EDISI>>01-02-03-04-05-06-07-08-09-10-11-12-13-14-15-16-17-18-19-20-21-22-23-24-25-26-27-28-29- 30-31>>

::LIPUTAN::

::BACAAN PALING EKSOTIS::

::ARTIKEL::

POTRET#09

=> Isu Exo
=> Close Up
=> Intim
=> Gaya
=> Curhat
=> Potret
=> Jelajah
=> Bollystar
=> Exobolly
=> Terawang
=> Modus
=> Blitz
=> Gemar
=> Rona
Aturan
Langganan
Pesan CD
Pesan Bundel
Crew Redaksi
Saran Anda
Tarif Iklan

Ayam kampung Batu Raden

PANTANG ‘MAIN’ DI TEMPAT

Oleh : Rayu

Meski berada di tengah pemukiman penduduk, lokalisasi Gang Sadar I dan II, Batu Raden, Purwokerto, Jawa Tengah tetap eksis. Mereka tidak pernah diusik warga apalagi aparat keamanan. Tak jelas, apakah karena ‘upeti’nya yang besar atau karena dijaga oleh para ‘centeng’ berkepala plontos. ‘Selimut hidup’nya bisa dipesan dari penginapan atau langsung ‘hunting’ di markasnya..

Tidak sulit mencapai lokalisasi Gang Sadar I, karena masyarakat Purwokerto sangat mengenal lokasi jajan seks para pria hidung belang ini. Dari pintu gerbang Lokasi Wisata Batu Raden, jarak yang harus ditempuh hanya sekitar sepuluh kilo meter dengan pemandangan pohon-pohon besar dan rumah penduduk di sisi kiri dan kanan jalan.

Sekitar 300 meter sebelum terminal angkot terdapat sebuah gang ke arah kiri yang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua. Suasana di mulut gang tidak menunjukkan bahwa di dalam gang ada rumah-rumah yang menyediakan wanita-wanita pemuas birahi. Dua meter dari mulut gang terdapat pos keamanan dijaga beberapa orang pria botak.

Ada kesan, mereka ingin ‘mengancam’ agar pengunjung diwajibkan bersikap sesuai dengan peraturan tak tertulis yang mereka terapkan. Kesan itu terlihat dari sikap dan pandangan mereka yang penuh curiga terhadap semua pengunjung, terlebih pendatang baru. Namun kepada pelanggan, centeng-centeng yang sengaja tampil seperti aparat keamanan ini bersikap lebih lunak.

Setelah pos keamanan, di sisi kiri dan kanan gang terdapat rumah-rumah permanen yang jumlahnya sekitar 40 rumah. Setiap rumah dipasang semacam kaca bening beukuran lebar untuk meunjukkan kepada pengunjung bahwa di dalamnya tersedia pelacur-pelacur muda.

Di setiap rumah umumnya tersedia sofa tempat konkow para pelacur sambil menunggu ‘order’. Di ruang tamu tersebut disediakan satu pesawat televisi agar mereka tidak jenuh menunggu para hidung belang. Di dalam sebuah rumah bordil yang dikelola seorang germo itu tersedia 7 kamar yang berfungsi sebagai tempat kos para pelacur yang berusia sekitar 20 sampai 27 tahun.

Sekilas ada kesan, kamar-kamar berukuran 3 x 4 meter itu adalah tempat ‘bertarung’ para pelacur dan hidung belang yang tertarik menikmati tubuh mereka. Pada kenyataannya mereka tidak melayani tamu di tempat, tetapi harus dibawa keluar rumah. “Biasanya kalau mau, mereka harus dibawa dari rumah ini, Mas. Bukan main di sini. Di sini cuma tempat tinggal,” urai ‘guide’ yang kebetulan bertugas mendampingi tamu hotel bila ada ‘peminat’ ingin berwisata seks.

Guide ini, biasanya pegawai hotel, penginapan, losmen, atau vila yang bertebaran di sekitar kawasan wisata Batu Raden. Bahkan banyak pula di antara mereka yang hanya bekerja freelance yang akan melakukan tugasnya bila ada tamu yang ingin mendapat ‘kehangatan’ sesaat. Tamu hotel hanya menunggu di kamar dan dalam waktu lima belas menit delivery menu gadis bergincu segera datang.

Tidak ada tawar menawar, karena germo-germo di sana sudah mematok tarif Rp. 70 ribu untuk short time. Harga tersebut tidak termasuk sewa kamar, karena pengunjung harus membawa mereka ke penginapan.

Nilai transaksi itu tidak dibagi dua antara pelacur dan germonya. Menurut seorang germo, sebut saja Ati (39), jatah untuk dirinya di’pecah’ lagi untuk membayar keamanan, sewa kamar, dan tes kesehatan yang biasanya dilakukan sekali seminggu.

Tes  kesehatan ini merupakan kegiatan rutin yang wajib dilakukan seluruh pelacur di sana. Sementara untuk makan sehari-hari mereka harus merogoh kocek pribadi. Artinya, untuk sekali kencan, para pelayan seks ini hanya mendapat Rp. 35 ribu. Namun, dalam satu hari mereka mereka bisa mendapat tamu 3 sampai 5 orang.

Situasi di Gang Sadar II di sebelah kanan terminal angkot tidak jauh beda. Di sana terdapat sekitar 50 rumah bordil. Perbedaan yang menonjol, para pekerja seksnya lebih muda dan cantik-cantik dibanding pelacur Gang Sadar I.

Usia mereka paling mentok 20 tahun. Namun demikian, tarif yang dipatok sama. Tampaknya, persaingan antar-germo di kedua lokalisasi ini demikian ketat dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Namun demikian seluruh ayam dan germo di kedua gang tersebut memiliki paguyuban para wanita pekerja seks yang berguna sebagai sarana diskusi dan ajang bertukar pikiran.*

=> Rilexo
=> Cerbung
=> Noji
=> Cinexo
=> Etalase
=> Gaul
=> Kelambu
=> Exolusi
=> Amor
=> Mbak Dona
=> Horoskop
=> Poster
=>
Bintang Exo
Free Web Site Counter

hubungi redaksi - webmaster - pasang iklan
Copyright 2004 exotica23.tk (pt angkasa media utama) All Rights Reserved

Hosted by www.Geocities.ws

1