Perkara ADAB SYAR’I dan AKHLAK MULIA tidaklah berkaitan dengan waktu dan tempat (kejujuran, amanah, meninggalkan kemaksiatan dan melazimi ketaatan).
Tidah ada RELATIVITAS AKHLAQ dan RELATIVITAS KEBAIKAN/KEBURUKAN.
Nabi kita ﷺ bersabda :
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik” [HR Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani].
Kita meyakini bahwa generasi terbaik adalah para salaf shalih, dan kaum muslimini akan berada di atas kebaikan selama mereka beradab dengan adabnya para salaf, mencontoh jalan hidup mereka dan mengambil petunjuk mereka. Karena metodenya para salaf sejatinya, junior mereka mengambil dari senior mereka, dan pelajar mereka mengambil dari guru mereka.
Qoute ini boleh diambil faidahnya di dalam urusan ‘adah (kebiasaan), perangai dan murû`ah (kewibawaan) yang tidak berkaitan dengan nash syar’i (dalam urusan dunia saja, bukan agama).
Jadi, hanya berkaitan dengan kebiasaan dan úrf (tradisi) manusia. Karena ini perkara yang berubah-ubah sesusai dengan perubahan waktu dan tempat.
Dalam hal ini sepatutnya seorang pendidik tidak memaksa anaknya dengan kebiasaan atau tradisi yang berbeda dengan jamannya selama tidak menyelisihi nash syar’i atau dalam perkara duniawi bukan agama.
Adapun adab dan akhlak yang syar’i, baik itu terhadap Allah dengan cara mentauhidkan-Nya, dan terhadap Nabi ﷺ dengan cara meneladani beliau, lalu menjadikan mereka cinta dengan hal ini, memotivasi dan mendorong mereka untuk berpegang dengan adab dan akhlak yang syar’i ini, dengan cara lemah lembut tapi tetap tegas, dengan cara targhib (mendorong) dan tarhib (mengancam), melakukannya dengan hikmah dan sabar, maka ini adalah kewajiban yang harus dikerjakan pendidik. والله تعالى أعلم .