Halaman legenda |
Legenda Gunung
Ungaran
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Menurut cerita rakyat
setempat Gunung Ungaran tempat Candi Gedong Songo ini berdiri dahulu
kala digunakan oleh Hanoman untuk menimbun Dasamuka dalam perang besar
memperebutkan Dewi Sinta. Seperti diketahui dalam cerita pawayangan
Ramayana yang tersohor itu Dasamuka telah menculik Dewi Sinta dari
sisi Rama, suaminya.
Untuk merebut Sinta kembali pecahlah perang besar antara Dasamuka
dengan bala tentara raksasanya melawan Rama yang dibantu pasukan kera
pimpinan Hanoman. Syahdan dalam perang tersebut Dasamuka yang sakti
tak bisa mati kendati dirajam berbagai senjata oleh Rama.
Melihat itu Hanoman yang anak dewa itu kemudian mengangkat sebuah
gunung untuk menimbun tubuh Dasamuka. Jadilah Dasamuka tertimbun
hidup-hidup oleh gunung yang kemudian hari disebut sebagai gunung
Ungaran.
Dasamuka yang tertimbun hidu-hidup di dasar gunung Ungaran setiap hari
mengeluarkan rintihan berupa suara menggelegak yang sebenarnya berasal
dari sumber air panas yang terdapat disitu. Sumber air panas yang
mengandung belerang itu sendiri akhirnya menjadi tempat mandi untuk
menghilangkan beberapa penyakit kulit.
Pada masa hidupnya konon Dasamuka gemar minum minuman keras hingga
siapapun yang datang ke Gunung Ungaran dengan membawa minuman keras
akan membangkitkan nafsu Dasamuka. Mencium aroma miras erangan
Dasamuka makin menjadi-jadi, ditandai sumber air panas makin
menggelegak. Kalau sampai tubuh Dasamuka bergerak-gerak bahkan bisa
menimbulkan gempa kecil. Demikian menurut cerita masyarakat setempat.
Masyarakat yakin jika candi ini ditunggu oleh makhluk gaib yang
mempunyai julukkan Mbah Murdo. "Berdasarkan cerita eyang buyut Candi
Gedong Songo dibangun oleh Ratu Sima untuk persembahan kepada Dewa,"
ujarnya seperti dikutip Misteri. Konon, tiap kali menghadapi masalah
yang pelik Ratu Sima bersemedi di candi ini agar mendapatkan jalan
keluar yang terbaik.
Agaknya, candi inipun mempunyai kekuatan yang sakti. Buktinya,
kebesaran Ratu Sima diakui oleh lawan-lawannya. Bahkan beberapa
kerajaan takluk dan tunduk di bawah kekuasan Ratu Sima. Namun, Siswoyo
menegaskan, cerita tersebut hanyalah turun-temurun dari nenek
moyangnya.
Menurut Siswoyo, sampai saat ini banyak pengunjung yang melakukan
ritual khusus di candi tersebut. Mereka memohon berbagai pertolongan
agar tujuannya dapat dikabulkan. Kabarnya, candi yang paling banyak
dipakai untuk bersemedi adalah candi yang terletak di deretan paling
atas.
Sebelum memasuki wilayah Candi Gedong Songo, sebaiknya pengunjung
harus meminta ijin terlebih dulu kepada Mbah Murdo, yang dipercaya
sebagai penghuni alam gaib kawasan ini. Sampaikan salam kepadanya,
agar perjalanan atau ritual Anda tak terganggu.
Di kawasan cagar budaya Candi Gedongsongo yang bersuhu rata-rata 19
sampai 27 derajad celcius ini ternyata memiliki bio energi terbaik di
Asia. Bioenergi di kawasan ini bahkan lebih baik dari yang berada di
pegunungan Tibet atau pegunungan lain di Asia. Setelah kita menghirup
bioenergi ini dapat memberikan kesegaran di pikiran sehingga
memunculkan ide-ide segar. Hal ini akan sangat membantu memberikan
kemajuan dan meningkatkan kualitas hidup.
Anda akan melihat mata air dengan kepulan asap yang berbau menyengat.
Konon, air ini penuh tuah. Terutama untuk menyembuhkan penyakit kulit
yang diderita seseorang.
Mata air keramat itu dijaga oleh Nyai Gayatri, perempuan asal Pulau
Dewata. Konon, semasa hidupnya Nyai Gayatri adalah dayang Ratu Sima,
yang dipercaya sebagai raja pertama di Tanah Jawa. Ketika meninggal
dunia, ia memilih menjaga mata air yang mengandung belerang itu.
Kabarnya, Nyai Gayatri tergolong makhluk yang baik hati. Ia suka
memberi pertolongan kepada sesama, terutama menyembuhkan berbagai
jenis penyakit kulit. Tapi, jangan coba-coba menyepelekan dia karena
akibatnya bisa fatal.
Pernah suatu ketika ada seorang pengunjung yang kencing di mata air
tersebut. Tiba-tiba ia menjerit seperti ada yang mencekik dirinya.
Setelah dibawa ke paranormal, rupanya, Nyai Gayatri, penunggu mata air
itu tersinggung dengan ulah pengunjung tersebut. Setelah mohon maaf,
penyakit itupun dapat disembuhkan lagi.
Banyak pula cerita manis di seputar mata air ini. Darmo, penduduk
Magelang, yang kebetulan sedang mandi di sendang itu mengatakan,
penyakit kulit yang dideritanya berangsur sembuh setelah mandi di
tempat ini. Padahal, berbagai dokter sudah menyerah terhadap penyakit
kulit yang sudah menahun itu.
Atas petunjuk seorang paranormal dia diminta mandi di mata air
tersebut sebanyak sepuluh kali. "Saya baru mandi tiga kali. Tapi,
penyakit saya sudah menurun. Mudah-mudahan, yang kesepuluh saya dapat
sembuh total," ujarnya penuh harap.
Para sejarawan sampai saat ini belum dapat memastikan kapan candi itu
dibangun dan siapa pendiri komplek candi Gedongsongo. Namun melihat
bentuk arsitektur candi, terutama bentuk bingkai kaki candi, dapat
disimpulkan bangunan candi ini sejaman dengan komplek candi Dieng.
Kemungkinan candi ini dibangun sekitar abad VIII M, pada masa
pemerintahan Dinasti Sanjaya. Hanya saja siapa nama raja pendirinya
belum dapat diketahui.
Candi Gedongsongo berlatar belakang agama hindu, hal ini dapat dilihat
dari arca-arca yang menempati relung-relung candi. Misalnya arca Ciwa
Mahadewa, Ciwa Mahaguru, Ganeca, Dhurga Nahisasuramardhini, Nandiswara
dan Mahakala.
Dilihat dari fungsinya candi juga dibedakan menjadi dua fungsi, yaitu
candi sebagai tempat pemujaan atau ibadah dan candi yang dipakai
sebagai tempat pemakaman. Sedangkan candi yang berada di komplek
Gedongsongo ini diperkirakan merupakan candi untuk pemakaman. Karena
pada saat ditemukan di sekitar candi banyak terdapat abu. Sangat
mungkin abu ini merupakan bekas pembakaran orang yang meninggal.
Sesuai ajaran Hindu orang yang meninggal biasanya dibakar.
Bangunan candi yang masih utuh bentuknya kini tinggal lima bangunan,
yaitu candi I, II, III, IV dan V. Candi I terdiri satu bangunan dan
masih utuh, candi II terdiri dua bangunan bangunan induk masih utuh
dan satunya lagi tidak utuh. Candi III terdiri dari tiga bangunan yang
semuanya masih utuh. Candi IV terdapat empat bangunan candi, tetapi
tinggal satu bangunan candi saja yang masih utuh. Sedangkan Candi V
tampat bekas-bekas pondasi candi yang menunjukkan bahwa di sana dahulu
banyak sekali bangunan candi. Tetapi sekarang tinggal satu bangunan
candi induk yang masih utuh. Candi VI, VII, VIII dan IX sekarang sudah
tidak jelas lagi sisa-sisanya, karena beberapa reruntuhan bangunan
yang terdapat di sana banyak yang diamanakan. Demikian pula beberapa
arca juga disimpan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa
Tengah.