LIPUTAN UTAMA

DIPERLUKAN ADANYA TRANSFER KEAHLIAN DAN PAMERAN EXPO BURSA KERJA JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN: Pencarian sosok Pustakawan ideal oleh Mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan

oleh Ilham Prisgunanto

Ketakutan adalah delapan kata yang sangat berarti dan berkembang di dunia bangku pendidikan perpustakaan saat ini. Bagi para mahasiswa JIP-FSUI saat ini mungkin perasaan itulah yang selalu mengelayuti pemikiran mereka. Hari-harinya hanya diisi dengan keresahan dengan tidak adanya kejelasan sikap terhadap profesi yang akan mereka jalani. Bayangkan segala macam momok tentang imej kegagapan teknologi pustakawan, bahkan jurusan ilmu perpustakaan membuat mereka terombang-ambing dalam kesimpangsiuran perdebatan dalam forum pustakawan yang tak pernah berhenti. Kebobrokan kurikulum dan pola pembelajaran, keminiman laboratorium praktek, tidak adanya pusat kajian ilmu perpustakaan mengakibatkan mereka kecewa yang sangat mendalam untuk memilih jurusan ilmu perpustakaan. Ditambah lagi profesi pustakawan memiliki label underdog dan selalu menjadi masyarakat nomor dua, dengan kategori hanya pendukung dengan tanda kutip penghabis dana perusahaan induk.

Ketakutan ini membuat mereka enggan untuk mau berkecimpung serius dalam dunia perpustakaan. Penulis berani bertaruh, berapa sih jumlah mahasiswa JIP sekarang yang serius untuk berkecimpung dalam dunia ilmu perpustakaan? Pastilah sangat sedikit sekali. Banyak dari mereka ingin mengadakan alih profesi ke bidang lain. Hal ini disebabkan karena mereka sangat tidak tahu akan bagaimana nantinya mereka. Bagi mereka tidak ada sosok pustakawan yang menjadi kategori ideal bagi mereka. Profil ideal bagi mereka hanyalah guru-guru mereka saja, seperti Bapak Prof. DR. Sulistyo Basuki (penulis juga mengidolakan beliau), yang sangat informatif dan berwawasan luas dalam teori keilmuan. Namun sayangnya nilai teoritis tidak selalu memuaskan mereka. Orientasi aplikatif bagi merekalah yang diperlukan dalam menunjang wawasan hidup bekerja mereka.

Kontradiktif inilah yang perlu dipertajam oleh dunia kepustakawanan saat ini. Bayangkan bila SDM perpustakaan memiliki perasaan terpuruk dan minder seperti ini apa jadinya? Mungkin dunia perpustakaan hanyalah berisi robot-robot perpustakaan yang tidak memiliki wawasan ke depan dan pola pengembangan profesi. Hal ini bukanlah omong kosong belaka, silahkan lihat Pertemuan Informal Perpustakaan (PIP) beberapa saat ini yang akan dilakukan. Berapa banyak sih jumlah mahasiswa yang mau ikut langsung? Padalah jumlah mahasiswa JIP mungkin mencapai seribu orang (apabila dihitung dengan D-3) di seluruh Indonesia. Perbincangan hangat soal seputar dunia perpustakaan oleh para mahasiswa JIP tidaklah membumi, karena memang mereka tidak tahu. Akhirnya mereka terjerumus dalam masalah panas politik saat ini, maka tidaklah heran apabila akhirnya mereka menjadi politisi jalanan. Rasa kecewa ini mungkin akhirnya dipolitisir dengan pembuatan komunitas yang tidak jelas untuk tujuan kepentingan oknum kelompok, misalnya ultrakomunitas tertentu, seperti layaknya Nazi Jerman.

Doktrinasi komunike tersebut membuat para mahasiswa JIP semakin terbuai dengan life style saat ini yang berpola kapitalis imperialis, seperti yang ditakutkan Bung Karno yang akan meracuni sendi kehidupan budaya Indonesia, apakah seperti itu? Siapa yang salah dalam hal ini, apakah IPI lagi yang uzur? IPI itu siapa? Penulis yakin mahasiswa tidak kenal IPI, apa tujuan dan misinya (hal tersebut sama dengan penulis)? Tetapi mungkin kita semua yang menyandang profesi pustakawan. Bayangkan kita sebagai pustakawan saat ini enak-enakan duduk sebagai kepala perpustakaan, membuat keputusan kebijakan dan mungkin berkantong tebal. Tetapi apakah tidak ada rasa berdosa dalam diri kita karena tidak menyampaikan ilmu yang kita miliki? Abu Bakar As Sidiq sahabat Rasulullah saja memilih memiliki ilmu pengetahuan karena memberi ilmu pengetahuan adalah ibadah yang paling tinggi. 

Sudah saatnya kita menularkan pengetahuan dan kemahiran keilmuan profesi yang kita miliki, lewat berbagai media atau apalah. Bagaimana dengan PIP ke-5, gebyar pertemuan ini bukanlah apa-apa bagi mereka. Kenapa tidak membuat suatu undangan resmi kepada IMAJIP atau ikatan mahasiswa yang ada. Mungkin proses penularan pola berpikir (bukan doktrinasi) dan pencarian sosok pustakawan ideal bagi mereka akan lebih terejawantah bila kita pustakawan 'merangkul' mereka dengan mesra ('bukan hanya dalam bentuk salam mesra saja, seperti dalam milist'). Pembuatan proyek expo atau Pekan Raya perpustakaan (seperti PRJ) atau Pameran Profil Perpustakaan adalah sangat tepat dan urgensinya sangat menunjang. 

Ada memang program pendidikan kerja lapangan atau magang dalam kurikulum. Namun sayangnya dalam pendidikan kerja lapangan atau magang tersebut bukanya menimba ilmu dan adanya keleluasaan eksplorasi operasi sistem perpustakaan, malah hanya mengikuti rutinitas staf sebagai robot perpustakaan. Tidak ada posisi dianggap sejajar sebagai kepala perpustakaan saat PKL atau magang. Buktinya silahkan anda lihat laporan PKL atau Magang mahasiswa tidak ada saran yang memadai dan memiliki arti teoritis keilmuan, semua hanya deskriptif kerja sebulan atau tiga bulan saja. Lebih konyol lagi karena merasa terbantu dan murah (kalau dibayar) oknum perpustakaan memperpanjang kerja hanya sebagai tenaga paruh waktu. Lucu sekali poin ini berarti tenaga pustakawan itu hanyalah diciptakan sebagai robot perpustakaan yang terpaut pada rutinitasnya belaka.

Maka penulis memberi masukkan, sudah selayaknya kita U-turn ke almamater dan bagi PIP bumikan konsep anda ke mahasiwa lewat saluran resmi yang ada, misalnya pembuatan booklet atau apalah. Lebih baik lagi bila diadakan juga kegiatan yang lebih membumi, seperti; pemberian pelatihan yang berguna, seperti; data base CDS-ISIS, bagi IDLN mungkin GDL-nya, NCI bookman, inmagic, selain itu juga tentang tata cara setting up perpustakaan terutama dalam hal legalisasi proposal dan manajemennya. Bukankah itu lebih nyata untuk kemajuan dunia perpustakaan kita? Daripada hal-hal yang tidak membumi./15-6-2001/AP/IP

BACK TO MAIN

  • DILEMA OTONOMI PENDIDIKAN INDONESIA:Catatan Dari Seminar Otonomi Pendidikan Nasional 2001, SMFSUI.....Otonomi Pendidikan Digaungkan oleh Otonomi daerah, Namun Mengapa Memberatkan Peserta Didik??...(Lengkap)
  • e-BOOK PENERBIT INDONESIA SUDAH SIAPKAH?Tanggapan Atas Seminar e-Book oleh IKAPI Tanggal 29 Mei 2001.....Electronic Book Dianggap Sebagai Terobosan Terakurat Masalah Keterbatasan Kertas, Namun Bagaimana Dampaknya Buruk Atau Baikkah??...(Lengkap)
  • KUIS TELEVISI BENTUK GLADIATOR MODERN: Penanaman Sikap Persaingan dan Ajang Unjuk Kesombongan Manusia...Virus Kuis Televisi Bukan Main-Main Lagi, Kapitalisme Merajalela...(Lengkap)

ARSIP-ARSIP

 

 

Hosted by www.Geocities.ws

1