LIPUTAN UTAMA

HUT DKI DAN ANTISIPASI KEMISKINAN INFORMASI

oleh: Andy Alayyubi,email; [email protected]

Jum’at, 22 juni 2001 lalu, Jakarta genap berusia 474 tahun. Catatan usia yang bisadibilang sangat matang untuk sebuah kota urban metropolitan. Usia itu secara “ ideologis “ dan “ politis “ mengacu gambaran keberhasilan penyerbuan Fatahillah atas pelabuhan Sunda Kelapa, walau secara historis hal tersebut sulit dipertanggungjawabkan (Ridwan Sa’idi, Koran Tempo, 22 juni 2001 ). Diusianya yang sudah sangat tua tersebut, Jakarta semakin banyak menanggung permasalahan, mulai dari tingginya pertumbuhan penduduk, keamanan, arus urbanisasi dsb.

Secara administratif, Jakarta merupakan tanah kelahiran masyarakat Betawi yang merupakan masyarakat asli kota Jakarta. Masyarakat Betawi telah lama sekali menetap di kawasan Jakarta. Hal ini diperkuat dengan penemuan prasasti Tugu di desa Tugu pada masa sebelum masehi. Arus urbanisasi yang tidak terkontrol akibat perencanaan pembangunan yang sentralistik sekarang ini membuat tingkat pertumbuhan penduduk Jakarta sangat tinggi. Hal ini juga menyebabkan tingginya persaingan hidup antara masyarakat Betawi dengan para “ pendatang “. 

Biasanya, para “ pendatang “ selalu menang atas masyarakat asli tersebut. Ini dapat dikaji  pada deskriminasi suku Aborigin di Australia dan Indian di Amerika. Fenomena tersebut juga berdampak pada punahnya seluruh kebudayaan masyarakat asli tersebut. Di Jakarta, masyarakat Betawi semakin terpinggirkan, baik secara struktural ataupun kultur. Guna menjadi pemimpin di daerahnya sendiri saja (gubernur) masih “belum boleh “. Mungkinkah masyarakat Betawi tergilas oleh roda–roda metropolitan Jakarta ?

Hal inilah yang coba dijawab dalam seminar sehari bertemakan “ Problematika
Masyarakat Betawi dalam Konteks Kemiskinan “ yang diselenggarakan oleh Forum Studi Pemuda Betawi ( 4/6’01 ). Menurut Prof. Budiatna – pembicara –
ketertinggalan Masyarakat Betawi dengan masyarakat suku lainnya disebabkan kurangnya masyarakat Betawi dalam mengakses informasi dalam bentuk apapun. Hal ini menjadikan masyarakat Betawi miskin akan informasi. Kemiskinan informasi akan menyebabkan kemiskinan intelektual dan kemiskinan intelektual akan berdampak pada kemiskinan dalam arti sebenarnya. Masih menurut mantan Dekan FISIP UI tersebut, apabila masyarakat betawi dapat mengakses informasi dengan baik, niscaya mereka dan segala tatanan peradabannya akan tetap exist menghadapi arus globalisasi.

Memang diakui informasi mempunyai peranan penting dalam membangun suatu peradaban. Maka alangkah tepatnya jargon yang berbunyi siapa yang menguasai informasi, dialah yang akan menguasai dunia. (IP/AP/26-06-2001)

BACK TO MAIN

  • DIPERLUKAN ADANYA TRANSFER KEAHLIAN BAGI PUSTAKAWAN: PAMERAN EXPO BURSA LAHAN KEPUSTAKAWANAN ADALAH HAL YANG URGENT DALAM HAL INI...Upaya pencarian sosok Pustakawana ideal bagi mahasiswa yang dapat membangkitkan semangat sebagai calon pustakawana...(Lengkap)

  • KESIMPANGSIURAN REGULASI HAKI MEMADAMKAN SEMANGAT KREATIVITAS PENCIPTA SENI: Lagi-Lagi Teknologi Mengecoh HAKI...Masih ingat dengan perseturuan Lars Urlich dengan Napster yang dianggap merampok karya seni? Apakah Seni Indonesia akan dirampok dengan tidak adanya kejelasan regulasi HAKI?.....(Lengkap)

  • AKIBAT MISKINNYA BUDAYA BACA INDUSTRI BUKU TERANCAM.....Akibat budaya baca yang minim kemampuan membeli buku dalam masyarakat juga menjadi rendah...(Lengkap)

ARSIP-ARSIP

 

 

Hosted by www.Geocities.ws

1