EDISI>>01-02-03-04-05-06-07-08-09-10-11-12-13-14-15-16-17-18-19-20-21-22-23-24-25-26-27-28-29- 30-31>>

::LIPUTAN::

::BACAAN PALING EKSOTIS::

::ARTIKEL::

CURHAT #07

=> Isu Exo
=> Close Up
=> Intim
=> Gaya
=> Curhat
=> Potret
=> Jelajah
=> Bollystar
=> Exobolly
=> Terawang
=> Modus
=> Blitz
=> Gemar
=> Rona
Aturan
Langganan
Pesan CD
Pesan Bundel
Crew Redaksi
Saran Anda
Tarif Iklan

SUAMIKU ‘SINGA LAPAR’

Kepercayaan itu mahal harganya. Pendapat itu ternyata benar, karena jalan hidupku menjadi morat-marit setelah memberi kepercayaan kepada sahabatku, Rita. Dia tega merebut kekasihku, Jamal yang sudah terlanjur membuatku menjadi seorang pelacur di atas ranjang. Karena ulah seorang sahabat itulah aku menikah dengan orang yang tidak kucintai, termasuk dengan seorang maniak seks.

Kisah ini berawal ketika aku dan sahabatku, Rita, seorang gadis berwajah manis bekerja di salah satu perusahaan advertising ternama di Jakarta. Aku mengatakannya sahabat karena sejak tahun 1992, kami menimba ilmu di satu kampus. Setelah lulus aku sempat kehilangan jejak Rita. Hingga pertengahan tahun 1996, aku kembali bertemu dengannya dan dia menawarkan bergabung dengan perusahaan tempatnya bekerja. Karena saat itu aku memang sedang menganggur, aku menerima tawaran itu dengan antusias. Bahkan setelah itu Rita juga mengajakku tinggal bersama di kontrakannya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Pada dasarnya aku bisa mengontrak atau kos sendiri, karena meskipun baru bekerja, orang tuaku dengan senang hati pasti akan mengeluarkan dana untukku. Namun, karena simpati dan empati yang diberikan Rita membuat aku luluh. Agar tidak terjadi perselisihan, aku sengaja mengulurkan bantuan untuk membayar lima puluh persen dari jumlah uang kontrakan. Hanya saja, entah mengapa Rita tidak pernah mau menerimanya. Sebagai gantinya, aku sering belanja dan memasak untuknya.

Hingga pada akhir Juni 1997, aku bertemu dengan Jamal, seorang klien di perusahaanku. Dimulai dari saling lirik, kami pun mulai akrab. Dan sejak saat itu Jamal mulai menebarkan sinyal-sinyal cintanya untukku. Dan sebagai wanita lajang, terlebih Jamal adalah seorang pria yang cukup tampan, aku pun menyambutnya dengan senang hati. Hari-hari selanjutnya kujalani dengan perasaan berbunga-bunga. Aku menganggap Jamal telah memberikan warna dalam hidupku.

Suatu sore, karena merasa kurang sehat, aku minta ijin atasanku untuk pulang lebih awal dan sang bos pun mengijinkan. Di tengah perjalanan aku menelepon Jamal untuk datang ke kontrakan sambil mengatakan bahwa aku sedang tidak enak badan. Dan tak lama setelah aku sampai di rumah, Jamal pun tiba. Di dalam kamar aku rebahkan tubuhku di atas ranjang dan meminta Jamal untuk memijat kepalaku yang sedikit pusing, kurebahkan kepalaku pada bahunya.

Sambil bercerita, Jamal mulai memijat kepalaku. Dan ketika melihat bajuku yang basah oleh keringat, Jamal menyuruhku salin. Baru saja aku hendak berenjak dari tempat tidur, tangannya langsung menarik bajuku, dia hendak membukakannya. Tentu saja aku terkejut dengan ulahnya. “Jangan, Mas,” ujarku saat itu. Namun Jamal tetap memaksanya dan aku pun hanya terdiam.

Perlahan tangannya mulai membuka kancing bajuku, sambil sesekali mengecup keningku. Mendapat perlakuan seperti itu, mataku terpejam dan perasaanku langsung menerawang ke alam biru. Karena ini adalah pengalaman pertamaku dengan seorang pria. Melihat tak ada reaksi apa pun dariku, Jamal mulai berani. Sambil memagut bibir tipisku yang merah, tangan-tangan jahilnya menggerayangi sekujur tubuhku, khususnya pada bagian-bagian sensitif yang membuatku menggelinjang.

Kemudian kedua tangannya membuka kancing celanaku, sambil bibirnya tak henti melumat bibir serta payudaraku. Antara sadar dan tidak, aku melarang Jamal melakukan apa yang menjadi tujuannya. Dasar keras kepala, dengan senyuman nakalnya, Jamal malah meneruskan aksinya. Setelah semua pakaianku terlepas, Jamal pun melucuti pakaiannya. Selanjutnya hanya suara erangan serta rintihan yang keluar dari mulutku yang sesekali diiringi oleh desah nafasnya.

Setelah semuanya selesai, aku hanya bisa menangis menyesali semua perbuatan yang baru saja terjadi. Keperawananku yang seharusnya kupersembahkan pada sang suami pada malam pertama, kini terenggut sudah. Sambil memelukku, Jamal membisikan janji-janji manisnya, bahwa dia akan bertanggung jawab dan akan menikahiku secepatnya. Mendengar ucapannya aku pun merasa tenang.

Merasa yakin dengan apa yang dikatakannya, hari-hari pun kami lewati layaknya suami istri. Banyak hotel dan penginapan di Jakarta pernah kami jejaki untuk menuntaskan birahi. Tidak terkecuali di rumah kontrakan. Tentu saja  hal itu kami lakukan ketika Rita tak ada di rumah. Kadang meskipun ada, sepertinya Rita sudah mengerti. Tanpa disuruh dia langsung meninggalkan kami berdua.

DIREBUT SAHABAT--Hingga suatu hari, aku harus pulang ke Jambi karena ada kerabatku yang meninggal dunia. Karena tidak sempat bertemu, aku coba mengabari Jamal lewat telepon genggamnya, namun sedang tidak aktif. Akhirnya aku titipkan nomor telepon rumahku di Jambi pada Rita. Selama satu minggu di Jambi, tak sekalipun Jamal menghubungiku. Saat itu, aku hanya berpikir, mungkin dia sedang sibuk kerja.

Hingga tiba di Jakarta, aku bertemu kembali dengan Jamal. Pada saat itu juga dia langsung menyarankan agar aku pindah kontrakan. Alasannya, kami merasa bebas dan privasiku juga tidak terganggu Rita.

Aku menurut. Dengan bantuan Jamal, aku mendapatkan kontrakan di daerah Margonda, Depok. Di kontrakan baru inilah aku menjalani hidup berdua layaknya suami istri. Tapi belakangan aku mulai curiga karena dia jarang pulang. Alasannya klasik, yang lemburlah, menginap di rumah temanlah, dan segala macam alasan lain yang kadang-kadang tidak masuk di akalku. Tentu saja aku semakin curiga dan ingin mencari tahu.

Kecurigaanku akhirnya terbukti. Ketika sedang berbelanja di Blok Mall, Jakarta Selatan, aku memergoki Jamal sedang bergandengan mesra dengan seorang wanita. Bagaikan mendengar petir di siang bolong, wanita itu ternyata adalah Rita. Dengan perasaan campur baur, aku langsung berlari pulang. Bila boleh aku mengibaratkan, sebuah tong besar pun tak akan sanggup menampung air mataku saat itu. Dan ketika malam harinya Jamal pun tiba aku langsung menanyakan ‘adegan’nya dengan Rita tadi siang.

Dengan mimik tak berdosa, Jamal menjelaskan, hubungannya dengan Rita sudah berlangsung sejak aku di Jambi. Dari pengakuan Jamal, sebenarnya Rita telah jatuh hati padanya sejak pertama bertemu di kantor. Namun karena saat itu Rita merasa tidak enak, dia hanya memendam perasaan.

Sebaliknya, ternyata Jamal pun memililiki perasaan sama terhadap Rita, hingga ketika aku berada di Jambi, kesempatan itu digunakannya untuk mendekati Rita. Lebih gila lagi, dalam waktu dekat mereka bahkan akan melangsungkan pernikahan. Tak sanggup menerima kenyataan itu, aku langsung tak sadarkan diri.

Ketika sadar, aku mendapatkan diriku di rumah sakit yang semua biayanya sudah ditanggung Jamal, namun dia sudah pergi entah kemana. Menyadari hal itu, air mataku kembali tumpah. Bagaimana tidak, setiap aku mengingat bahwa dia telah menjadikan aku sebagai pemuas nafsu ranjangnya, dia pun baru mengakui bahwa wanita yang selama ini ada di hatinya adalah Rita, sahabatku sendiri.

Setelah dua tahun berlalu kepedihan itu tak juga lenyap. Berkali-kali aku menghibur diri dengan mengatakan bahwa Jamal bukanlah jodohku, namun rasa marah itu tak mampu kuredam. Hingga pada tahun 1999 aku tidak sanggup lagi menahan perasaan dan desakan orangtua agar aku menikah.

Dengan perasaan hambar aku menerima perjodohan dari mereka. Perhelatan besar dilangsungkan di Jambi. Dan bisa ditebak, pernikahanku dengan Dojo yang sebenarnya cukup tampan itu hanya berumur lima  bulan.

KASAR DI RANJANG--Kemarahan orang tua tidak ku gubris. Aku kembali meninggalkan kampung halaman dan mencari pekerjaan lain di Jakarta. Dan awal tahun 2000 aku berjumpa dengan seorang pria asal Kanada di sebuah pusat belanja di Jakarta Selatan.

Namanya Vincent. Entah mengapa, aku merasa nyaman ketika berada di sampingnya. Tanpa restu orangtua, aku akhirnya menikah dengan Vincent setelah dua bulan tinggal serumah di apartemennya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Awalnya aku tidak tahu bila perilaku Vincent di ranjang persis seperti binatang. Bagaimana tidak, ketika sudah melucuti pakaianku, dia kerap terlihat menggeram seperti singa lapar. Selanjutnya dia melumat bibirku dengan gigitan.

Tidak hanya sampai di sana, puting payudaraku pun kerap jadi santapan empuknya. Ulah gilanya itu sering membuatku histeris. Entah mengapa, setelah ‘magma’nya bertebaran di mana-mana, dia pun kembali minta maaf, bahkan sambil berlutut. Sebaliknya, setelah mendengar permintaan maafnya, aku kembali luluh dan bersikap wajar. Padahal tubuhku sudah dibuatnya hancur.

Namun akhirnya, tepat pertengahan 2001 aku tak mampu lagi bertahan. Dengan segala risiko yang bisa saja datang aku pergi meninggalkan Vincent. Tentu saja setelah sebelumnya aku berhemat dan menabung dari uang belanja yang dia berikan. Dan yang paling kuandalkan adalah deposito sebanyak Rp. 50 juta yang pernah dia berikan padaku. Mungkin dengan uang yang tidak seberapa itu aku kembali bisa merajut hati dan perasaanku.

Meskipun sempat merasakan nikmatnya kebersamaan dengan Vincent, toh aku tidak mampu menerima perilaku ranjangnya. Dan semua itu berawal dari kekecewaanku terhadap Jamal yang tega meninggalkan aku setelah selama berbulan-bulan menjadikan aku pelacurnya.

Dan selanjutnya dia pergi dengan sahabat karibku. Hingga sekarang rasa pedih itu tetap belum sirna. Aku tidak tahu apakah perceraianku dengan Dojo juga karena rasa marah terhadap Jamal. Dan pelarianku dari Vincet juga karena rasa kecewaku dengan sikap Jamal. Entahlah. Yang jelas, sebagai wanita normal, aku masih ingin mencari pasangan hidup. Bukan pria seperti Jamal, Dojo, terlebih Vincent. *Diceritakan Mila di Kuningan kepada budi

=> Rilexo
=> Cerbung
=> Noji
=> Cinexo
=> Etalase
=> Gaul
=> Kelambu
=> Exolusi
=> Amor
=> Mbak Dona
=> Horoskop
=> Poster
=>
Bintang Exo
Free Web Site Counter

hubungi redaksi - webmaster - pasang iklan
Copyright 2004 exotica23.tk (pt angkasa media utama) All Rights Reserved

Hosted by www.Geocities.ws

1