Anti Imperialisme


Persoalan bagaimana mengenyahkan Imperialisme adalah masalah yang tidak sesederhana seperti membalikkan telapak tangan. Sejarah Indonesia yang fondasinya dibangun oleh kolonialisme Hindia Belanda menyebabkan tatanan rumit yang membuat terjadi keengganan untuk membongkar sistem pembangunan bentukan kolonialis menjadi suatu sistem pembangunan yang lebih mandiri (ketimbang bergantung pada inisiatif negara-negara imperialis). Hal ini misalnya dengan mudah didapatkan dalam pernyataan-pernyataan para politikus yang mencerminkan kepanjangan tangan kaum imperialis dengan memantapkan kondisi "rust en orde" demi kenyamanan bercokolnya imperialisme di bumi Indonesia. Untuk sebuah contoh, kita ambil dari jaman Revoloesi, yaitu Manifesto Politik Muh. Hatta (Wakil Presiden R.I pertama), yang dikeluarkan pada 1 Nopember 1945, berbunyi:
  "Kita mengetahui, bahwa kedudukan negeri kita meletakkan suatu tanggung-jawab yang besar di bahu kita terhadap keluarga dunia, kita tidak membenci bangsa asing, juga tidak benci kepada bangsa Belanda��.. Malahan kita mengetahui dan mengerti benar, bahwa untuk keperluan negeri dan bangsa kita di dalam beberapa tahun yang akan datang ini, kita akan memerlukan pertolongan bangsa asing di dalam pembangunan negeri kita berupa kaum teknik dan kaum terpelajar, pun juga kapital asing."
  "Didalam memenuhi keperluan itu kita tidak akan menghindarkan kenyataan bahwa orang yang berbahasa Belanda, mungkin akan lebih banyak dipergunakan karena mereka telah ada disini dan lebih biasa akan keadaan disini. Sehingga pelaksanaan kemerdekaan kita itu belum perlu berarti kerugian besar untuk pihak Belanda, jika diukur dengan mata uang atau jiwa, akan tetapi tentu sekali berarti perubahan yang sebesar-besarnya di dalam kedudukan politiknya."
  "Kita yakin, bahwa tanah kita yang kaya-raya ini jika diusahakan dengan sesungguhnya untuk meninggikan derajat penghidupan bangsa kita serta dunia umumnya akan masih banyak benar memberi ruangan untuk tenaga dari seluruh dunia, terutama dari Amerika-Serikat, Australia dan Filipina untuk turut dalam pembangunan negara dan bangsa kita."
  "��. Dengan pengakuan kemerdekaan kita, kita akan menanggung segala yang patut kita tanggung menurut kedudukan kita, segala hutang Hindia Belanda sebelum penyerahan Jepang dan patut menjadi tanggungan kita, kita akui sebagai hutang kita. Segala milik bangsa asing dikembalikan kepada yang berhak serta yang diambil oleh negara akan dibayar kerugiannya dengan seadil-adilnya��."
      (Sidik Kertapati, Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, hal.: 149-150.)
Tentu saja contoh-contoh serupa dapat kita temui dalam perjalanan Indonesia pasca kolonialisme Hindia Belanda. Apalagi ketika negeri-negeri imperialis dapat melahirkan lembaga-lembaga seperti World Bank, International Monetary Funds (IMF) hingga World Trade Organisation (WTO) itu semua semakin menggamangkan keinginan untuk menghindar dari kekuasaan imperialisme.
Sekarang Imperialisme ditampilkan dengan selubung globalisasi. Seolah-olah Globalisasi menjadi sebuah keharusan sejarah.
Soekarno (Indonesia) - Mao Zedong (Cina), dua tokoh penting Anti-ImperialismeSoekarno (Indonesia) - Mao Zedong (Cina), dua tokoh penting Anti-Imperialisme
Mari kita simak gagasan-gagasan yang menolak Imperialisme (dan Globalisasi). Dan mengapa Imperialisme harus ditolak. Simak melalui beberapa pendapat berikut ini.

In This Section:
"Imperialisme Di Negeri Kita" (pdf - 86 kb)
"Globalisasi Ekonomi, buat buruh?"
"Laporan & Nasihat Sang Guru"
"Demokrasi Ekonomi Atau Eksploitasi Ekonomi"
"Jalan APEC Menaklukkan Buruh"
"Pembangunan Tanpa Utang"
"Bung Karno di Tengah Jepitan CIA"
"Ketika CIA Menggusur 'Diktator Komunis'"
"Perang Urat Saraf yang Mematikan"
"The Beauty of GNP Growth"
"Siasat Rakyat Mengatasi Krisis"
"Davos dan Porto Alegre"
"Membangun Perlawanan Terhadap Korupsi"
"Panduan Untuk Memahami WTO"
"Kredibilitas Pinjaman: Mandat Dan Partner Baru Untuk Bank Dunia"

Hosted by www.Geocities.ws

1