Home | Artikel

Dampak Kekristenan

Kesehatan

Konstantin, kaisar Kristen pertama yang berkuasa di Romawi, memerintah selama 31 tahun dan meninggal dengan tenang di peraduannya. Ini sebuah rekor mengingat saat itu masa pemerintahan para kaisar rata-rata hanya singkat dan biasanya berakhir dengan kekerasan.

Konstantin hanyalah salah satu contoh dari pencapaian umum orang Kristen zaman dahulu. Saat itu orang-orang Kristen dikenal luas memiliki taraf pengharapan hidup lebih tinggi daripada masyarakat pada umumnya. Pakar demografi tentunya tahu bahwa tingkat pengharapan hidup adalah indikator terbaik kualitas hidup. Dengan kata lain, orang Kristen menjalani hidup secara lebih baik daripada orang lain. Banyak orang non-Kristen yang kemudian tertarik kepada iman Kristen karena Kekristenan bukan hanya menawarkan berkat rohani, namun juga, sebut saja, berkat sosial.

Di tengah dunia yang masih kekurangan pelayanan sosial saat itu, orang-orang Kristen dikenal sebagai para penjaga saudara. Pada akhir abad kedua, Tertullian menulis bahwa sementara kuil-kuil kafir menggunakan derma "untuk perayaan dan bermabuk-mabukan", orang Kristen menggunakan dana mereka untuk "menyokong dan memakamkan orang miskin, memenuhi kebutuhan anak-anak yang kekurangan atau yatim-piatu, serta merawat orang-orang lanjut usia."

Dalam sepucuk surat kepada uskup Antiokhia pada tahun 251, uskup Roma menyebutkan bahwa "lebih dari 1.500 janda dan orang-orang yang stres" dirawat oleh jemaatnya.

Pengakuan akan kedermawanan orang Kristen ini juga disampaikan oleh orang non-Kristen. "Orang-orang Galilea yang tidak beriman itu bukan hanya menyantuni orang-orang miskin mereka sendiri," keluh kaisar Julian yang tidak percaya kepada Tuhan [menurut orang Romawi, orang Kristenlah yang tidak bertuhan!], "namun juga orang-orang miskin kita."

Kesediaan orang-orang Kristen untuk mempedulikan orang lain terlihat secara dramatis sewaktu dua wabah hebat melanda Kekaisaran Roma. Wabah pertama berawal pada tahun 165 dan yang kedua pada tahun 251. Tingkat kematian melonjak lebih dari 30 persen. Orang-orang kafir berusaha tidak bersentuhan dengan orang-orang yang terkena penyakit itu. Tidak jarang mereka melemparkan orang yang masih hidup ke dalam selokan. Orang-orang Kristen, sebaliknya, merawat orang-orang sakit itu. Sebagian sampai meninggal akibat tertular penyakit.

Florence NightingaleBuah dari upaya ini sungguh dramatis. Saat ini kita tahu bahwa perawatan dasar - cukup hanya memberikan makanan dan minuman pada korban tanpa disertai obat-obatan - akan dapat menurunkan angka kematian saat wabah sampai dua pertiganya. Konsekuensinya, orang-orang Kristen lebih berkesempatan untuk pulih. Pelayanan sosial semacam ini sangat menonjol di tengah banyak bencana yang menimpa wilayah Romawi: gempa bumi, kelaparan, banjir, kerusuhan, perang saudara dan serbuan tentara asing.

Tradisi kehidupan sehat ini terus berlanjut dari abad ke abad melalui pendirian rumah-rumah sakit, lembaga-lembaga perawatan, hingga Palang Merah. Tokoh-tokoh seperti Florence Nightingale, perintis ilmu perawatan modern, dan Louis Pasteur, sosok penting di bidang pengobatan dan kesehatan, melandasi pelayanan mereka dengan nilai-nilai Kekristenan. Gaya hidup Kristen sebagai sebentuk pengobatan preventif juga diakui dalam penelitian muktahir. David Larson, peneliti senior yang bekerja di National Institute of Mental Health, AS, menyusun data empiris dan menyimpulkan: Pergi ke gereja itu baik bagi kesehatan Anda!

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1