WEJANGAN-WEJANGAN KI AGENG SURYOMENTARAM

  MAWAS DIRI  

Hal. 1/5

MAWAS DIRI

Orang sering merasa kesulitan karena tidak mengerti diri sendiri. Kesulitan tersebut dapat dipecahkan bila orang mengerti diri sendiri. Maka mengetahui diri sendiri dapat memecahkan berbagai macam kesulitan.

Pengertian diri sendiri ini disebut "pangawikan pribadi" atau "pengetahuan diri sendiri." Oleh karena orang itu terdiri atas jiwa dan raga, sedangkan yang dibicarakan di sini hanya mengenai jiwa saja. Jadi pengetahuan diri sendiri atau pangawikan pribadi di sini dimaksudkan pengetahuan hal jiwa.

Meskipun jiwa itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera, tetapi orang merasa bahwa jiwa itu ada, maka jiwa adalah rasa. Jadi pangawikan pribadi berarti pengertian terhadap rasanya sendiri.

Pribadi yang dimaksudkan di sini bukanlah pribadi yang muluk-muluk tetapi pribadi yang merasa apa-apa, yang memikir apa-apa dan yang ingin apa-apa. Pribadi diri kita sendiri ini terjadi dari rasa-rasa banyak sekali dan rasa-rasa tersebut ada yang dangkal, ada yang dalam, dan ada yang dalam sekali. Tentu saja mengetahui diri sendiri, rasa-rasa sendiri ini, lebih dahulu mengetahui rasa-rasa sendiri yang dangkal, sebab rasa-rasa yang dangkal lebih mudah diketahui dari pada rasa-rasa yang dalam.

Jika orang sudah biasa mengetahui rasa sendiri yang dangkal dapatlah orang mulai mengetahui rasa sendiri yang dalam. Meskipun rasa sendiri yang dangkal itu mudah diketahui tetapi orang sering tidak mengetahui. Maka banyak kesulitan-kesulitan yang dapat dipecahkan oleh karena dapat mengetahui rasa sendiri yang dangkal.

Marilah saudara-saudara saya ajak bersama-sama mengetahui diri sendiri yang dangkal. Diri kita sendiri ini dapat mencatat atau memotret. Orang melihat sesuatu itu berarti memotret sesuatu tersebut. Misalnya orang melihat meja, artinya orang tersebut memotret meja dan di dalam rasa orang tersebut lalu ada potret meja atau gambar meja.

Potret meja tersebut bukanlah meja. Meja dan potret meja tersebut merupakan dua benda yang terpisah, tidak ada sangkut pautnya.

Demikian juga orang mendengar sesuatu, misalnya mendengar lagu, orang itu memotret lagu. Dalam rasa orang itu lantas ada potret lagu dan potret lagu tersebut bukanlah lagu. Demikian juga orang dapat memotret dengan indera yang lain yaitu pembau, peraba dan perasa.

Kecuali memotret barang-barang yang dapat ditangkap oleh panca indera, orang dapat pula memotret rasa. Jika orang merasa sesuatu misalnya merasa haus orang tersebut memotret rasa haus, lalu di dalam rasa ada potret rasa haus. Potret rasa haus tersebut bukanlah rasa haus.

Mengetahui diri sendiri dapat memotret itu adalah mengetahui diri sendiri yang paling dangkal. Selanjutnya dapat mengetahui diri sendiri yang lebih dalam, Maka mengetahui diri sendiri itu berurutan mulai dari yang dangkal sampai pada yang dalam.

Kecuali dapat memotret orang dapat pula menggagas atau mengarang. Misalnya ia mengarang kuda berkepala orang lantas ada gambar kuda berkepala orang dalam rasa orang tersebut. Gambar kuda berkepala orang tersebut bukanlah potret tetapi karangan sebab barangnya yang dipotret tidak ada.

Gambar kuda berkepala orang tersebut bahannya diambil dari potret kuda dan orang. Potret kuda dihilangkan kepalanya dan diganti dengan kepala orang.

Kecuali dapat menggagas, orang dapat pula mencipta, misalnya mencipta payung. Sebelum orang mencipta payung orang berpikir lebih dahulu bagaimana caranya melindungi badan agar supaya tidak basah pada waktu kehujanan. Bila pemikiran telah selesai terciptalah barang yang disebut payung.

Maka barang-barang bikinan orang adalah ciptaan orang. Ciptaan dapat diwujudkan menjadi barang sedangkan gambar tidak dapat diwujudkan menjadi barang. Jadi mencipta dan menggagas itu berlainan.

Kecuali menggagas barang-barang, orang dapat pula menggagas rasa, misalnya menggagas rasa susah selamanya. Bila gagasan rasa itu dikira potret rasa maka akan timbul kesulitan. Banyak sekali gagasan-gagasan rasa yang dikira potret rasa.

Maka orang banyak mendapatkan kesulitan sebab gagasan dikiranya potret. Bila gagasan tersebut diketahui, kesulitan karena hal tersebut akan hilang.

Orang miskin merasa dirinya celaka lalu menggagas bila ia menjadi orang kaya maka ia akan merasa bahagia. Bahagia tersebut bila diteliti berarti senang terus menerus atau selamanya. Jadi bahagia tersebut adalah gagasan bukan potret.

Orang kaya itu memang ada dan dapat dipotret. Pengalaman (lelakon) orang kaya itu ada dan dapat dipotret. Tetapi kebahagiaan orang kaya itu tidak ada, maka tidak dapat dipotret. Jadi kebahagiaan seperti di atas adalah gagasan.

Misalnya orang merasa celaka (malang nasibnya) dan segala usaha untuk mencari kebahagiaan sudah tidak dapat, orang lantas menggagas, nanti sesudah mati akan mendapat kebahagiaan. Kebahagiaan nanti sesudah mati itu adalah gagasan. Bila gagasan tersebut diketahui maka gagasan tersebut akan lenyap sehingga tidak lagi menimbulkan kesulitan.

Biasanya orang menggagas kebahagiaan sesudah mati itu demikian: Orang mati itu yang rusak raganya sedang jiwanya atau sukmanya tidak rusak. Jadi gagasan akan mendapat kebahagiaan sesudah mati itu berarti yang bahagia adalah sukmanya.

Salah satu gagasan mendapat kebahagiaan sesudah mati itu demikian: Sukma tersebut menjelma menjadi orang lagi yaitu menjadi orang kaya, mulia dan berkuasa. Sedang gagasan bahagia yang lain demikian: Sukma tersebut bersatu dengan Hyang Sukma. Jadi gagasan itu berbeda-beda sebab orang menggagas itu bebas dan dapat sekehendaknya sendiri.

Oleh karena gagasan itu berbeda-beda maka orang menjadi bertengkar. Bila orang yang mempunyai gagasan yang sama itu menggerombol, maka gerombolan tersebut akan berperang dengan gerombolan lain yang mempunyai gagasan yang berlainan. Jadi gagasan itu menimbulkan perpecahan dan peperangan.

Meskipun yang menimbulkan peperangan itu hanya gagasan, tetapi tembak menembaknya sungguh-sungguh bukan gagasan. Demikianlah gagasan itu bila tidak diketahui akan menimbulkan kesulitan.

Misalnya orang merasa celaka (malang nasibnya) dan segala usahanya untuk mendapat kebahagiaan sudah tidak dapat, lantas menggagas demikian: Kalau negara diatur "begini" maka orang akan bahagia. Ada orang lain lagi memikir bahagia demikian: Kalau negara diatur "begitu" maka orang akan bahagia, Padahal "begini" dan "begitu" tersebut berbeda maka orang akan bertengkar. Jika orang yang mengatakan "begini" atau "begitu" tersebut menggerombol maka akan terjadilah peperangan. Peperangan tersebut terjadi oleh karena undang-undang yang ditempeli gagasan bahagia. Demikianlah gagasan itu bila tidak diketahui dapat menimbulkan perang.

Ada lagi gagasan menimbulkan kesulitan. Yaitu anggapan bahwa teh enak, kopi enak dan limun enak. Minuman terasa enak itu bagi orang yang merasa haus, sedangkan yang diminum itu teh, kopi atau limun bukanlah soalnya.

Jadi teh enak, kopi enak dan limun enak adalah gagasan, bukan potret. Jika gagasan itu dianggapnya potret orang akan berebutan teh, kopi dan limun. Demikianlah gagasan itu menimbulkan pertikaian.

Ada lagi gagasan yang menyebabkan timbulnya pertengkaran yaitu: baju-sutera-baik dan baju-belaco-jelek. Potret rasa yang sebenarnya demikian: Orang merasa dingin kemudian memakai baju sehingga merasa enak dan baik. Apakah bajunya dari bahan sutera atau belaco bukanlah menjadi soal. Gagasan sutera baik sedangkan belaco jelek tersebut menyebabkan orang berebutan sutera sehingga menimbulkan peperangan. Demikianlah gagasan dapat menimbulkan peperangan.

Ada lagi gagasan yang menimbulkan pertengkaran, yaitu gagasan orang tampan dan orang cantik yang dihubungkan dengan perkawinan. Potret keindahan seperti hidung mancung atau pesek dan kulit kuning atau sawo matang itu memang ada tetapi keindahan tersebut tidak ada hubungannya dengan perkawinan. Orang cantik dan tampan dalam perkawinan yang berasal dari rasa hidup untuk melangsungkan jenis itu berasal dari rasa butuh. Jika sedang butuh, orang akan kelihatan cantik atau tampan dan apabila orang sedang tidak butuh, tidak kelihatan cantik atau tampan. Apabila gagasan orang cantik atau tampan tersebut diketahui, orang tidak berebutan wanita cantik atau pria tampan dan tidak lagi bersaingan merasa lebih cantik atau lebih tampan.

Demikian gagasan menimbulkan pertikaian dan peperangan. Jadi diri sendiri dapat memotret dan menggagas. Banyak persoalan dapat dipecahkan dengan cara membedakan potret dan gagasan.

Apabila orang sudah jelas dengan gagasannya orang dapat melanjutkan meneliti diri sendiri yang lebih dalam yaitu "si tukang menggagas". Mengapa diri sendiri selalu menggagas? Diri sendiri selalu menggagas karena diri sendiri merasa celaka.


Hosted by www.Geocities.ws

1