EDISI>>01-02-03-04-05-06-07-08-09-10-11-12-13-14-15-16-17-18-19-20-21-22-23-24-25-26-27-28-29- 30-31>>

::LIPUTAN::

::BACAAN PALING EKSOTIS::

::ARTIKEL::

POTRET#13

=> Isu Exo
=> Close Up
=> Intim
=> Gaya
=> Curhat
=> Potret
=> Jelajah
=> Bollystar
=> Exobolly
=> Terawang
=> Modus
=> Blitz
=> Gemar
=> Rona
Aturan
Langganan
Pesan CD
Pesan Bundel
Crew Redaksi
Saran Anda
Tarif Iklan

Mangkal disekitar masjid

GELIAT PEREK ‘KEPALA TIGA’ BANDUNG

Oleh : Noer

Prostitusi tak akan pernah mati, demikian sepertinya ‘komitmen; yang kini terjadi. Paling tidak hal itu yang terjadi di areal pelacuran Alun-alun kota Bandung. Meski ‘lahan’ mereka dipersempit, dengan diperluasnya Masjid Agung Bandung, toh faktanya aksi mereka tetap langgeng.

Bandung, Senin malam akhir Oktober silam baru saja diguyur hujan. Suasana sekitar Alun-alun Bandung lumayan ramai. Jalanan macet. Antrian panjang kendaraan, dan deru klakson mobil yang bersahut-sahutan, makin membuat suasana marak.

Di sisi badan jalan yang mengitari alun-alun kota Bandung, ada ‘warna’ tersendiri yang tak kalah menarik. Wanita-wanita dengan dandanan seksi, tersaput polesan gincu menor, asyik mejeng.

Rata-rata berwajah cantik, meskipun usia mereka bukan ABG lagi alias angkatan setengah tua (STW-red). Dengan kulit putih bersih, terkena sorotan lampu mobil, makin membuat mereka terlihat bersih dan memiliki daya tarik tersendiri.

Usut punya usut, ternyata mereka adalah para pelacur yang kesehariannya memang mengais rejeki dengan menjajakan diri di kawasan tersebut. Bahkan sumber Exo di kota kembang menyebut bahwa kiprah mereka sudah sejak sekitar delapan tahun silam.

Hanya saja, dulu biasanya pramunikmat ini mengobral diri di taman-taman dalam lingkup alun-alun kota Bandung. Belakangan, lantaran ada perluasan pembangunan Masjid Agung, lahan bisnis mereka sedikit tergeser.

Taman yang biasanya dijadikan tempat praktik mereka dalam memburu mangsa,  dibangun untuk pelataran masjid. Meskipun demikian, para pelacur ini tak mau enyah alias tetap beroperasi mengitari masjid yang kini sedang dalam tahap renovasi.

“Habis kalau tidak disini, mau kemana lagi atuh. Di sini mah saya sudah punya pelanggan,” tutur Encih (35), yang mengaku sudah hampir dua tahun lalu mangkal di kawasan tersebut.

Lantas siapa pelanggan dimaksud? Ternyata, meskipun ‘berdagang daging mentah’ di pinggir jalan, para pelanggan Encih bukan lantas sekedar lelaki kelas bawah saja. Para hidung belang bermobil yang kebetulan melintas, yang notabene dari klas atas ternyata turut memburunya.

Ada faktor kelebihan yang dimiliki rata-rata pelacur alun-alun Bandung. Selain nilai lebih dari wajahnya, dimana rata-rata khas orang Sunda, menyoal tarif yang dipatok lumayan murah. Cukup merogoh kocek tak lebih dari Rp. 150 ribu, para wanita STW itu sudah bisa diajak naik ranjang. Bahkan dari harga itupun kadang masih bisa dinego. Paling tidak, hal itu seperti dijalani Encih.

“Rejeki mah tak bisa kemana. Kalau memang rejekinya cuma segitu ya tidak apa-apa,” terangnya ketika Exo mencoba menawar dibawah tarif umum yang dipatok rata-rata pelacur di sana.

Juleha (33), kawan karib Encih yang turut menggantungkan hidup berdagang daging mentah disekitar alun-alun Bandung, mengatakan hal serupa. Menurutnya, pasar konsumen disana lagi sepi. “Sekarang lagi sepi tamu ‘A. Tidak seperti dulu,” ungkap wanita asal Cicaheum yang mengaku pernah lima kali balik hotel menservis tamunya. Sementara kini, diakui satu kali dapat order saja sudah lumayan. Itupun menurutnya melalui tawar menawar berbelit.

BERBAUR PENUMPANG--Lalu, kemana mereka melayani pelanggannya. Tidak terlalu sulit, Banyak hotel melati di sekitar alun-alun. Namun yang dikenal paling  diminati adalah Hotel DS, yang letaknya persis disamping sebuah pusat perbelanjaan besar di pojok alun-alun Bandung.

Selain itu, hanya sekitar 1 km dari lokasi tempat mereka mangkal juga terdapat kawasan hiburan Astana Anyar, berikut losmen-losmen sederhana yang  berdiri berderet-deret. Dengan demikian, praktis ajang prostitusi alun-alun Bandung makin langgeng saja.

Umumnya para parmunikmat yang mangkal di kawasan bebas pajak dan bebas germo itu hanya berasal dari daerah disekitar Bandung. Mereka beropearasi dialun-alun mulai pukul tjuh malam. Hal itu tak lain untuk antisipasi sekaligus ‘menghormati’, orang yang hendak beribadah di masjid. Namun seorang pedagang rokok yang ditemui Exo membantah hal itu.

"Pengurus masjid suka marah dengan keberadaan mereka (pelacur-red). Meskipun sudah dilarang beroperasi disekitar masjid, namun para pelacur itu pada bandel. Mungkin seketika mereka pergi, namun hanya sementara. Selebihnya balik kembali,” ungkap lelaki setengah baya itu.

Ditambahkan bahwa para pelacur yang jumlahnya puluhan itu sangat pintar memanfaatkan situasi. Tak jarang mereka sengaja berbaur dengan penumpang yang sedang menunggu angkutan umum.

Bahkan sebenarnya mereka sudah ada disekitar alun-alun sejak pukul enam sore. Tentu saja, lantaran masih terang benderang, tidak mungkin mereka beroperasi di sore hari. Yang dijalani adalah mangkal di sekitar gedung bioskop yang berada di lantai tiga, pusat perbelanjaan Palaguna, persis di seberang masjid Agung Bandung.

Meski demikian, strategi yang dijalani sama halnya saat mereka beroperasi di jalanan, yakni membaur ditengah kerumunan banyak orang. Gawatnya, di tempat itu pula, terkadang mereka sengaja memasang jala untuk memburu mangsanya.*

=> Rilexo
=> Cerbung
=> Nojii
=> Cinexo
=> Etalase
=> Gaul
=> Kelambu
=> Exolusi
=> Amor
=> Mbak Dona
=> Horoskop
=> Poster
=>
Bintang Exo
Free Web Site Counter

hubungi redaksi - webmaster - pasang iklan
Copyright 2004 exotica23.tk (pt angkasa media utama) All Rights Reserved

Hosted by www.Geocities.ws

1