LIPUTAN UTAMA

AKIBAT MISKINNYA BUDAYA BACA INDUSTRI BUKU TERANCAM

Budayawan Goenawan Mohamad, mengungkapkan perbukuan terancam gulung tikar lantaran miskinnya budaya baca. Akibat budaya baca yang minim kemampuan membeli buku dalam masyarakat juga menjadi rendah. GM mengumpamakan nasib buku seperti tokek. "Ibarat tokek buku menjadi makhluk yang terancam punah," ujarnya. 

Mantan pemimpin redaksi Tempo ini mengungkap sepinya took buku apalagi penerbitannya. Buku dalam masyarakat belum menjadi kebutuhan utama. Bahkan bagi sebagian besar masih menjadi barang mahal. "Indonesia kini mengalami masa peralihan dari masyarakat non literer langsung kepada masyarakat tak hendak membaca." 

Dalam sejarahnya masyarakat kita lebih membudaya mendengar dan berujar daripada membaca. Meski demikian pada masa lalu kesusastraan kita juga pernah mengalami masa kejayaan. 

Kembali pada masa kini. Situasi perbukuan belum nampak cerah. Buruknya perekonomian membawa dampak yang besar, apalagi tingginya telah merontokkan banyak penerbit. Mereka tak sanggup lagi menerbitkan buku lantaran harga kertas yang melangit seiiring dollar yang terus membumbung.

Kondisi seperti ini peran penerbit sangat dominan. Mereka bisa membantu mengembangkan dunia literer ke dalam masyarakat. Tentu saja, kita tak bisa mengabaikan Mizan dalam mengembangkan wacana dunia Islam dan minat baca secara luas ke tengah masyarakat. 

Penulis Titi Said sependapat dengan GM. Dalam pandangannya masyarakat kita kini telah mengalami perubahan yang drastic banyak perubahan dalam kultur masyarakat. Dalam bidang baca tulis misalnya kita (sebagian kecil) mengalami lompatan yang jauh yaitu dari masyarakat agraris ke masyarakat informatika (internet). 

Sementara sebagian besar masyarakat kita bahkan baru mengenal buku sebagai sebuah peradaban. Kondisi inilah yang membuat shock culture. Masyatakat tak memiliki kesiapan yang baik untuk menerima berbagai perubahan dalam hidup. 

Lalu dimana peran buku? Buku sebagai salah satu media sangat besar pengaruhnya bagi kemajuan kebudayaan. Sayangnya budaya membaca buku sampai saat ini belum juga mengalami kemajuan. Usaha-usaha untuk itu harus dibina sejak anak-anak. Perpustakaan-perpustakaan keliling yang dulu pernah menjadi program pemerintah seharusnya terus dilanjutkan. "Karena meski banyak orang yang sudah kenal internet tapi sebagian masyarakat kita belum mengenal buku bahkan masih ada yang belum bisa membaca juga menulis."(awd)/AP/IP/10-6-2001

BACK TO MAIN

  • DILEMA OTONOMI PENDIDIKAN INDONESIA:Catatan Dari Seminar Otonomi Pendidikan Nasional 2001, SMFSUI.....Otonomi Pendidikan Digaungkan oleh Otonomi daerah, Namun Mengapa Memberatkan Peserta Didik??...(Lengkap)
  • e-BOOK PENERBIT INDONESIA SUDAH SIAPKAH?Tanggapan Atas Seminar e-Book oleh IKAPI Tanggal 29 Mei 2001.....Electronic Book Dianggap Sebagai Terobosan Terakurat Masalah Keterbatasan Kertas, Namun Bagaimana Dampaknya Buruk Atau Baikkah??...(Lengkap)
  • KUIS TELEVISI BENTUK GLADIATOR MODERN: Penanaman Sikap Persaingan dan Ajang Unjuk Kesombongan Manusia...Virus Kuis Televisi Bukan Main-Main Lagi, Kapitalisme Merajalela...(Lengkap)

ARSIP-ARSIP

 

 

Hosted by www.Geocities.ws

1