In The Name of Allah The Most Gracious The Most Merciful
 


Pengalaman Hajji a la Koboi

Beradu do’a di Multazam (1)

Nuansa politik di musim hajji kali ini tidak terelakan, terutama bagi jamaah Indonesia –kafilah terbesar setiap tahun. Pengalaman berikut adalah paparan awal dari sepenggal fragmen betapa kuat aroma politik bagi sebagian tamu-tamu Allah. Bagian kedua tulisan menceritakan trik berhajji a la koboi. Selamat menyimak.

Apa yang paling berkesan dari peristiwa hajj kali ini, selain musibah Jamarat Aqabah yang menelan 38 korban ? Bagi sebagian orang yang penulis temui bertutur, hujan di Arafah dan Mina. Konon tidak setiap tahun Saudi diguyur hujan. Dan kali ini, usai hari ketiga melempar Jumrah jutaan manusia merasakan langsung betapa deras air tumpah dari langit sepanjang perjalanan Mina-Mekkah . Konon pula, dalam salah satu balaghah disebutkan hujan ini menandakan sikap awan yang cemburu terhadap lautan manusia yang menangis beristighfar di hadapan Allah.

Hujan deras yang mengakhiri ritual hajj setelah mabit tiga hari di Mina bagi sebagian jamaah politisi Indonesia bisa juga dua pertanda baik. Pertanda baik pertama, bagi rombongan hajj Presiden, Gus Dur berarti layak dipertahankan hingga 2004. Pertanda baik kedua, bagi rombongan anti-GD, hujan artinya perjuangan memundurkan Presiden layak dilanjutkan. Tafsir hujan ini nampak seolah bertolak belakang, namun begitulah. Penulis menemui prototipe kedua rombongan tersebut tidak hanya di Mina, bahkan di Mekkah, Arafah dan Madinah.

Inilah sedikit intermezzo yang beredar di Mekkah. Konon Gus Dur mendapat kesulitan luar biasa ketika ingin masuk ke Masjidil Haram. Seperti kita ketahui, setiap pintu masjid Haram tertulis dalam dua versi bahasa: Inggris dan Arab. Seperti di pintu As Salam terbaca "As Salam Gate" atau "Baabus Salam". Dari ratusan pintu yang ada, GD tidak menemukan "Bulog Gate", "Brunei Gate", "Aryanti Gate" atau "Borobudur Gate". Belakangan rombongan anti-GD menyebut satu pintu dengan memplesetkan panggilan akrab sang Presiden "Ghost Door".

Di lain kesempatan, penulis satu bus rombongan dengan beberapa kyai dari Jawa Timur. Menurut pengakuan kyai yang sudah beberapa kali pergi hajji ini, tugas memimpin jamaah tahun ini cukup berat. Ketika beberapa jamaah menumpang bus yang disediakan maktab diperintahkah untuk bertalbiah masih "usreg" dan tidak nurut, sang kyai membentak dalam bahasa Jawa yang bagi saya kental sekali "Ojo koyo’ Amien Rais tho, nguoomoong terus !" (Jangan seperti Amien Rais-lah, bicara saja –pen).

Beberapa ustadz pembimbing hajji konon diundang dan ditawari untuk hadir dalam istighatsah oleh kiai Khos ketika di Madinah. Istighasah tersebut menurut sumber yang enggan disebut identitasnya adalah dalam upaya mencari ‘wangsit’ atau jawaban apakah GD harus mundur atau tidak. Kalau tidak ada ‘bisikan’ mundur maka dapat dipastikan GD memang harus dipertahankan. Entah Presiden kita mendapat bisikan atau tidak, dan apa isi bisikan itu, hanya Allah yang Maha Mengetahui. Yang jelas konon, di Multazam kedua kelompok saling berdo’a dengan harapan dan perjuangan mereka masing-masing. Sejarah akan mencatat do’a siapakah yang dikabulkan, dan apapun keputusan Allah adalah yang terbaik bagi manusia. Mungkin ini gambaran bahwa perbedaan kepentingan di sebagian elit penguasa sudah cukup tajam hingga dirasakan kalangan akar rumput yang juga berdo’a masing-masing.

Rombongan hajji a la koboi dari KIBAR (Keluarga Islam Britania Raya) UK yang berjumlah 30 orang, alhamdulillah dengan khusyu’ berdo’a di padang Arafah dipimpin ustadz muda Zainal Muttaqien, seorang mahasiswa magister Ushuluddien Al Azhar Cairo Mesir. Air mata menetes, tersengguk manakala kelemahan-kelemahan diri kita diurai oleh untaian do’a yang melantun. Tatkala ribuan malaikat turun di lembah Arafah dan langit terbelah menyambut do’a jutaan jamaah, rintik hujan mengamini desah waktu ijabah.

Saya baru teringat, kalau saja pemerintah UK mendengar sebagian do’a jamaah KIBAR barangkali sudah termasuk melanggar Undang-Undang (British Terrorism Act ) karena menyebut-nyebut jihad dan mendukung berbagai perjuangan mujahidin di seantero jagat ini.

Cerita Aneh

Bagian ini jamaknya yang paling menarik. Setiap orang pergi hajji, terutama jamaah Indonesia selalu bertanya atau ditanyai,"Ada cerita aneh, nggak ?".

Perjalanan hajji sebenarnya bukanlah perjalanan yang aneh, dan bukan ritual yang aneh pula. Karena sejak dulu rukun hajji memang demikian adanya, tidak berubah. Maka sangatlah naif kalau kita mengharapkan atau diharapkan bercerita yang aneh-aneh. Namun, karena kita bangsa yang ‘suka aneh’, maka untuk menjawab tantangan ini ada baiknya kita ceritakan hal-hal biasa yang kita ‘anehkan’.

Kalau Anda ingin cerita-cerita aneh, salah satu trik yang saya pesankan adalah silakan mendatangi kedai atau warung dimana jamaah hajji Indonesia berkumpul. Tidak usah repot mewancarai bergaya wartawan, cukup duduk dan pasang telinga kita maka cerita aneh akan terurai dan kita dapat tanpa bersusah payah. Walaupun sebagian masih rumours, tapi sekedar bahan tulisan investigatif sebenarnya cukup menarik ditindaklanjuti. Berikut adalah sebagian kecil saja dari cerita aneh tersebut.

Pejabat Indonesia sejak dulu bersuara keras, tidak boleh hajji paspor hijau dengan segala ‘tetek- bengek’ alasannya. Anehnya, konon lebih dari 60-an rombongan pejabat dan juga ada yang anggota dewan menggunakan fasilitas ini untuk keluarganya. Yang paling menonjol adalah bagi mereka yang mengaku dapat jatah dari ‘keluarga Garuda’. Rombongan ini tentunya mengurangi quota, dan menggeser maktab beberapa jamaah reguler yang menjadi korban. Yang aneh lagi, korban bercerita mendapati sebagian pejabat masih resmi berpakaian lengkap safari dengan lencana Dewan dari Jeddah yang seharusnya sudah berihram.

Penulis mendengar meskipun melebihi quota, visa hajji jenis ini diperjualbelikan oleh oknum hingga 5 juta rupiah perorang. Karena mahal, sebagian jamaah paspor hijau berangkat dari negara tetangga yang belum mencapai quota dan lagi murah pula seperti Thailand atau Malaysia. yang harga visa bisa mencapai seratus atau beberapa ratus dollar perorang. Alhamdulillah, jamaah KIBAR dari UK mendapatkan visa hajji ini benar-benar free, tanpa membayar sepeserpun. Seperti tertera dalam blangko permohonan aslinya,’Gratis’.

Cerita aneh juga banyak beredar di kalangan mukimin (baca: TKI-TKW) Indonesia yang tiap tahun berhajji ke Mekkah. Ada yang sudah sebelas atau tujuhbelas kali berhajji dan menghajji-kan keluarganya. Di antara mukimin ada yang mengaku desersi dari anggota Kopassus anak buah Prabowo, "Saya kalau pulang sudah ditembak ini, Mas !" aku seorang yang kini menjadi sopir di negara petro dollar ini.

Kerasnya kehidupan mukimin yang sebagian meninggalkan sanak keluarga di tanah air mencuatkan persoalan sosial karena tidak semua membawa pasangan suami atau istrinya. Maka menjadi tidak aneh, cerita soal maraknya perzinahan di kalangan mereka yang hidup berdesakan di pondokan bersama-sama. Konon, setiap musim hajji dosa mereka akan ditebus dengan memohon taubat di depan Multazam bersama-sama. Naudzu billahi mindzalik.

Memang ibadah di Masjid Haram akan dilipatgandakan hingga seratus ribu kali. Bagaimana jika maksiat di tanah Haram terus dijalankan, bukankah juga akan dilipatgandakan ? Pertanyaan ini layak direnungkan oleh mereka yang ‘tidak kapok’ berbuat maksiyat di kalangan mukimin kita. Sungguh memprihatinkan memang.

Beberapa Peringatan

Besarnya rombongan KIBAR yang semuanya mahasiswa PhD kecuali satu orang post-doctoral dan master, membuat suasana tersendiri. Diskusi dan saling kritik menjadi bagian sehari-hari yang lumrah. Tidak jarang diskusi atau perdebatan ditengahi dengan banyaknya humor dan lelucon yang mengalir sehingga kadang kita lalai.

Beberapa peringatan dari Allah sempat membuat kami banyak beristighfar. Hingga sehari sebelum keberangkatan rombongan kami belum punya kejelasan apakah kami mendapat tenda dari Maktab saat nanti di Padang Arafah atau tidak. Padahal dalam rombongan terdapat tiga anak bayi yang tentu sangat berat jika harus terlantar tanpa tenda memadai yang kami bawa. Beberapa miskomunikasi dengan staf Maktab menjadi persoalan tersendiri. Disamping kebijakan tarik-ulur manajemen di Maktab membuat kami harus berjuang keras untuk menegosiasi hak-hak sebagaimana wajarnya.

Hampir semua skedul penting yang direncanakan dengan baik oleh rombongan, berubah mendadak karena berbagai keterbatasan yang ada. Termasuk niat berjalan menuju Arafah melalui Mina, mabit di Muzdalifah, tinggal lebih lama di Madinah, semuanya tinggal rencana. Bahkan di Madinah yang semula ingin tiga hari, akhirnya kami hanya menginap semalam. Itupun dalam keberangkatannya, sang sopir sempat berputar-putar ‘kesasar’ di Mekkah sampai 3 jam sebelum menemukan jalan ke Madinah. Rupanya sang sopir kiriman Maktab ini berasal dari Mesir dan belum faham betul dengan lalu lintas di Mekkah. Konon kejadian seperti ini banyak. Persis seperti kejadian sopir kami ketika berhenti untuk mengambil batu di Muzdalifah, ternyata daerah tersebut belum wilayah Muzdalifah.

Hampir semua anggota rombongan mengalami kepenatan dan terserang flu atau batuk, bahkan tiga orang sempat ‘collapse’ sejak awal di Mekkah. Salah seorang anggota kehilangan kereta dorong sejak di Airport dan kecopetan ketika tawaf hingga kartu kredit dan uangnya raib. Ada yang begitu merasa percaya diri hingga beberapa kali sandalnya tidak lagi ditemukan dimana meletakkannya tadi. Beberapa juga yang begitu PD (percaya diri) tapi harus berputar-putar di sekitar masjid karena tidak bisa kembali ke penginapan. Ada pula yang istrinya terlepas saat melempar Jumrah Aqabah di Mina dan sangat panik untuk menemukan kembali.

Yang paling menggembirakan dari hal yang tak direncanakan adalah, para Bapak PhD semua menggundul kepala masing-masing hingga botak sebagaimana sunnah Rasul yang berdo’a bagi mereka yang tahalul hingga bersih, tidak hanya memendekkan rambut. Sebelumnya saya sempat mendengar bisikan, beberapa istri para Bapak ini berpesan agar cukup tahalul dengan memangkas rambut saja dan bukan gundul. Lebih berkesan lagi, banyak diantara kita saling menggunduli alias bergantian menjadi tukang cukur dengan kualitas yang tidak kalah dibanding profesional.

Alhamdulillah adanya tadzikrah dan saling menasihati membuat rombongan bershabar dengan segala ujian dan peringatan dari Allah. Acapkali ucapan istighfar begitu membantu campur tangan Allah dalam berbagai kesempatan. Masing-masing berupaya mengambil hikmah dari setiap ujian yang menimpa setiap personal. Begitu personal hikmah setiap diri kita hingga masing-masing masih merahasiakan pengalaman spiritual paling indah bertemu Sang Kekasih di Haramain. Semoga campur tangan Allah dirasakan oleh semua rombongan tidak saja ketika di perjalanan spiritual hajj saja, melainkan untuk bekal taqwa menuju hajji yang mabrur. Amien.

(Imam Nur Azis)

bersambung…

Pengalaman Hajji a la Koboi

Beberapa Pelajaran (2)

Apa sih hajji model koboi ini keunikannya ? Apa ya kira-kira pelajaran yang bisa diambil dari ‘kenekatan’ para koboi ini ? kita tunggu celoteh mereka……


 

>> Solilokui

"Relakan hatimu dengan sesuatu yang Allah berikan untukmu, niscaya engkau menjadi orang yang paling kaya."

(Abdullah bin Mas'ud)

All Rights Reserved © 2003, dedicated to godspot journalism, designed by bro_doni under Dreamweaver 4, Swish 2.0, and Photoshop 7.0
1