli Husin, seorang pengurus panti, volume penerimaan para penyandang masalah sosial pada Bulan Ramadhan memang lebih banyak. Bila sebelumnya yang diterima hanya satu sampai dua kali dalam satu minggu, pada bulan Ramadhan bisa mencapai empat sampai lima kali setiap minggu. “Setelah masuk panti mereka langsung diidentifikasi. Apakah mereka gepeng, joki, waria, atau wanita yang mejeng di jalanan. Kalau mereka sudah diidentifikasi, barulah diserahkan ke panti Harapan Mulya,” ujar Aseli yang diwawancarai Exo pada  Senin (03/11) lalu.

Menurut Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Panti Kedoya, Drs. Y. Hendry, panti sosial tersebut memang menerima lebih banyak wanita-wanita tuna susila selama Bulan Ramadhan. Dijelaskannya, panti tersebut didirikan memang untuk menyelenggarakan resosialisasi dan pembinaan bagi penyandang masalah susila, terutama wanita-wanita tuna susila.

Beberapa kegiatan yang diselenggarakan di panti, jelasnya adalah bimbingan mental keagamaan dan sosial. “Kedua kegiatan ini harus terus menerus diberikan, karena hal itulah yang paling penting agar mereka mengerti bahwa apa yang selama ini mereka kerjakan adalah salah,” terang Hendry.

Mereka juga mendapat bimbingan penunjang lain seperti pelatihan tata rias, tata busana, dan tata boga. Setiap pelatihan memakan waktu satu hingga dua bulan dan dilakukan dua atau tiga kali dalam satu minggu.

BELUM EFEKTIF--Hendry mengatakan, pelatihan yang diberikan memang belum sampai kepada tahap terampil dan ahli, tetapi paling tidak mereka mengenal cara kerjanya. Karena beberapa alasan yang tidak bisa dia jelaskan,  keterampilan tersebut saat ini diberikan bukan berdasarkan kemauan dan minat penghuni panti, melainkan disesuaikan dengan tenaga pramusosial yang ada.

Sebenarnya, tujuan diselenggarakannya berbagai keterampilan tersebut bukan untuk membuat mereka lebih pandai menjahit, merias, atau memasak, tetapi lebih kepada bagaimana mengubah pola berpikir mereka setelah mempunyai pengetahuan.

Hendry mengatakan, mereka harus menyadari bahwa mereka sama dengan wanita-wanita lain yang nantinya tidak minder ketika harus kembali ke tengah-tengah masyarakat. “Bukan kembali ke dunia yang selama ini mereka jalani. Mereka menjadi tidak merasa kalah bersaing dengan orang lain dengan memiliki keterampilan,” imbuhnya.

Namun demikian, Hendry juga tidak memungkiri bila waktu satu hingga dua bulan belumlah cukup untuk membina mental dan spiritual mereka. Terlebih belum ada ketentuan baku, berapa lama wanita-wanita tersebut harus berada di panti.

Sementara, selama dalam pembinaan, kalau pihak panti tidak memberi pelatihan terhadap mereka,  minimal di sana mereka hanya berada satu bulan.  “Memang belum efektif karena waktu yang diberikan juga sangat pendek untuk mereka bisa mendapatkan bekal. Namun semuanya dikembalikan kepada individu masing-masing. Setelah dapat pembinaan mental selama dua bulan berturut-turut, apakah mereka akan kembali ke ‘habitat’ setelah keluar dari sini,” ujar Hendry.

Dan sampai sejauh ini, jelasnya, apakah pembinaan metal plus pelatihan yang sudah diberikan efektif atau tidak juga belum jelas. Karena setelah mereka keluar apakah kembali ke jalan untuk bekerja seperti biasa ataukah mencari pekerjaan yang lebih baik.

“Sudah berbusa mulut kami berpesan agar memberi laporan apakah mereka mendapat pekerjaan yang lebih baik, tetapi setelah keluar, mereka kebanyakan bungkam. Tapi di antara begitu banyak, masih ada beberapa orang yang memang bisa kembali ke jalan yang lebih baik dan melapor kepada kami,” papar Hendry.*

***

Leni Simamora (27)

SALAH  TANGKAP

Oleh : Rayu

Wanita asal Tapanuli, Sumatera Utara ini terjaring petugas Trantib sekitar dua bulan lalu di Jalan Subang, Halimun, Menteng, Jakarta Pusat. Menurutnya, meski sudah tinggal di sana dan mendapat pembinaan, namun dia bukanlah seorang wanita pekerja seks seperti yang dituduhkan. Akan tetapi, dia pasrah saja saat digelandang ke panti dan akhirnya disuruh bergabung dengan wanita-wanita dan waria yang terjaring.

Leni mengatakan sangat terpukul dengan apa yang dialami, karena dalam waktu tidak lama lagi dia akan menikah dengan seorang pria asal Yogyakarta. Bagaimana tidak, malam itu dia sedang bertengkar dengan kekasihnya. Karena sedang kalut, dia mengaku ingin curhat ke rumah salah seorang teman karibnya yang tinggal di daerah itu.

“Waktu saya ditangkap itu memang udah jam dua belas malam. Gimana lagi, saya ikut aja. Saya nggak bisa membela diri karena malam itu saya memang nggak bawa kartu pengenal. Nggak masalahlah, biar di sini saya juga tambah teman,” urai Leni.*

***

Ana (29)

JANDA TIGA KALI

Oleh : Rayu

Pahitnya hidup dan kejamnya cinta membawa wanita asal Sampang, Madura ini nekat menjajakan diri di Pos 9, Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Suami pertamanya meninggal dunia dengan meninggalkan dua orang anak. Satu orang dari anaknya tersebut menyusul ayahnya yang membuat Ana kian sedih. Namun itu tidak berlangsung lama, karena dia segera mendapatkan jodoh baru yang ternyata bukanlah pria yang bertanggung jawab. Wanita berambut panjang ini ditinggalkan begitu saja tanpa kabar dan berita.

Sejak itulah dia mulai terjun ke jalan untuk menjajakan diri. Maka sejak tahun 1997 Ana menjadi ‘penghuni’ tetap Pos 9. Dia bahkan pernah dijaring petugas dan dititipkan di Panti Sosial Bina Insan 02, Cipayung. Dan saat tahun 1999 dia berjumpa dengan seorang pria beristri yang bersedia menikahinya. Namun pernikahan itu juga tidak lama karena Ana tidak tahan harus dimadu. Akhirnya dia sendirilah yang menyerah meski pria itu cukup memperhatikannya. Untuk menghidupi diri dan ketiga anaknya, Ana akhirnya kembali terjun ke jalan. Dan saat itulah dia kembali dijaring. “Mungkin memang sekarang saya harus benar-benar bertobat. Berjalan di jalan yang lurus,” ujar Ana lirih.*

=> Rilexo
=> Cerbung
=> Noji
=> Cinexo
=> Etalase
=> Gaul
=> Kelambu
=> Exolusi
=> Amor
=> Mbak Dona
=> Horoskop
=> Poster
=>
Bintang Exo
Free Web Site Counter

hubungi redaksi - webmaster - pasang iklan
Copyright 2004 exotica23.tk (pt angkasa media utama) All Rights Reserved

Hosted by www.Geocities.ws

1