-- Welcome To >> Jambimesir Online --

Halaman UtamaSekilas Tentang KMJPengurus KMJAnggota KMJCara Studi Ke MesirGallery FotoBuku Tamu

. : : :  Selamat Datang Di Website Keluarga Mahasiswa Jambi Mesir! Situs ini telah menyediakan untuk anda semua beberapa informasi mengenai mahasiswa jambi yang sedang studi di Mesir, cara belajar ke Universitas Al Azhar dan lain sebagainya.         Terima kasih atas kunjungan anda! : : : .


 

 

Urgensi Pembaruan Dalam Islam

(Sebuah Pengantar)*

Oleh: Ahmad Farid Nazori**

 

Dari Abu Hurairah Ra:”Sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini (Islam) setiap seratus tahun, orang yang akan memperbarui agamanya?[1]

Mukadimah

Akidah, ibadah dan mu’amalat merupakan tiga komponen ajaran Islam yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Namun, dalam memahami pesan yang mengatur tata cara pelaksanaan tiga komponen itu manusia sering mengalami kekeliruan. Kekeliruan itu bisa disebabkan keterbatasan manusia, atau dipengaruhi oleh kondisi, ambisi dan lingkungan manusia itu sendiri. Dari kekeliruan pemahaman dan pemikiran itu tersebut, pada gilirannya akan mengaburkan warna asli dari ketiga komponen suci diatas. Dalam kondisi demikian, maka sangat dibutuhkan sebuah semangat dan gerakan pembaruan sebagaimana yang diisyaratkan oleh hadits diatas tadi. 

Pengertian Pembaruan

Pembaruan yang dimaksud adalah:”Menjaga bentuk yang telah ada dan memperbaiki kerusakan yang terjadi pada bagiannya serta memperindahkannya?[2] Lebih terperinci DR.Yusuf Al-Qardawi memperjelas pengertian pembaruan dalam Islam. Sebelum memberi rincian tentang pembaruan dalam Islam, beliau menegaskan bahwa pembaruan dalam Islam itu ada dan sangat diperlukan.

Selanjutnya al-Qardawi menerangkan bahwa pembaruan dalam Islam itu adalah menjaga esensi dan karekteristik sebuah bangunan dan berusaha memperbaiki kerusakan yang terjadi padanya. Pengertiannya, adalah tetap menjaga keaslian (orisinalitas) bentuk dan warna Islam sebagaimana ketika diturunkan Allah Swt. Lebih lanjut al-Qardhawi mengatakan pembaruan dalam ajaran Islam adalah mengembalikannya kepada periode awal Islam. Yaitu periode Rasulullah dan para sahabatnya. Kembali kepada periode awal atau masa lalu bukan berarti kembali kepada kejumudan dan statis. Tetapi kembali kepada kebangkitan dan keluwesan syariat Islam (Murunah dan Si’ah).[3]

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembaruan dalam Islam itu adalah mengembalikan Islam (akidah, ibadah, muamalat) kepada bentuk dan warna asli ketika diturunkan. Dan membersihkan pemahaman-pemahaman yang mengaburkan ajaran Islam.

 Pembaruan  Antara Barat dan Islam

Islam adalah agama rahmat yang melepaskan manusia dari berbagai belenggu penghambaan. Islam juga adalah agama yang sempurna, mengatur setiap dimensi kehidupan. Manusia sebagaimana yang difirmankan allah Swt:”Pada hari ini telah kami sempurnakan untukmu, agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhoi Islam itu jadi agama bagimu?[4]

Ayat diatas merupakan jaminan dari Allah Swt, bahwa agama Islam telah sempurna dan tidak perlu ditambah. Apalagi mesti disempurnakan dengan sesuatu yang datang dari luar Islam.

Pembaruan merupakan hal yang sangat penting dalam “kehidupan?manusia. Masyarakat barat yang tidak terlalu taat pada ajaran agamanya, masih mengidamkan pembaruan dalam agamanya. Misalnya, gerakan Protestan yang lahir dalam tubuh Kristen dipelopori oleh Martin Luther King (1483-1546 M).[5] Berawal dari protes ketidakpuasan terhadap keadaan gereja. Dimana campur tangan gereja terhadap ajaran Kristen terlalu jauh sehingga mengaburkan ajaran Kristen. Begitu juga  dengan paham methodisme yang dicita-citakan oleh Charles dan Jhon Wesley untuk hidup keagamaan menurut injil.[6]

Dalam Islam seruan pembaruan itu bukanlah suatu gerakan yang lahir begitu saja. Tapi merupakan bagian dari ajaran Islam itu sendiri sebagaimana hadits yang tertera diatas tadi. Namun, dalam usaha pembaruan ala barat (sekulerisme), usaha pembaruan malah menjadi usaha pendangkalan dan pemusnahan ajaran Islam. Sedangkan pembaruan dimaksud Islam adalah kembali kepada ajaran Islam yang murni dengan tetap menjaga esensi dan karakteristik ajaran Islam.

Adab dan Etika Dai

Dalam menyikapi pembaruan seorang dai diperlukan memiliki kesiapan mental dan kedewasaan sikap. Karena dalam setiap usaha pembaruan acapkali terjadi pertembungan pemikiran dan silang pendapat. Dalam menyikapi hal ini, ada baiknya kita renungkan pesan Ali bin Abi Thalib Ra:”Lihatlah apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakannya? Artinya, seorang dai harus melihat kebenaran yang disampaikan, selama berpijak pada argumentasi yang sesuai dengan landasan al-Quran dan As-Sunnah. 

Sosok dai juga patut meniru apa yang pernah dipesankankan oleh Imam syafi’ie. Imam syafi’ie berpesan: ”Jika kalian mendapati pendapatku tidak benar, maka lemparkan pendapatku itu ke tembok? Begitu pula dengan Imam-imam yang lain, ada yang mengatakan:”pendapatku benar, mungkin mengandung kesalahan. Pendapat orang lain salah, mungkin mengandungi kebenaran? Juga ada yang berkata:”Jika kalian temui hadits shahih, maka itulah mazhabku?

Pada sisi lain, seorang dai dalam usaha pembaruan tidak seharusnya mengadopsi atau meniti segala macam cara. Karena dalam Islam jalan dan tujuan adalah dua mata rantai yang tidak terpisahkan. Sebagaimana yang diungkapkan DR. Muhammad Ramadhan al-Buthi:? Jalan dan tujuan, kedua-duanya adalah ibadah dalam Islam?[7]

Hal ini, pernah dicontohkan Rasulullah Saw ketika Atabah sebagai utusan kaum Quraisy datang menemui Nabi Saw. Atabah berkata;?wahai anak saudaraku, jika engkau ingin harta, kami akan mengumpulkannya untukmu. Jika engkau ingin kekuasaan, maka kami akan menjadikan engkau raja atas kami. Jika engkau ingin kemuliaan dan kehormatan, maka kami berjanji tidak akan memutuskan suatu perkara kecuali ada engkau. Asalkan engkau meninggalkan dakwahmu ini? Akan tetapi semua tawaran manis tersebut, ditolak mentah-mentah oleh Rasulullah Saw.[8]

Padahal kalau ditinjau dari kacamata strategi dakwah, barangkali ada baiknya Rasulullah Saw menerima tawaran tersebut. Karena dengan harta, kekuasaan dan penghormatan akan lebih leluasa untuk mengajak kaum Quraisy masuk Islam. Penolakan Rasulullah itu mengajarkan kepada kaum muslimin bahwa cara atau sarana dakwah harus sejalan dengan tujuan.  Artinya cara, sarana, atau jalan itu tidak boleh keluar dari koridor syariah.[9]

Untuk lebih tepatnya DR Yusuf Qardawi mengatakan:”Dai yang sejati adalah yang memperbarui agama dari bahasa kepentingan dan hawa nafsu?[10] Suatu penyakit kronis yang melanda tubuh umat Islam adalah fanatisme buta (ta’ashub). Penyakit dapat menghambat  jalannya itu sendiri.  Rasulullah Saw bersabda: “Bukan termasuk golongan kami, orang yang mngajak kepada fanatisme atau saling membunuh atas nama fanatisme?[11]

Memetik manfaat dari hadits diatas, dapat disimpulkan bahwa Islam sangat mencela sikap fanatisme buta (ta’ashub). Termasuk orang-orang yang memelihara sifat-sifat fanatisme tersebut. Disisi lain, fanatisme dapat melahirkan sikap kultus individu (taqdis). Padahal setiap manusia, kecuali Nabi dan Rasul, tidak luput dari kesalahan dan kealpaan. Bisa jadi pula, belum sampainya suatu hadits, riwayat atau pendapat yang akurat kepada para ulama dalam proses istinbat suatu hukum.

Ijtihad

Ijtihad adalah salah-satu wacana dalam pembaruan. Secara terminologi, ijtihad adalah: ”Mengerahkan seluruh kemampuan dan usaha dalam mencari hukum syariat?[12] Kata ijtihad hanya digunakan pada usaha yang memerlukan pengerahan tenaga semaksimal mungkin demi sebuah tujuan.

Penulis tidak membahas tentang syarat dan disiplin ilmu yang harus dimiliki pelaku ijtihad (mujtahid). Begitu juga beserta tingkatan-tingkatan mujtahid. Karena terbatsnya ruangan dan persyaratan yang dibuat oleh para ulama itu, sangat sulit dipenuhi oleh umat Islam sekarang. Kalaupun ada sangat minim sekali. Namun, ada ulama yang mengatakan boleh berijtihad dengan syarat, seorang mujtahid memiliki ilmu yang bisa mengantarkannya kepada hasil yang maksimal dalam masalah yang ia hadapi.

As-Syeikh Musthofa Maraghi mengatakan: ”ijtihad bukanlah sesuatu yang ada pada akal saja (mumkinan aqlan), akan tetapi bisa dilakukan dan caranya lebih mudah dibandingkan dengan periode-periode terdahulu. Karena semua cabang disiplin ilmu dan cabang-cabangnya, telah terkodifikasi dan dimiliki oleh perpustakaan pribadi atau pemerintah. Bahkan disetiap negara Islam. Sesutu hal yang tidak bisa didapati dan dinikmati oleh ulama-ulama terdahulu. DiTambah Lagi... sudah terkodifikasinya semua pendapat dan kitab-kitab para ulama-ulama mazhab.[13Mengomentari ungkapan al-Maraghi tersebut, DR Abdul Aziz Hariz, dosen Fakultas Syariah, Universitas Yordania mengatakan:”Kalaulah al-Maraghi hidup sampai sekarang. Maka dia akan menyaksikan kitab-kitab yang terdapat dalam perpustakaan pribadi dan pemerintah semuanya, sudah terkumpul dalam satu disket dan CD yang dapat digunakan pemiliknya dirumahnya melalui computer? Melihat alat-alat canggih dengan fasilitas amat memadai itu, maka al-Maraghi akan lebih semangat mengobarkan ruh ijtihad dalam tubuh umat Islam.

Meskipun, dengan segala fasilitas yang amat memadai tersebut dan mudahnya mengakses kitab-kitab. Umat Islam tetap mendapat kesulitan dalam berijtihad sebagaimana para pendahulunya. Disebabkan beberapa faktor diantaranya:

Pertama, masih mengakarnya sikap taklid. Kedua, keputus asaan semakin mengokoh dalam hati umat Islam. Ketiga, kejumudan atau statis dalam berpikir dan menutup diri dari segala yang baru.  Anehnya, penyakit diatas tadi, selalu menyerang orang atau kalangan yang bergumul akrab dengan disiplin ilmu-ilmu agama Islam.[14]

Disamping mengembangkan wacana diatas, pembaruan juga dapat dilakukan dengan usaha-usaha pentahqiqan.[15] Dengan usaha pentahqiqan ini, akan terlihat keaslian dan kemurnian ajaran Islam. Cara ini lebih mudah, dibandingkan dengan ijtihad.  Meskipun cara ini, barangkali termasuk dalam wilayah ijtihad. Dikatakan lebih mudah, karena hanya mengoreksi sebuah pendapat. Akan lebih mudah lagi bila kita memiliki fasilitas diatas.             

Atau dengan cara menikmati, mengamalkan dan sosialisasi pendapat.  Atau kitab-kitab sudah ditahqiq. Dengan demikian kata pembaruan yang sering terdengar tidak akan menjadi sekedar ucapan atau gerakan yang bersifat temporal.

Kesimpulan dan Penutup

Dari ucapan yang sederhana diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan;

Pertama, pembaruan adalah sebuah keniscayaan dalam ajaran islam. Pembaruan memerlukan usaha yang gigih.

Kedua, dalam usaha pembaruan umat Islam tetap dituntut untuk tidak keluar dari batasan-batasan yang telah digariskan oleh ajaran-ajaran Islam.

Ketiga, pembaruan bukanlah sekedar ucapan, slogan atau gerakan yang bersifat temporal.

Penulis amat menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Apalagi untuk dijadikan sebagai acuan. Makalah ini tidak lebih hanya sebagai wacana:”Saling berwasiat dalam hal kebenaran dan kesabaran? Menyadari hal diatas tadi, penulis sangat mengharap bantuan dan sumbangan pemikiran dan peserta diskusi budiman. Atas segala kekurangannya, mohon maaf. Wallahu a’lam bis-showab.

 


*Dipresentasikan dalam acara kajian mingguan, Keluarga Mahasiswa Jambi (KMJ) Mesir, ahad, 28 September 2003 di rumah Jambi, Rabea al-Adawea.

**Mahasiswa tingkat akhir, Fakultas Syariah Islamiyah, Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir.

 


[1] HR. Abu Daud, Al-Hakim dan Al-Baihaqi

[2] Untuk lebih lengkap, lihat Prof DR. Abdul Ghafur Mahmud Musthafa, dalam Maushu’ah al-Islamiyah al-‘Ammah, hal 336, Wazarat al-Awqaf wa-l Majlis al-A’la li-Syuuni al-Islamiyyah, Jumhuriyah Mishr al- Arabiya, Tahun 1422 H/2001M.

[3] DR. Yusuf al-Qardawi, Koran al-Lewa al-Islami hal, 3 tanggal 11 September 2003.

[4] QS. al-Maidah:3

[5] Kamus Pengetahuan Umum, Ben Handaya, hal 122, Penerbit Nurcahaya.

[6] Ibid, hal 35

[7] Fiqh al-Shirah al-Nabawiyah, DR. Muhammad Ramadhan al-Buthi, hal 84, Maktabah Darussalam, Cairo, Cet 6 Th 1999.  

[8] Ibid

[9] Ibid

[10] Lihat Koran al-Lewa al-Islami, edisi 1131, tanggal 25 september 2003, hal 10.

[11] HR. Abu Daud (5121) dikutip dari An-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa-l Atsar, Ibn al-Atsir al-Juzri, hal 222. Dar Kutub al-Ilmiyah, Beirut-Lebanon, Cet ke-2 Th 1423H/2002M. 

[12] al- Syirozi, al-Luma?fi- al- ushul al-Fiqh,  lihat DR Abdul Aziz Hariz, hal 226 , Dalam majalah “al-Syariah wa-l Dirasat al-Islamiyah, Vol 50 Th ke-17, Jumadil al-Akhir, 1423H/ September 2002 M.

 [13] Ibid

[14] Ibid, hal 276

[15] Tahqiq: Secara etimologi:”berarti menetapkan atau membenarkan? Sedangkan menurut terminologinya:”Membaca sebuah teks sesuai dengan keinginan pengarangnya, atau lebih dekat dengan aslinya.?Lihat lebih lengkap, Prof DR. Ramadhan Abdul al-Tawwab dalam al-Maushu’ah al-Islamiyah al-Ammah, hal 348, Wazarat al-Awqaf wa-l Majlis al-A’la li-Syuuni al-Islamiyah, Jumhuriyah Mishr al-Arabiyah, Th 1422 H/2001M.  

 

 

 

Muhammad Sami, Menempuh Hidup Baru..

 


 

Angso Duo Club gagal Sumatera Cup II..

 


 

Info Pemilu; PKS Menang mutlak di PPLN Mesir..

 


Join Mailis JAMBI Yuuuk... Klik Disini!

 

>>Arsip Berita & Atikel:


- Urgensi Pembaruan Dalam Islam

- Sekedar Catatan Tentang Tulis Menulis

- Jalan Panjang 'Angso Duo Club'

-...

- ...

- ...

- ...

- ...

- ...

 

Copyright© Jambimesir Online '04 - By, Saidy -- Www.Saidy.Tk

Hosted by www.Geocities.ws

1