Anda Pengunjung ke:     

Cari di PIO Cari di Internet
SEJARAH SINGKAT PERMESTA
DISUSUN SECARA KRONOLOGIS

INDEKS KRONOLOGI: (klik bila perlu)
* Masa pra-Permesta
* Masa awal Permesta (Pembangunan I)
Proklamasi Permesta 2 Maret 1957
* Masa Awal Pergolakan Permesta (Pembangunan II)
Pembubaran TT-VII/Wirabuana
Munas 1957
Soekarno berkunjung di Minahasa
* Masa Pergolakan Permesta I (Pemberontakan PRRI)
Peristiwa pesawat Allan Pope
Pendaratan besar�an Tentara Pusat di Minahasa
Tomohon diduduki/Mayor Eddy Mongdong membelot
Operasi Jakarta Spesial I (Serangan Umum Permesta)
Kotamobagu diduduki TNI
* Masa Pergolakan Permesta II (Pemberontakan Republik Persatuan Indonesia)
Peristiwa penembakan pilot Maukar
Joop Warouw dibunuh
* Masa anti-Klimaks Permesta (Likuidasi Permesta/kembali ke Permesta)
Perdamaian Permesta dan TNI (kembali ke pangkuan ibu pertiwi)
* Masa Post-Permesta (Rehabilitasi Permesta)
* Masa neo-Permesta (Reuni eks-Permesta)
Deklarasi Front Permesta
Kongres Minahasa Raya I
HUT ke-45 Proklamasi Permesta





Halaman 1 | Halaman 2 | Halaman 3

Masa pra-Permesta (Latar Belakang)

Masa Awal Permesta (Pembangunan I)

Masa Awal Pergolakan Permesta (Pembangunan II)

Masa Pergolakan Permesta I (Pemberontakan PRRI)

Masa Pergolakan Permesta II (Pemberontakan Republik Persatuan Indonesia)

Masa anti-Klimaks Permesta (Likuidasi Permesta/kembali ke Permesta)




Masa Post-Permesta (Rehabilitasi Permesta)

September 1961 ae_kawilarang.jpg Likuidasi pasukan Permesta setidaknya berakhir bulan ini dengan selesainya pendataan pasukan/ satuan� Permesta. Bagi para tentara Permesta, diberikan semacam surat keterangan/ijazah yang menerangkan bahwa yang bersangkutan dibebastugaskan dari dinas Angkatan Perang Permesta yang ditandatangani langsung oleh Alex Kawilarang yang mencantumkan pangkat resmi Jenderal Mayor Permesta atas nama Angkatan Perang Permesta.

Pasukan Brigade Anoa (sebelumnya adalah Batalyon Q) pimpinan Mayor J. Lumingkewas yang bertahan di daerah Kotambunan - Bolmong, terperangkap diantara gerombolan pasukan Brigade 999 ("CTN/Garda Nasional" RPI) dan kepungan pasukan TNI, setelah menerima berita perdamaian tersebut, kemudian diangkut truk lalu naik kapal laut menuju Bitung. Selanjutnya pasukan ini dikirim ke Jawa Timur untuk kemudian dilatih di sana dan berangkat ke Irian barat menghadapai Belanda dalam rangka Operasi Trikora. Sebagian besar pasukan yang adalah gabungan ex. KNIL-TNI ini gugur di sana.
Bekas tentara Permesta yang dilatih di Minahasa selama beberapa minggu kemudian dikirim ke Kamp Rehabilitasi/Latihan di daerah Jawa Timur dalam beberapa tahap untuk persiapan dikirim untuk Operasi Pembebasan Irian Barat, Operasi Dwikora, dll.
Antara lain mereka naik kapal angkut pasukan ADRI "Aronda" dan tiba di Tanjung Perak Surabaya tanggal 1 September 1961, kemudian ditampung di Kamp Konsentrasi Dinoyo. Mereka di sana selama masa rehabilitasi diperlakukan dengan baik. Mereka menerima sabun mandi, rokok dan sedikit uang saku. Meskipun demikian, satuan� Permesta yang dikirim pada pemberangkatan� awal mengakui dalam surat yang dikirimkan kepada keluarga dan teman mereka bahwa mereka tidak diperlakukan dengan baik, senjatanya langsung disita di tempat latihan/rehabilitasi tersebut, sehingga timbul beberapa insiden di Bitung yang menolak untuk dikirim ke sana, dll
Setelah selesai masa rehabilitasi kami diberikan 3 pilihan yaitu kembali ke bangku sekolah, kembali ke masyarakat dan masuk TNI. Setelah dites ternyata hanya sedikit yang tembus. Sedangkan sebagian besar kembali ke masyarakat.

Sebagian bekas pasukan Permesta (eks-Meta) diterima menjadi tentara APRI (TNI) atau kembali kekesatuannya.
Beberapa perwira Permesta, seperti D.J. Somba dan Lendy R. Tumbelaka ditarik ke Bakin (Badan Koodinasi Intelejen Negara), juga beberapa diantaranya yang mendapat tugas di MBAD (Mabes TNI-AD).

Para pemuda Permesta lainnya menempuh Sekolah Lanjutan Peralihan di Manado yang disediakan Pemerintah Pusat, setelah Penyelesaian PRRI dan Permesta (Kelak mereka mendirikan sebuah organisasi yang dianggap sebagai forum pembinaan dengan nama Ikaselanpe (Ikatan Alumni Sekolah Lanjutan Menengah Peralihan) di Jakarta).

Sebagai hasil penyelesaian dengan Alex E. Kawilarang dan D.J. Somba, diperkirakan 27.055 orang; 25.176 diantaranya anggota militer dan 8.000 diantaranya bersenjata, mengakhiri pemberontakan mereka. Dari jumlah ini, diperkirakan 5.000 orang adalah bekas anggota TNI.
(Daftar ini tertanggal 6 April 1961 yang ditandatangani oleh Lendy R. Tumbelaka, sebagai kepala tim penengah KDM-SUT; hampir separuh mereka yang dimasukkan, yakni 13.673 orang, berada di Distrik III [WK-III]; terdapat 3.000-4.000 orang di ketiga Distrik/WK lain. Terdapat sekitar 3.000 senjata yang terdaftar di WK-II dan WK-III. Pada bulan Februari 1961, Yus Somba memperkirakan kekuatan total Permesta sekitar 43.000 orang, 5.000 diantaranya dari KDM-SUT [mungkin bekas TNI dari satuan manapun], dan 9.000 bekas anggota KNIL [1.000 diantaranya sudah pensiun]. Jumlah Pasukan Wanita Permesta yang menyerahkan diri saat itu antara 1.413 [angka dari Annie Kalangie], dan 1.502 dalam daftar 6 April 1961 ini).
Setelah masa screening, 8.000 orang dikirim ke Jawa Timur untuk karantina politik dan reindoktrinasi sebelum diterima (atau diterima kembali) ke dalam TNI.
Sejumlah 11.000 orang, militer maupun sipil, telah menyerah bersama� dengan Brigade Manguni dan Laurens Saerang, selain itu juga sejumlah satuan Permesta lainnya telah menyerah kepada pasukan TNI setempat.
Tinggal kelompok di Minahasa Selatan, Ventje Sumual, Nun Pantouw, dan kedua batalyon dari Brigade 999 (Bn. Goan dan Bn. Lisangan): diperkirakan sejumlah 1.500 orang, 900 diantaranya bersenjata.
18 Oktober 1961 Panpres No.568/Th.1961 tentang berbagai keringanan bagi mereka yang tertangkap dalam medan pertempuran.
20 Oktober 1961 KSAD RPI, Brigjen Ventje Sumual dengan bantuan para bekas perwira Permesta yang telah menyerah, menyerahkan diri dengan menghadap KSAD Jenderal TNI A.H. Nasution di rumah dinasnya dan diantar Panglima Kodam XIII/Merdeka, Kolonel Soenandar Priosudarmo dan secara tertulis menyatakan "menyerah, ulangi menyerah tanpa syarat", serta dengan tegas menyatakan bahwa ia memikul diatas pundaknya seluruh tanggung jawab bagi segenap jajaran pasukan tentara dan sipil Permesta baik di dalam maupun di luar negeri. Surat penyerahan diri tersebut bertanggal 4 Oktober (karena batas akhir ultimatum surat keputusan Presiden RI berakhir tanggal 5 Oktober). Saat itu, ikut pula 50 orang yang ikut menyerah bersamanya.

Sebelumnya, Pemerintah Pusat mengirim Mayor Soleman Lumintang alias Kakek, bekas Komandan Bn.C/WK-IV Permesta, yang dikenal cukup dekat dan mampu untuk mendekati dan berunding dengan Ventje Sumual yang masih bersembunyi di hutan. Ternyata pada saat bersamaan, Ventje Sumual sudah keluar hutan untuk menyerahkan diri. Mereka berpapasan di sekitar hutan Tumani, Tompaso Baru.
19 Desember 1961

Dalam rapat raksasa di Yogyakarta, dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat (TRIKORA). Dalam Operasi Trikora, banyak pasukan eks Permesta yang diikutsertakan.
Diantaranya adalah Pasukan Letkol Jonkhy Robert Kumontoy yang bergerilya di Halmahera - Maluku Utara. Karena sulitnya perhubungan, Kumontoy tidak menerima instruksi Ventje Sumual pada 1961 agar semua pasukan Permesta menghentikan permusuhan. Karena itu sampai awal 1962 pasukan ini terus bergerilya.
Namun pada awal 1962, Kumontoy dihubungi Komandan Kodim Maluku Utara dan dianjurkan agar pasukannya dialihkan secara utuh kedalam TNI untuk merebut Irian Barat. Sekitar 158 anggotanya lalu direhabilitasi dan dijadikan Pasukan Gerilya 500 (PG 500) dan ditugaskan di Pulau Waigeo dan Manokwari.
Demikian mengagumkan perjuangan mereka sehingga ketika perintah cease-fire dikeluarkan PBB, pasukan itu dijadikan inti pasukan baru yang merupakan gabungan antara PG 100 sampai PG 600.
Mayor Ali Mertopo menamakan pasukan baru itu "Detasemen Kumontoy" dengan Jonkhy R. Kumontoy sebagai komandannya.


Sebagian pasukan eks-Permesta yang pada 1961 dikirim ke berbagai kota di Jawa untuk direhabilitasi, akhirnya disusun dalam kesatuan� ARSU (Artileri Serangan Udara) yang dipimpin Mayor Soleman ("Kakek") Lumintang, serta Arhanud (Artileri Pertahanan Udara) TNI Angkatan Darat dalam rangka pelaksanaan Dwikora. Mereka dipersiapkan untuk dikirim ke perbatasan Indonesia-Malaysia.
Di Kutaraja (Banda Aceh) terdapat satu baterai (kompi) pimpinan Kapten Daan Piay,
demikian juga peranan mereka di Banjarmasin dan tempat lainnya, antara lain infiltrasi ke istana Raja Brunei Darussalam di Bandar Seri Begawan.

30  Desember  1961 Panpres No.659/Th.1961 tentang mekanisme penyaluran bagi mereka yang tertangkap dalam medan pertempuran dan menyerah.
2 Januari 1962 Brigjen Andi M. Jusuf (deklarator Piagam Permesta no.42) menjadi Menteri Perindustrian Ringan dalam Kabinet Dwikora I.
14 Mei 1962 Abdul Qahhar Mudzakkar (Kahar Muzakhar) pemimpin pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan memproklamasikan berdirinya Republik Persatuan Islam Indonesia (RPII) hari ini tanggal 10 Dzulhidjdjah 1381 H./14 Mei 1962, sebagai "kelanjutan dari RPI yang musnah karena ditinggalkan PRRI serta Permesta yang telah menyerahkan diri kepada Pemerintah Pusat di Jakarta".
Susunannya adalah Abdul Qahhar Mudzakkar sebagai Chalifah (Presiden) yang dibantu oleh beberapa orang menteri yang tersusun sbb:
1. Menteri Pertahanan      : J.W. Gerungan (Dee) (asal Minahasa)
2. Menteri Muda Pertahanan : Sanusi Daris
3. Menteri Kehakiman       : H. Djunaidi Sulaeman
4. Menteri Keuangan        : H. Djunaidi Sulaeman
5. Menteri Penerangan      : Soemarsono (asal Jawa/Yogya)
6. Menteri Pendidikan      : Kyai H. Abdul Rahman Ambo Dalle
7. Menteri Muda Pendidikan : B.S. Baranti
Dalam susunan pemerintahannya juga disebutkan adanya jabatan Adjudan Djendral dan Adjudan yang masing� diduduki oleh Chaidir Achmad dan Amir.
Dalam susunan tersebut, tampak Jan Wellem (Dee) Gerungan sebagai Komandan Komando Daerah Pertempuran (KDP) IV Permesta untuk Sulawesi Tengah, tidak ikut menyerahkan diri bersama� dengan pasukan Permesta di Sulawesi Utara tahun 1961 sebelumnya, karena ia dan 250 orang pasukannya telah bergabung dengan DI/TII dan masuk Islam, setelah gagal dalam suatu usaha untuk melarikan diri.
Kedatangan pasukan Permesta pimpinan Gerungan di tengah� pasukan DI/TII di Sulawesi Selatan tahun 1958 (setelah ini diadakan perjanjian kerja sama antara Permesta dengan DI/TII Kahar Muzakhar) digambarkan: "Dengan kedatangan tentara Permesta dari Manado itu, membuat Kahar melondjak-londjak kegirangan menjambut kedatangan tentara Permesta itu, jang telah menempuh djarak djauh dengan segala penderitaan melintasi sungai�, gunung� dan hutan� lebat. Kahar lantas memberikan tempat konsentrasi kepada tentara Permesta dan diberikan djaminan jang lajak dan tjukup memuaskan.
     Sendjata� jang dibawa oleh tentara Permesta tjukup riel jang terdiri dari sendjata� model baru dan diantaranja ada BAZOKA jang mendjadi kebanggaan Kahar. Dan sementara itu, diaturlah konsepsi kerdjasama militer antara Momoc Ansharullah dengan tentara Permesta dimana TII tidak dihiraukan lagi oleh Kahar, karena memang Kahar sudah merentjanakan akan menghapus TII setelah terbentuknja Momoc Ansharullah
".
Kahar Muzakkar ditembak mati di tempat persembunyiannya tanggal 3 Februari 1965; sedangkan Dee Gerungan ditangkap pada tanggal 19 Juli 1965, diadili oleh Pengadilan Negeri, dan dijatuhi hukuman mati.
15 Juni 1962 F.J. (Broer) Tumbelaka menjadi Gubernur Sulawesi Utara (Sulutteng) hingga tanggal 18 Juni 1962.
25 Juni 1962 Setelah Pemerintahan Daerah Minahasa dipindahkan dari Manado ke Tondano pada pertengahan bulan ini, maka pada hari ini, Pemerintahan Kabupaten/Daerah Tingkat (Swatantra) II Minahasa mulai berjalan dengan resmi.

Sebelumnya, status kota Manado dijadikan Kota-Besar dengan kedudukan sebagai Daerah Swatantra Tingkat II dipisahkan dari Kabupaten/Daerah Swatantra II Minahasa pada tahun 1954. Dengan peningkatan status Manado menjadi Kota-Besar, timbullah persoalan pemindahan ibukota Daerah Minahasa dari kota Manado. Hal ini berlarut� sehingga nanti pada tahun 1959 dengan melalui Parlemen RI, Pemerintah Agung di Jakarta menetapkan Tondano menjadi ibu kota dari Daerah Minahasa. Pemindahan Pemerintahan Daerah Minahasadari Manado ke Tondano telah direncanakan mulanya akan berlaku pada tahun 1961.
Tondano sendiri pada Masa Penjajahan Jepang pernah menjadi ibukota sementara pemerintahan Afdeling Manado dari bulan September 1944, yaitu pada waktu pemboman Manado memuncak, sampai pada masa kapitulasi pada bulan Oktober 1945.Afdeling Manado waktu itu bernama Manado-Ken dan Asisten-Residen disebut Kenkanrikan.
Sebelumnya pada tahun 1954 juga kota Bitung telah dijadikan pelabuhan samudera. Pembangunan Bitung menjadi pelabuhan telah dipersiapkan sejak tahun 1950. Peresmiannya nanti berlaku pada tahun 1954. Dengan adanya pelabuhan Bitung, maka Indonesia sudah memiliki 6 pelabuhan samudera. Kelima pelabuhan samudera yang lain adalah Belawan-Deli, Tanjung Priuk, Semarang, Surabaya dan Makassar.
22 Juni 1964 Surat Keputusan TNI-AD No.Pelak-II/6/1965 tanggal 22 Juni 1964 tentang Petunjuk Pelaksanaan Panpres No.659/Th.1961 tanggal 30 Desember 1961.
27 Agustus 1964 Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Operasi�nya dilakukan antara bulan Maret dan Agustus 1962, dimana dalam setiap peristiwa besar yang menyangkut pengerahan pasukan TNI, tercatat partisipasi "eks-Meta" (bekas tentara Permesta).
23 September 1964 Sistem Pemerintahan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara (Sulutteng) dikembangkan lagi sesuai potensi alam maupun manusianya serta perkembangan sistem pemerintahan yang perlu ditangani secara terpadu dibawah suatu daerah otonom yang mempunyai ruang lingkup wewenang dan tugas; dengan dikeluarkannya UU Drt. No. 13 Tahun 1964 tertanggal 23 September 1964 menjadi dua daerah otonom masing�: Daerah Tingkat I Sulawesi Utara (Sulut) dan Daerah Tingkat I Sulawesi tengah (Sulteng).
Desember 1964 Bekas tokoh� PRRI dan Permesta seperti Wilhem Pesik (ex Menpen PRRI yang menggantikan Saleh Lahede yang ditahan di Makassar), Mayor Daan E. Mogot, dan Des Alwi dalam suatu operasi khusus (Opsus) dalam rangka menuju perdamaian dengan Malaysia melalui jalur intelejen KOSTRAD. Mereka dikirim ke Malaysia dengan Brigjen L.B. Moerdani guna menjajaki perdamaian tersebut.
1  Oktober  1965 Peristiwa G-30-S/PKI meletus, dengan menculik 7 Jenderal AD, membuka mata Indonesia bahwa apa yang diperingatkan Permesta tentang komunis yang adalah musuh dalam selimut terbukti benar.
11 Maret 1966 Brigjen Andi M. Jusuf (penandatangan deklarasi Piagam Permesta no.42) bersama M. Panggabean dan Amir Machmud menerima Surat Perintah 11 Maret yang terkenal dengan nama Super Semar dari Presiden Soekarno untuk diserahkan kepada Mayjen Soeharto sebagai Pangkokamtib.
Surat Perintah ini kemudian disalahgunakan oleh pihak yang mengembannya.
12 Maret 1966 Pembubaran PKI dan ormas�nya dan dianggap sebagai organisasi terlarang di wilayah RI.
26 Juli 1966 Sehari setelah Soeharto menjadi pejabat Presiden, para tahanan militer dan sipil yang ditahan di Rumah Tahanan Militer Setiabudi, seperti Ventje Sumual, Dolf Runturambi, Maluddin Simbolon, Achmad Husein, Syafruddin Prawiranegara, Mr. Asaat, dan Anak Agung Gede Agung dibebaskan dengan surat pembebasan yang dibacakan seorang jaksa bernama Adnan Buyung Nasution.
Selengkapnya, para tahanan yang ditahan/dikarantinakan di Rumah Tahanan Militer adalah sbb:
  1. Mr. Sjafruddin Prawiranegara, mantan Presiden Pemerintah Darurat RI (saat Presiden Soekarno dan Wapres Moh. Hatta dibuang ke Pulau Bangka oleh Belanda), mantan Perdana Menteri RI, mantan Gubernur Bank Sentral Indonesia;
  2. Mr. Asaat, mantan pejabat Presiden Republik Indonesia;
  3. Mr. Burhanuddin Harahap, mantan Perdana Menteri RI;
  4. Mr. Mohammad Natsir, mantan Perdana Menteri RI;
  5. Sutan Sjahrir, mantan Perdana Menteri RI (meninggal dalam masa tahanan);
  6. Mr. Mohammad Roem, mantan Menlu RI;
  7. Mr. Prawoto, mantan Menteri RI;
  8. Otto Rondonuwu, ;
  9. Anak Agung Gde Agung, mantan Menlu RI;
  10. Sultan Hamid, mantan Menteri Negara RIS;
  11. Subadio, mantan Ketua PSI;
  12. Mochtar Lubis, wartawan;
  13. Haji Johannes Cornelis Princen, praktisi HAM;
  14. Bapak Mohammad Saleh;
  15. Bapak Mutaqin;
  16. Bapak Hassan, wartawan;
  17. Kolonel Zulkifli Lubis, mantan KSAD TNI;
  18. Kolonel Maluddin Simbolon, mantan Panglima TT-I/Bukit Barisan;
  19. Letkol H.N. Ventje Sumual, mantan Panglima TT-VII/Wirabuana;
  20. Letkol Achmad Husein, mantan Panglima Sumatera Barat;
  21. Mayor Nawawi, mantan Kepala Staf Wilayah Sumatera Selatan
  22. Mayor J.M.J. (Nun) Pantouw, mantan Asisten I StafKo TT-VII/Wirabuana;
  23. Mayor Dolf Runturambi, mantan Kepala Staf Gubernur Militer Sulutteng;
  24. dan beberapa orang bekas pejabat sipil lainnya.
1967

Setelah dibebaskan dari Rumah Tahanan Militer, Ventje Sumual, Achmad Husein, Maluddin Simbolon, M. Saleh Lahede, R. Soetarno, Bing Latumahina, A.N. Nusjirwan, M. Biga, dll mendirikan PT Konsultasi Pembangunan dengan usaha di bidang jasa, kosultan, hukum, rekayasa dan kontraktor.


Letkol Hi.Rauf Mo'o (deklarator Piagam Permesta no.37) menjadi Walikota Manado (sampai 20 Maret 1971).

Walikota Manado era awal dekade 1990-an, Ir. Najoan Habel Eman dahulunya juga adalah bekas pelajar Permesta.
Di Sulawesi Selatan, Mayor (Purn.) Daeng Patompo, seorang pendukung cita� Permesta, pernah menjabat sebagai Walikota Makassar dan berhasil meraih "Sam Karya Nugraha".
20 Februari 1967 Presiden Republik Indonesia, Dr. Ir. Soekarno hari ini menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Jenderal TNI Soeharto, Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966. Penyerahan secara sederhana ini dilakukan secara sederhana dan dihadiri oleh seluruh anggota Kabinet Ampera.
2 Maret 1967 Mayjen. Hein Victor Worang dilantik menjadi Gubernur Sulawesi Utara berdasarkan SK Presiden No. UP 6/1/28-212 tanggal 23 Februari 1972. Jabatan gubernur dijalankan hingga tanggal 6 Juni 1978 dan digantikan oleh Brigjen Welly Lasut G.A.
Pada masa kepemimpinan Gubernur H.v. Worang, berakhirlah suatu psychose ketakutan yang merupakan ekor dari masa pergolakan Permesta di wilayah ini.
12 Maret 1967 Pelantikan Jenderal TNI Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia, berdasarkan Ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967.
8 Agustus 1967 ASEAN (Association of South East Asian Nations)/Perbara (Persatuan Bangsa� di Asia Tenggara) dideklarasikan di Bangkok dalam Deklarasi Bangkok oleh para Menteri Luar Negeri negara Filipina, Indonesia, Malaysia, Muangthai (Thailand), dan Singapura.

Ventje Sumual ikut berperan aktif membantu pimpinan Orde Baru bersama Aspri - Presiden RI bidang Khusus Keamanan & Politik (OPSUS) dalam penjajakan pembentukan ASEAN ini.
25 Oktober 1967 Pejabat Presiden Republik Indonesia, Jenderal TNI Soeharto, memulai rangkaian kunjungan kerja ke berbagai daerah. Daerah Sulawesi Utara - Minahasa adalah tujuan kunjungan pertamanya atas saran seorang Staf Ahli Presiden, Daan E. Mogot.
19  Maret 1968 Danny A. Maukar, yang menembaki Istana Presiden di Jakarta tanggal 9 Maret 1960, resmi dilepaskan dari hukuman mati atas permintaan grasi dari KSAU Oemar Dhani dan pengacaranya Hadeli Hasibuan kepada Presiden Soekarno serta kemudian kepada Presiden Soeharto.
27 Maret 1968 Pelantikan Jenderal TNI Soeharto, pengemban Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966, sebagai Presiden Republik Indonesia.
6 Juni 1968 Prof. Soemitro Djojohadikusumo (Mantan Menhub PRRI) menjadi Menteri Perdagangan dalam Kabinet Pembangunan I.
1969 prof_inkiriwang Prof. Mr. G.M.A. Inkiriwang,SH (mantan Ketua Parlemen & Menteri Kehakiman PRRI - Permesta) menjadi caretaker Rektor UNSRAT Manado mulai tanggal 1 Januari 1969 sampai bulan Juli 1973. Sebelumnya, ia menjalani tahanan/karantina politik di Pacet - 60 km dari Surabaya, Jawa Timur tahun 1961-1967.

Selain itu beberapa universitas lainnya yang dapat dicatat di sini yang bekas Rektor Universitasnya dari pemuda Permesta adalah Universitas Tadulako di Palu - Sulteng, Universitas Kendari - Sultra serta Universitas Nusa Cendana di Kupang - NTT.

Abdul Muis, seorang Guru Besar Universitas Hasanuddin dan Universitas Terbuka, adalah bekas pemimpin harian Permesta.
1972 oe_engelen ex. dokter tentara berpangkat Letnan Kolonel, Oscar E. Engelen (bekas Ketua Ikatan Perwira TT-VII dan deklarator Piagam Permesta no.33 dan anggota Dewan Tertinggi Permesta), menjadi Rektor Universitas Kristen Djaya (UKRIDA) sampai tahun 1987.

Ny. Mathilda Towoliu-Hermanses (deklarator Piagam Permesta no.5) yang pernah menjadi dosen di Unhas, pada awal dekade 90-an menjadi Rektor Universitas Kristen Paulus di Ujung Pandang.
1 Januari 1973 Prof. Mr. G.M.A. Inkiriwang, SH menjadi pejabat Rektor UNSRAT Manado (jabatan ke-2) hingga Juli 1973. Ia juga menjadi caretaker Rektor IKIP tahun 1971-1973.
1974 Prof. Mr. G.M.A. Inkiriwang, SH terpilih menjadi Rektor IKIP Negeri Manado sampai tahun 1977. IKIP Negeri Manado adalah bekas PTPG Tondano yang juga didirikannya pada masa awal pergolakan daerah (1955).
10 April 1975 Kota Bitung statusnya meningkat menjadi Kota Administratif Bitung melalui PP No. 4/Tahun 1975, dan terpisah dari Kabupaten Minahasa, dengan pemekaran wilayah ex Kecamatan Bitung menjadi tiga yaitu Kecamatan Bitung Utara, Bitung Tengah, dan Bitung Selatan. Sebagai walikota pertamanya adalah W.A. Worang sampai dengan tanggal 7 Mei 1979 dan digantikan oleh Drs Karel Lasut Senduk. Sebagai Sekretaris Kota yang pertama adalah Drs. F.H. Roeroe hingga tanggal 5 Juli 1976.
23 Desember 1976 Pemancar TVRI pertama di Sulawesi Utara yang terletak di puncak Tikala Manado, diresmikan oleh Gubernur Sulawesi Utara waktu itu Mayjen H.V. Worang. Untuk pertama kalinya masyarakat Sulawesi Utara khususnya kota Manado dapat menonton Siaran TVRI dalam hal ini Siaran yang direlay dari TVRI Jakarta (melalui Satelit Palapa). Tanggal 28 Agustus 1978 TVRI Stasiun Manado mulai melaksanakan siaran percobaan (siaran hitam/putih), yang operasional siarannya dilaksanakan oleh 25 orang lulusan Training Center TVRI Jakarta.
Nanti pada tanggal 7 Oktober 1978 TVRI Stasiun Manado diresmikan oleh Sekretaris Jenderal Departemen Penerangan, Sutikno Lukitodisastro.
29 Maret 1978 Jenderal Andi M. Jusuf (deklarator Piagam Permesta no.42) menjadi Panglima ABRI/ Menhankam dalam Kabinet Pembangunan III.



map-minahasa.gif
Peta daerah Minahasa





Masa neo-Permesta (Reuni eks-Permesta)

12 Februari 1984 IKASELANPE Ikatan Persaudaraan Alumni Sekolah Peralihan Permesta sebagai suatu kerukunan keluarga bekas/alumni sekolah peralihan Permesta didirikan dengan ketuanya adalah Benny Tengker. Dikemudian hari, yaitu pada awal millenium III, IKASELANPE ini berubah namanya menjadi Ikatan Persaudaraan Alumni Pejuang Permesta. Para Pengurus Pembinanya antara lain Letjen TNI (Purn) Herman Bernhard Leopold Mantiri, mantan Kepala Staf Umum (Kasum) ABRI dan bekas Dubes RI di Singapura.
4 November 1984 Brigjen TNI (Purn) Alexander Evert Kawilarang -Panglima Besar Permesta- dan Letkol TNI (Purn) Herman/Hendrik Nicolas Ventje Sumual -Ketua Umum KKK- dikukuhkan sebagai Tonaas Wangko Um Banua, sebuah gelar adat suku-bangsa Minahasa, bersama-sama dengan Letjen TNI (Purn) Gustav Hein Mantik, Gubernur Sulawesi Utara saat itu.
4 Mei 1985 KODAM VII/WIRABUANA resmi berdiri di Ujung Pandang yang mencakup Pulau Sulawesi, setelah diadakan reorganisasi daerah militer TNI-AD - ABRI dalam bulan Maret-Mei 1985 dengan melikuidasi/membubarkan Kodam XIII/Merdeka (Sulawesi Utara-Tengah) dan Kodam XIV/Hasanuddin (Sulawesi Selatan-Tenggara).
Pada tahun ini, TNI-AD memiliki kekuatan 278.100 orang.
23 Agustus 1985 Ir Nayoan Habel Eman menjadi Walikota Manado ke-15 mulai tanggal 23 Agustus 1985 sampai 23 Agustus 1995.
1989 Kolonel (Purn) Hi. Rauf Mo'o (deklarator Piagam Permesta no.37) menjadi Rektor IAIN (Institut Agama Islam Nasional) Sulut.
Salah seorang tokoh pemuda Permesta asal Maluku Utara yang tergabung dalam KoP2 atau yang biasa disebut Kopedua, adalah K.H. Arifin Assegaf, sebagai tokoh agama Sulut saat ini memimpin MUI Sulut.
15 Februari 1989 Mr. Sjafruddin Prawiranegara, bekas Perdana Menteri PRRI dan mantan Perdana Menteri RI, meninggal dunia hari ini.
1990 Prof. Octavianus Rondonuwu, MSc. (mantan anggota Pasukan Pengawal Barter Permesta) terpilih menjadi Rektor Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) sampai tahun 1998.
15 Agustus 1990 Kota Bitung diubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bitung (sebelumnya Kota Administratif Bitung) dengan UU No. 7/Tahun 1960 tanggal 15 Agustus 1990, yang sebelumnya telah memiliki tiga kecamatan yaitu Kecamatan Bitung Utara, Bitung Tengah dan Bitung Selatan. Bersamaan dengan perubahan status ini, wilayah Kotamadya Bitung bermekaran menjadi 5 kecamatan dengan bertambahnya Kecamatan Bitung Barat dan Bitung Timur.
8 September 1992 Kerangka Kolonel Joop Warouw (Waperdam PRRI dan Kepala Pemerintahan Sipil PRRI di Sulawesi) ditemukan di perkebunan desa Bunag, Tombatu, kemudian dikebumikan tanggal 20 September di kampungnya, di desa Leleko - Remboken, setelah sebelumnya disemayamkan di Bukit Inspirasi.
Kol. Joop Warouw dibunuh oleh pasukan Bn.7/Robby Parengkuan atas perintah komandannya, Jan Timbuleng (Brigade 999/Triple Nine) karena menolak pengangkatannya menggantikan Kolonel D.J. Somba sebagai Panglima KDM-SUT, dan juga atas kematian Jan Timbuleng sendiri di markas besar Ventje Sumual.
Kontroversi mengenai misteri kematian Joop Warouw masih ditutup�i, selain juga kontroversi mengenai apakah benar kerangka tersebut adalah jasad dari Joop Warouw.
25 Februari 1995 Gub_EE_Mangindaan.jpg Mayjen. TNI Evert Erenst (Lape) Mangindaan, S.H., S.E. terpilih sebagai Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara menggantikan Mayjen Cornelis Johan Rantung.
Sebelumnya Mayjen. E.E. Mangindaan menjabat sebagai Gubernur Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) di Bandung.
Dalam berbagai organisasi reuni Permesta, E.E. Mangindaan duduk sebagai penasihat organisasi. Selain itu, E.E. Mangindaan juga menyumbangkan sebidang tanah di Amurang untuk Ikaselanpe Sulut untuk tempat berdiri lembaga pendidikan dalam hal ini mendirikan perguruan tinggi Permesta. Lebih spesifik lagi perguruan tinggi yang bakal didirikan itu adalah Sekolah Tinggi Manajemen.
20 Mei 1998 Bertepatan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Nasional dan hari libur nasional Hari Kenaikan Isa Al-masih (Yesus Kristus), Presiden Soeharto menyatakan mundur dari kursi kepresidenan, dan digantikan oleh Wakil Presiden, Prof.Ing. Bachruddin Jusuf Habibie, menandai (mulai) tumbangnya Rezim Orde Baru.
2 Maret 1999 Yayasan Permesta didirikan di Tondano oleh Generasi Ke-3 Permesta (Generasi Muda Permesta).
Ketua Umum Periode 1999-2004 adalah Johny R. Singkoh, BSc., Sekretaris Umum Drs Dolfie J. Kotambunan dan Direktur Eksekutif adalah Pdt. Renata Ticonuwu,STh.
15 April 1999 Kolonel (Purn?) Alex.E.Kawilarang (Panglima Besar Tentara Permesta) dalam rangka HUT Kopassus ke-47 di Markas Komando Kopassus di Cijantung Jakarta Timur, setelah 47 tahun sejak ia mendirikan Kopassus, (akhirnya) dianugerahi Topi Baret Merah dan Pisau Komando sebagai Warga Kehormatan Kopassus.

Tahun 1952 Kol. Alex Kawilarang mendirikan Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko Terr-III) saat ia menjadi Panglima TT-III/Siliwangi. Kemudian Kesko tersebut diambil alih oleh Mabes AD (MBAD) kemudian menjadi KKAD, RPKAD, Palu RPKAD, Kopassandha, dan terakhir menjadi Kopassus sekarang ini.

20 Oktober 1999 Pelantikan Presiden Republik Indonesia Kyai Haji Abdurrachman Wahid dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
31   Oktober 1999    Deklarasi Perjuangan Semesta (Permesta) yang dikemas dalam wahana Front Permesta oleh eksponen Minahasa yang berdomisili di Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi-Depok pada hari Minggu di Hotel Pondok Sawangan, Depok, Jawa Barat.
"Bahwa realitas pluralitas bangsa Indonesia yang diikrarkan sebagai potensi pemersatu dan potensi pembangun telah mengalami politisasi dan komersialisasi yang bermuara pada diskriminasi, pengucilan dan peminggiran, baik dalam kategori suku, etnis, dan bahkan agama. Realitas pluralitas kita harus selamanya disadari sebagai benih disintegrasi, sepanjang budaya politik masyarakat kita masih sangat mudah dikotak�kan secara ideologis dan penuh purbasangka atau masih jauh dari kondisi ideal masyarakat terbuka (open society)". Demikian salah satu diktum dari Deklarasi Perjuangan Semesta (Permesta).
�Dengan kesadaran penuh sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia yang senantiasa berperan terdepan dalam setiap tahapan sejarah perjuangan maka Front Permesta akan Berjuang untuk menegakkan keadilan, pemberdayaan, dan pemerdekaan masyarakat Kawanua sesuai dengan prinsip The right of self determination,� demikian akhir butir deklarasi tersebut.
Deklarasi Perjuangan Semesta ini ditandatangani oleh :
� Willy H. Rawung (Sekretaris Dewan Pembina Kerukunan Keluarga Kawanua/KKK),
� Johny A. Rumokoy (Sekjen Angkatan Muda Reformasi Semesta/AMARTA),
� Jopie Lasut (Wartawan Radio Hilversum),
� Benny Matindas (Presidium Forum Masyarakat Minahasa untuk Reformasi),
� Otje R. Sumampouw (Ketua Umum AMARTA),
� Charlie Sondakh (Mantan Sekjen Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Minahasa di Djakarta/IPPMMD),
� Bert Supit (Purnawirawan TNI-AD/Mantan Bupati Minahasa 1958),
� Wailan E. Langkay (Aktivis Pemuda),
� Audy L. Punuh (Aktivis Pemuda/Pilot Merpati),
� Audy WMR Wuisang (Kepala Biro Pemuda, Persekutuan Gereja� di Indonesia/PGI),
� Boy MW Saul (Sekretaris KKK),
� Max Wilar (Sekjen Masyarakat Kawanua Indonesia/MKI), dan
� Marsma (Purn) F. Pontohkukus (Penasihat Badan Perjuangan 14 Pebruari 1946).

Front Permesta yang dipimpin oleh presidium dengan ketua Willy H. Rawung, Sekjen Audy W.M.R. Wuisang dan Sekretaris Boy W.M. Saul, sehari� berkantor di Jl. Bekasi Timur IV No. 3-A, Jatinegara, Jakarta Timur, Tel +62.21.850.3924. Diketahui juga sebagai kantor H.N. Ventje Sumual.
6 Juni 2000 Alex Kawilarang Kolonel TNI Purn. Alexander Evert KAWILARANG meninggal dunia dalam usia 80 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung pada tanggal 8 Juni.
5 Agustus 2000 Kongres Minahasa Raya I dilaksanakan untuk memberi ultimatum kepada MPR dalam Sidang Tahunan yang dimulai tanggal 7 Agustus, yang akan mengamandemen UUD 1945 pasal 29. Forum Kongres Minahasa Raya sepakat mengultimatum MPR bahwa jika ST itu mengamandemen UUD '45 dengan memasukan Piagam Jakarta ke dalamnya, tanah Toar Lumimuut akan merdeka. Dalam tiga butir Deklarasi Inspirasi itu disebutkan: Jika keinginan untuk membatalkan komitmen Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus dan UUD 1945 diluluskan atau bahkan dikompromikan sedikit pun, maka pada saat yang sama eksistensi NKRI (Negera Kesatuan Republik Indonesia) berakhir. Pada saat itu juga rakyat Minahasa terlepas dari seluruh ikatan dengan ke-Indonesia-an dan berhak membatalkan komitmen ke-Minahasa-an dalam ke-Indonesia-an. Dengan demikian, maka rakyat Minahasa berhak menentukan nasibnya sendiri untuk masa depannya.
Hadir pada KMR tersebut sedikitnya 2000 rakyat Minahasa dari berbagai kalangan, yaitu dari tokoh- tokoh agama, tokoh masyarakat, tua� adat, tua� kampung dari 7 pakasaan sub etnis di Minahasa, generasi muda dan masyarakat Minahasa baik yang tinggal di daerah ini, maupun yang tingal di luar daerah. Forum Kongres Minahasa itu turut dihadiri Wakil Gubernur Freddy H. Sualang, Bupati Minahasa Drs. Dolfie Tanor, PhD, mantan walikota dan walikota Manado Ir. L.H. Korah dan Wempie Frederik, pejabat sementara Walikota Bitung Drs L. Gobel, dan pejabat penting lainnya.
Kongres yang berlagsung hampir sembilan jam itu dipandu tujuh tokoh pemuda dari Minahasa, yaitu Ketua Pnt. Marhanny V.P. Pua, Pdt. David Tulaar, Pdt. Feybe Lumanauw, Ir. Vicktor Rompas, Pastor DR John Montolalu, Pdt. Narwasty Karundeng dan Pdt. Wempy Kumendong.
Tim ini didampingi utusan� mewakili 7 sub-etnis yang ada di Minahasa. Ke tujuh utusan itu adalah Tombulu, Tonsea, Tolour, Tonsawang, Tontemboan, Ratahan dan Bantik. Mereka itu yakni Pdt. Prof. DR WA Roeroe, Mayjen. TNI Purn C.J. Rantung, Prof. DR E.A. Sinolungan, Jotje Koapaha, Drs. Freddy Rorimpandey serta Dolfie Maringka.

Salah satu hal penting dalam KMR itu adalah terdapat dalam Rekomendasi Sidang Kongres Minahasa Raya butir ke-8 yang berbunyi: "Mengembalikan citra Perjuangan Semesta (Permesta) bukan sebagai gerakan pemberontakan, tetapi merupakan perjuangan luhur dari rakyat Minahasa untuk diperlakukan adil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara".

Selesai kongres, para pimpinannya langsung menemui fraksi� di MPR untuk menyerahkan hasil Deklarasi Inspirasi tersebut terutama kepada Fraksi PPP dan Bulan Bintang yang sangat keras dalam memperjuangkan Syariat Islam tersebut. Sidang Tahunan MPR tersebut akhirnya tidak mengamandemen UUD 45 pasal 29 yaitu dengan tidak memasukkan 7 kalimat Syariat Islam dari Piagam Djakarta.
Kongres Minahasa Raya II diadakan tahun berikutnya, dan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, K.H. Abdurrachman Wahid.
2 Maret 2001 Korps Pembangunan Sulut/KPPS sebagai Korpsnya Permesta didirikan, dalam apel HUT Permesta di Lapangan Sario, dengan Ketua Umumnya adalah Brigjen. TNI Purn. Robertus Soekandar (seorang dari etnis Jawa - yang justru pada saat Pergolakan Permesta berada di pihak Tentara Pusat dalam Kodam Siliwangi yang ikut menumpas Permesta), dan Sekretaris Umumnya adalah Johan Piet Sompie.
8 Maret 2001 Prof.Soemitro Djojohadikusumo meninggal dunia.
4   Mei   2001 Perjuangan LRRI Sulut kepada Departemen Pertahanan RI yang tertuang dalam Surat Keputusan No. B.546/07/05/01/MIN.SDM tertanggal 54 Mei 2001 meminta agar mantan Laskar Rakyat '45, Pejuang Dwikora, Pejuang Trikora serta Pejuang Permesta diberikan pensiun.
5 November 2001 Dalam peringatan HUT ke-I Korps Pemuda Laskar Rakyat Republik Indonesia Sulut (KPLR RI) di Taman Kesatuan Bangsa (TKB) Bitung, ratusan anggota LRRI termasuk para veteran Permesta dari berbagai daerah di Minahasa, Manado dan Bitung menyatakan kebulatan tekadnya untuk tetap komitmen mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pimpinan Pemuda Laskar Rakyat RI, Benny Tengker juga menegaskan hal itu. Tuntutan yang diajukannya kepada para wakil rakyat di MPR yang sedang bersidang saat itu untuk tidak memasukkan 7 kata dalam Piagam Jakarta, karena sejak awal sudah ditolak oleh pendiri bangsa Indonesia.
"Kalau Piagam Jakarta diterima sama saja secara tidak langsung mereka menyetujui daerah yang tidak sependapat dengan mereka memisahkan diri dari NKRI. Dan pemisahan itu bukan oleh kita tetapi mereka sendiri."
2 Maret 2002
Oom Ventje HUT ke-45 Proklamasi Permesta dirayakan secara besar�an di Sulawesi Utara. Dan dihadiri oleh Panglima Tertinggi Permesta (Pucuk pimpinan Permesta) yaitu Tonaas Wangko H.N. Ventje Sumual atau Om Ventje Sumual.
Peringatan ini diadakan di tiga tempat:
- Lapangan Sam Ratulangi Tondano, dengan pemrakarsanya adalah Laskar Rakyat Republik Indonesia/LRRI Sulut
- Lapangan KONI Sario Manado, dengan pemrakarsanya adalah Korps Pembangunan Permesta Sulut (KPPS),
- Aula Mapalus Kantor Gubernur Sulut, dengan pemrakarsanya adalah Ikaselanpe (Ikatan Alumni Pejuang/Pelajar Permesta).
7-ulta1 7-ulta2
7-ulta3 7-ulta4
Apel Akbar HUT Permesta ke-45 di Lapangan Sario oleh KPPS
Nampak dlm gambar, H.N.Ventje Sumual di podium sedang menerima penghormatan
4 Maret 2002 Pengurus DPP Front Pembangunan Semesta Manguni (FPSM) dikukuhkan Pucuk Pimpinan Permesta Tonaas Wangko Ventje Sumual di Malumbo, salah satu bekas lokasi markas Permesta di desa Tounelet kecamatan Langowan. Sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusatnya adalah Johny J. Saerang (putra Bupati KDM Permesta/Komandan Brigade Manguni masa Permesta Laurens Saerang) dan Pdt. S. Lumingkewas, STh.
27 Maret 2002 Deklarasi Kasuang oleh sedikitnya 9 organisasi bernuansa Permesta untuk kebulatan tekad untuk mempersatukan organisasi� bernuansa Permesta menjadi satu wadah dalam Forum Komunikasi Permesta.
Organisasi tersebut antara lain adalah Ikaselanpe Sulut, Korps Pembangunan Permesta Sulut/KPPS, Yayasan Permesta Manguni, Front Pembangunan Semesta Manguni, Generasi Muda Permesta, Laskar Rakyat Republik Indonesia Sulut/LRRI Sulut, Generasi Penerus Perjuangan (GPP) Permesta.
Sebagai Ketuanya adalah Anthon Tenges, dan Sekretaris adalah Pdt. Renata Ticonuwu, S.Th.
9 Agustus 2002 Sekitar 300 anggota Permesta yang diketuai Ketua Generasi Muda Permesta Sammy Supit mendatangi Kantor Gubernur Sulut, menyatakan sikap menolak Piagam Djakarta dimasukkan ke dalam batang tubuh UUD 1945 (pasal 29). Pemerintah Provinsi Sulut yang diwakili Wagub Freddy Harry Sulalang juga menyatakan hal yang sama.
3 Januari 2003 Sammy Supit, Mrn.Eng., terpilih sebagai Ketua Umum dan Formatur kepengurusan KPS (Korps Permesta Sulut) yang baru, yang mengubah nama organisasinya dari Korps Pembangunan Permesta Sulut (KPPS), sebagai �hasil pertemuan seluruh angota �KPS� di Pinabetengan tanggal 3 Januari 2003, dan di Bentenan tanggal 11 dan 12 Januari 2003.
Dan telah dilaksanakan perbaikan Akte baru sesuai dengan peraturan pemerintah mengenai pendirian �perkumpulan�, dimana akte disesuaikan dengan aspirasi para anggota yaitu Organisasi Masyarakat dengan nama : KORPS PERMESTA SULUT (KPS).
Korps Pembangunan Permesta Sulut (KPPS) dibawah Yayasan Korps Pembangunan Permesta Sulut dengan ketuanya Robertus Soekendar menyatakan diri masih eksis.
30 Januari 2003 DPR-RI mengesahkan berdirinya kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa Selatan lewat Undang� No.10 Tahun 2003 tertanggal 25 Februari 2003.
2 Maret 2003 Apel peringatan Proklamasi Permesta ke-46 dilaksanakan oleh Korps Permesta Sulut (KPS) di Stadion MAESA Tondano yang dihadiri Panglima Tertinggi Permesta H.N. Ventje Sumual dan Ketua Umum KPS Sammy Supit, Mrn.Eng.
5 Maret 2003 Apel besar peringatan Proklamasi Permesta diadakan di ex. Rindam Kakaskasen III - Tomohon (calon kantor Walikota Tomohon), yang juga dihadiri oleh Benny Tengker, Gubernur Sulut Drs. A.J. Sondakh, Bupati & Wakil Bupati Minahasa yang baru terpilih (Drs. Vreeke Runtu & Letkol. Rull Kuron).
12 April 2003 Peringatan Deklarasi Permesta ke-46 di lokasi Penyelesaian Permesta (Perdamaian Permesta-Pemerintah Pusat) di desa Woloan - Tomohon.
20 Mei 2003 Dalam Peringatan Hari Kebangkitan Nasional di Manado hari ini, Korps Permesta Sulut (KPS) menggelar aksi unjuk rasa reli damai. Sekitar pukul 10.00 Wita, ribuan Meta (pejuang Permesta) berkumpul di Lapangan KONI Sario Manado dan melakukan long march ke Kantor Deprov (DPR Sulut) kemudian melanjutkan ke Kantor Gubernur Sulut.
Mereka menyampaikan 3 tuntutan yang diberi nama Tritura Sulut:
(1) Naikkan harga cengkih, pala, kopra, dan jagung,
(2) Tolak RUU Sisdiknas,
(3) Tetap NKRI namun Sulut harus diberi otonomi khusus.

Dalam RUU Sisdiknas pasal 13 disebutkan bahwa setiap sekolah, tidak terkecuali sekolah Kristen, harus memberi pelajaran agama pada muridnya sesuai dengan agama siswa tersebut. Hal ini berarti sekolah Kristen (diwajibkan)/harus memiliki guru agama lain (ustadz) selain Guru Agama Kristen. Masalah RUU Sisdiknas ini juga didemonstrasi oleh berbagai elemen masyarakat di berbagai kota di seluruh pelosok Indonesia.
4 Agustus 2003 Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, terpisah dari Kabupaten induk Minahasa. Sebagai Pejabat Pelaksana Sementara (PPS), yaitu Pejabat Bupati Minahasa Selatan adalah Drs. Ramoy Markus Luntungan, dan Pejabat Walikota Tomohon Drs. Boy Simon Tangkawarouw, MSc (bekas Wakil Bupati Minahasa). Acara peresmian Kabupaten Minsel dan Kota Tomohon ini dilaksanakan di ruang sidang DPRD Minahasa di Sasaran Tondano.
Kapupaten Minsel dan Kota Tomohon terbentuk dari UU No.10 yang diundangkan tanggal 25 Februari 2003, dan merupakan bagian dari 25 daerah di 10 provinsi yang dimekarkan pada periode terakhir. Acara ini turut dihadiri oleh Duta Besar RI untuk Venezuela, Ekuador dan Trinidad & Tobago Drs. Cornelis Manopo, Gubernur Provinsi Sulut Drs. Adolf Jouke Sondakh, Gubernur Provinsi Maluku, Gubernur Provinsi Maluku Utara dan Gubernur Provinsi Gorontalo Fadel Muhammad, mantan Gubernur Sulut Letjen (Purn) Evert Erenst Mangindaan, dan Mayjen (Purn) Cornelin John Rantung.
Acara peresmian ini diakhiri dengan penganugerahan gelar adat Tonaas Wangko Um Banua untuk Mendagri Hari Sabarno oleh Majelis Kebudayaan Minahasa (MKM). Sementara gelar Tonaas Tu'a Um Banua dianugerahkan untuk Bupati Minahasa Drs. Vreeeke Runtu, Walikota Bitung Milton Kansil, Walikota Manado Drs. Wempie Frederik, pejabat Bupati Minsel Drs. R.M. Luntungan serta pejabat Walikota Tomohon Drs. Boy Tangkawarouw. Sementara Wakil Gubernur Sulut Freddy Harry Sualang menyatakan tidak hadir dalam acara tersebut karena menolak penganugerahan gelar adat kepada dirinya karena ia menilai belum berhak mendapatkan gelar semacam itu.
Minahasa Selatan sendiri sesuai UU No. 10/Th. 2003 terdiri dari 13 kecamatan, yaitu Tumpaan, Tareran, Tombasian, Tombatu, Touluaan, Ratahan, Belang, Ranoyapo, Tompaso Baru, Modoinding, Motoling, Tenga dan Sinonsayang (bulan kemudian bertambah lagi Kecamatan Kumelembuai dan Ra(ta)totok), dengan ibukota kabupaten di kota Amurang dengan luas wilayah 2.120,80 km�. Sementara Kota Tomohon terdiri dari Kecamatan Tomohon Utara, Tomohon Tengah dan Tomohon Selatan dengan luas wilayah 114,20 km�. Ironisnya, Kapupaten Minahasa (Induk) luasnya tinggal 992,22 km� dari sebelumnya 4.167.87 km� (bandingkan Kota Manado luasnya 157,26km�, dan Kota Bitung seluas 304 km�).
20 November 2003 Dalam rapat paripurna di gedung DPR RI, Kabupaten Minahasa Utara resmi disahkan. Bekas Kabupaten Minahasa kini akhirnya menjadi tiga kabupaten dan satu kota dalam tahun ini. Setelah Kabupaten Minahasa (Induk) dan Minahasa Selatan (Minsel), plus Kota Tomohon, kini kabupaten baru lahir lagi, yakni Minahasa Utara (Minut). Massa dari Kabupaten Pemekaran Minut serta 23 daerah pemekaran lainnya membanjiri gedung DPR RI, tempat dilaksanakannya Rapat Paripurna antara Depdagri dan Komisi II DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sutardjo Suryogoeritno dalam mengesahkan 24 daerah pemekaran. Penetapan ini dilakukan tepat pukul 12.30 WIB. Sembilan fraksi menerima secara bulat Rancangan Undang� (RUU) 24 daerah untuk dijadikan Undang� termasuk Minut. Kesembilan fraksi tersebut adalah Fraksi Reformasi, Fraksi TNI/Polri, Fraksi PBB (Partai Bulan Bintang), Fraksi KKI, Fraksi PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Fraksi PBU, Fraksi PG (Partai Golkar), Fraksi PPP (Partai Persatuan Pembangunan), serta Fraksi Kesatuan Bangsa.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno selaku Tonaas Wangko Um Banua, dalam sambutannya secara khusus meminta maaf kepada ratusan masyarakat Kabupaten Pemekaran Minahasa Utara karena tidak bersama masyarakat Minut menggunakan pakaian kebesaran Minahasa yaitu pakaian Tonaas Wangko Um Banua. Ketua Panitia Pemekaran Minahasa Utara Boy Rondonuwu mengatakan, pihaknya sangat berterima kasih kepada Komisi II DPR RI dan Mendagri serta jajarannya atas upaya dalam merealisasikan terbentuknya Kabupaten Minahasa Utara. Koordinator tim rombongan Panitia Pembentukan Kabupaten Minahasa Utara (PPKMU) Drs Denny Wowiling dan rombongan lainnya langsung menggelar doa syukur bersama di Hotel Marcopolo Jakarta, tempat mereka menginap.
7 Januari 2004 Kabupaten Minahasa Utara beserta sebuah kabupaten baru lainnya di Aceh/NAD hari ini resmi berdiri. Kabupaten baru ini memiliki 8 kecamatan, yaitu: Likupang Barat, Likupang Timur, Wori, Dimembe (Tatelu), Airmadidi, Kalawat, Kauditan, dan Kema - dengan beribukotakan di Airmadidi.
Kabupaten Minahasa (induk) kini hanya memiliki kecamatan�: Tondano Timur, Tondano Utara, Tondano Barat, Eris, Kombi, Kakas, Langowan Timur, Langowan Barat, Kawangkoan, Sonder, Tombulu, Pineleng, Remboken, Tombariri (Tanahwangko), Lembean Timur, dan Tompaso.




Halaman 1 | Halaman 2 | Halaman 3






Bila ada tambahan data baru, serta bila ada kesalahan dalam penyebutan nama, jabatan, peristiwa, waktu, dan lain-lain;
harap dapat menghubungi webmaster: [email protected]

* Data dikumpulkan dari berbagai sumber bacaan.
* Untuk teks yang berwarna merah/biru, maupun berupa foto-foto, silahkan klik di situ untuk mendapatkan informasi lebih lanjut menuju link dokumen itu.
* Materi/isi dari Kronologi Permesta ini dapat berubah sewaktu� untuk kepentingan update dan pembaharuan data yang otentik.
   Bila ingin mengutip isi kronologi ini, disarankan untuk mengecek ulang data terakhir halaman ini untuk kepastian informasi terbaru (update/ralat).

Anda Pengunjung ke:




Copyright �2001-2004 oleh Permesta Information Online�
Silahkan menyalin atau mengutip seluruh isi atau sebagiannya dengan mencantumkan sumber "dikutip dari Permesta Information Online"


Hosted by www.Geocities.ws

1