Punya Relasi ABG Rumahan
HOTEL MESUM MENGGURITA
Oleh : Noer
Praktik prostitusi ABG di Madiun
makin lancar dengan maraknya hotel-hotel yang layak disebut hotel
mesum. Tak peduli hotel kelas kambing atau hotel melati yang
notabene bertarif mahal.
Bila dicermati, maraknya
gadis-gadis cabutan di Madiun ini tak terlepas dari kelonggaran
rata-rata hotel dalam menerima para tamunya.
Gawatnya, pihak-pihak
hotel malah membangun jaringan dengan markas-margas ABG rumahan.
Sistem yang dijalani aadalah sama butuh, sama untung, dengan
membuang jauh urusan moral maupuan aturan yang ditetapkan.
Tak perlu heran, jika
dalam razia yang digelar polisi di hotel-hotel yang diduga dijadikan
sarang maksiat, beberapa waktu lalu, puluhan pasangan mesuk
tertangkap basah.
Satu hotel yang dikenal
sering dijadikan sarang maksiat adalah Hotel MER, di Jalan Pahlawan,
Madiun. Buktinya, dalam razia kala itu, tak kurang dari empat
pasangan mesum tertangkap di hotel paling berkelas di kota brem ini.
Serunya, hotel yang
menyediakan fasilitas lumayan lengkap, termasuk didalamnya areal
untuk karaoke ini malah memiliki hubungan bisnis dengan sebuah
markas ABG rumahan. Tentu saja, entah pihak managemen tutup mata,
pura-pura tidak tahu yang jelas faktanya berkata demikian.
Tentu saja, menu tersebut
khusus disediakan bagi tamu hotel yang ‘kedinginan’ dan butuh
selimut hidup.
Tidak sulit untuk
mendapatkan ABG di hotel itu. Setelah check in, tinggal telepon
bagian resepsionis dan sampaikan keinginan ‘selimut’ yang dimaksud.
Namun entah kenapa, bagian resepsionis ini tidak langsung transaksi
dengan tamu hotel yang ‘kedinginan’ tadi.
Yang ditempuh adalah
memindah line telepon ke bagaian Satpam. Satuan keamanan inilah yang
akhirnya bermain. Kamis (04/12) Exo mencoba membuktikan. Benar saja.
Setelah mengutarakan keinginan, pesanan datang ke kamar dengan
diantar petugas satpam hotel yang mengenakan atasan putih dipadu
bawahan warna gelap.
Tetap didampingi Satpam
inilah nego harga berikut kecocokan pilihan atas menu daging mentah
ini terjadi. Jika sudah klop, tugas satpam selesai. Ia pamit
ngeloyor pergi, dengan uang tips masuk ke sakunya, atas jasa
mengontak selimut hidup tadi.
Lalu, berapa tarif yang
berlaku untuk ukuran ABG rumahan tersebut? “Bapak mau yang biasa
atau yang lebih. Kalau yang lebih, baik layanan maupun wajahnya di
sini tarifnya Rp. 200 ribu perjam. Tapi kalau mau yang biasa, cuma
Rp. 150 ribu,” terang satpam Hotel MER yang didadanya tertera nama
Bam.
Rupanya ada dua kelas yang
dimaksud BAM. Usut punya usut, meski hanya selisih Rp. 50 ribu,
namun untuk ukuran ABG cabutan Madiun cukup berarti. Bahkan dari
nilai itulah ternyata yang membedakan kelas mereka.
Dengan pemilahan bahwa ABG
rumahan yang bertarif Rp. 200 ribu umumnya adalah mahasiswi atau
pelajar yang ‘nyambi’. Sementara yang bertarif Rp. 150 ribu berasal
dari kalangan, karyawati atau mereka yang khusus mengais rupiah dari
berdagang ‘daging mentah’.
Tak perlu heran jika
akhirnya untuk kelas kedua ini, bila kepepet terkadang Rp. 100 ribu
pun sudah diambil.
Meskipun berbeda kelas,
namun dalam aturan operasional hingga waktu buking nyaris sama.
Bahkan modusnya juga tak beda jauh. Hanya saja untuk orang awam yang
tidak paham urusan begitu, tentu ibarat kerbau dicocok hidungnya.
Yang pelajar ngaku
mahasiswi. Yang karyawati mengaku mahasiswi. Atau bahkan yang
mahasiswi mengaku wanita karir.
BISA DITUKAR
Ada yang
lain dalam sistem transaksi ABG rumahan dalam kapasitas kebutuhan
untuk tamu yang berada dalam kamar di hotel.
Jika umumnya di kota-kota besar, para gadis itu datang dua atau tiga
orang, sebagai alternatif bagi para tamunya, di Madiun yang berlaku
hanya satu orang yang akan diantar. Dengan catatan, jika satu gadis
yang dibawa tersebut tidak sesuai dengan selera sang tamu, ia wajib
mengganti ongkos taksi.
Sementara itu, markas atau
tempat kos para ABG rumahan di Madiun tersebar membaur diantara
penduduk. Diantaranya berada di Jalan Bali, Jalan Sriti, Jalan
Kalimantan dan Jalan Perintis.
Mereka tinggal layaknya
warga yang indekos, bukan seperti di penampungan. Jadi, tidak ada
aturan mengikat. Tidak ada larangan dan tidak ada halangan bagi
mereka untuk tetap beraksi setiap saat.
Kelas Kambing Ambil Bagian
Tidak
hanya Hotel Mer yang merupakan hotel papan atas yang dijadikan
markas esek-eseks. Hotel-hotel kelas kambing yang jumlahnya puluhan
dan tersebar hampir di tiap sudut strategis, turut menawarkan hal
serupa.
Modusnya nyaris serupa.
Bahkan polanya kadang lebih gila. Tengok Hotel San, yang terletak di
pojok paling Timur Kota Madiun. Bila malam menjelang, hotel tersebut
malam dipakai konkow para ABG.
Mereka tidak mangkal di
loby atau di tempat-tempat yang justru terlihat oleh para tamu yang
berkunjung ke hotel tersebut. Melainkan tetap seperti layaknya tamu,
dengan membuking kamar hotel namun untuk keperluan lain.
Selain sebagai lahan
kebutuhan tamu hotel yang butuh kepuasan bawah pusar, para
gadis-gadis belia tersebut kabarnya memanfaatkan kamar untuk pesta
narkoba. Hal itu dilakukan lantaran belakangan kamar-kamar hotel
berkelas yang sebelumnya lebih leluasa dipakai untuk pesta narkoba,
sedang menjadi tarket operasi polisi.
Di hotel San, umumnya
mereka datang bergerombol. Semua rata-rata adalah perempuan. Entah
apa alasannya, yang jelas dalam penuturan Maya (25), bahwa apa yang
dijalaninya sekedar untuk memburu kesenangan semata.
Bahkan ketika Exo
dikenalkan seorang guide yang notabene teman gerombolan Maya, mereka
tetap bungkam dan bersikeras menjaga kiprahnya, khususnya menyoal
pesta narkoba. Sementara keberadaannya untuk pemuas kebutuhan lelaki
hidung belang, mereka tak menampik.
Lain Hotel San lain pula
Kotel Khar, yang berada di Jalan Dr. Soetomo. Di hotel tersebul
malah lebih sadis. Selain dikenal sebagai hotel yang banyak ABG-nya,
Hotel Khar merupakan hotel transit wanita-wanita malam usai dugem
ria di Klab Bara.
Hal itu bisa tampak
menjelang dinihari, dimana di dalam hotel tersebut akan banyak ABG
konkow sambil sesekali bergedek ria. Bahkan mereka teramat berani
bila mendapati tamu hotel sedang bersantai sendirian di kafe atau di
restoran hotel.
Yang patut dipahami, meskipun mangkal di hotel kelas kambing, untuk
tarif kencan mereka sama halnya di hotel berkelas. Permasalahannya
hanya tempat mangkalnya. Jadi, meskipun bisa dinego, jangan sekali-kali
menganggap mereka adalah pelacur kelas kambing.
Boleh jadi, penjaja cinta sesaat dari kelas inilah yang beromzet
puluhan jutaan. Lantaran itu pula kemungkinan yang membuat mereka
tetap terus eksis, disamping rendahnya moral aparat untuk diam atau
pura-pura diam dalam menangani fenomena tersebut.*
***
Bam (40)
SEBAGIAN DARI TUGASNYA
Oleh : Noer
Langkahnya
tegap. Sekilas tampilannya mirip seorang tentara. Apalagi dengan
potongan rambut yang ‘didisain’ cepak. Nada bicaranya meyakinkan.
Apalagi untuk urusan bisnis soal wanita.
Lima belas menit Exo ngobrol bareng Bam, Satpam Hotel Mer yang salah
satu profesi gandanya adalah mengurusi soal ABG rumahan, di salah
satu meja santai di lantai dua Hotel Mer, Rabu Malam (03/12).
“Bapak seleranya yang
bagaimana. Tinggi, kurus, langsing, hitam manis atau yang kuning
langsat,” tutur Bam ketika dimintai komentar soal stok ABG rumahan
yang telah menjadi ‘relasinya’.
Meski menyebut beberapa
kriteria gadis rumahan, termasuk diantaranya berstatus SPG salah
satu pusat perbelanjaan, namun Bam mengaku tak bisa mendatangkan
pilihan Exo sat itu sudah pukul dua dinihari.
“Kalau sudah malam begini
susah Mas,” lanjutnya. Menurutnya, selain sudah banyak yang dibuking,
umumnya yang bagus-bagus sudah laku. Ibaratnya tinggal ampasnya.
Meski demikian, kalau sekedar ada, Bam tak membantah bahwa stoknya
masih ada.*
***
Dyah (20)
STAND BY 24 JAM
Oleh : Noer
Kiprah
pelacur kota Madiun, mulai ABG yang mangkal ditempat
hiburan, pusat perbelanjaan atau bahkan dirumahan, sepertinya tak
mau kalah dengan bisnis-bisnis lain di luar urusan syahwat.
Khusus ABG rumahan, malah siap saji dalam 24 jam. Paling tidak hal
itu seperti dituturkan Dyah, wanita asli Magetan --tak jauh dari
kota Madiun--.
Menurutnya, apa yang dijalaninya bergantung rejeki. “Rejeki kadang
datang siang, kadang saat subuh pun baru datang. Untuk itu,
konsekwensinya, saya mesti siap 24 jam,” terang wanita yang harus
kos tak jauh dari Hotel Mer demi melayani pelanggan.
Dyah merasa enjoy menjalani ‘bisnis lendir’nya. “Namanya juga kerja
Mas. Meskipun hina, namun hanya itu yang dapat saya lakukan. Toh
tidak ada orang yang mau lahir untuk jadi pelacur kan?” tegasnya
balik bertanya.
Meskipun demikian, wanita lulusan salah satu SMA di daerah Magetan
ini tidak lantas terus ingin menggeluti dunia hitam tersebut. Jika
ada kesempatan sadar, tentunya setelah cukup modal, ia berjanji akan
sadar. Maklum, Dyah berasal dari keluarga tidak mampu dan sebagai
sulung dari empat bersaudara, ia masih harus dibebani biaya sekolah
tiga adik-adiknya yang masih kecil.*
|