Home | Film Favorit

Menunggu Presiden Superhero

Spider-Man kembali menebarkan jaring pesonanya. Dalam lima minggu setelah dirilis, Spider-Man 2 sudah menangguk 344 juta dolar dan nangkring di urutan ke-10 film box office sepanjang masa di AS. Sekuel ini membuntuti kelarisan pendahulunya.

Selain sukses secara finansial, film superhero garapan Sam Raimi ini juga dihujani pujian oleh para kritikus. Sejumlah pengamat menyebutnya sebagai adaptasi komik yang paling mengesankan.

Kisah manusia laba-laba ini hanyalah salah satu dari sederetan film yang diangkat dari komik. Dalam dua tahun belakangan saja, layar bioskop sudah diserbu oleh, antara lain, X-Men 2, The Hulk, Daredevil, The League of Extraordinary Gentlemen, Hellboy dan The Punisher. Setelah Spidey, menyusul Catwoman. Belum lagi yang masih dalam tahap produksi atau praproduksi, seperti The Fantastic Four, Batman, X-Men 3 dan pembuatan ulang Superman.

Apa sih daya pikat film-komik ini? Saat Superman dirilis tahun 1978, penonton diiming-imingi, "Anda akan yakin orang bisa terbang," dan pahlawan Planet Krypton itu pun mencetak rekor box office. Kini, dengan perkembangan teknologi CGI (computer graphic imaging) yang kian canggih, gambar-gambar "mati" di lembaran buku komik dapat benar-benar menjadi "hidup" di layar perak.

Namun, kalau hanya mengandalkan keapikan teknik, orang akan jenuh juga. Dua sekuel The Matrix (nah, ini film yang dijadikan komik), misalnya, meski special effect-nya kian rumit, toh kalah menawan dari film orisinalnya.

Orang menginginkan lebih dari itu. Mereka menginginkan cerita yang solid -- karakter-karakter yang membumi, pergulatan emosi yang riil, konflik yang relevan dan memikat. Cerita-cerita yang merefleksikan kebenaran tentang kondisi manusia.

Spidey telah membuktikannya. Ia disebut sebagai superhero paling manusiawi. Penonton mudah beridentifikasi dengan pergumulannya. Sebagai Peter Parker, ia dibelit masalah kuliah, masalah kerja, masalah ekonomi keluarga dan, ya, masalah percintaan. Sebagai Spider-Man, ia diperhadapkan pada pertanyaan-pertanyaan seputar kepahlawanan, nilai pengorbanan diri dan pertanggungjawaban atas kekuatan istimewa yang dimilikinya.

Pergumulan serupa dialami superhero lainnya. X-Men, dikejar-kejar karena dianggap berbeda, berupaya menjalin rekonsiliasi dengan orang-orang yang mengejar mereka. Batman yang menyaksikan orang tuanya terbunuh, kini melancarkan perjuangannya dengan sepasang rambu-rambu: bagaimana melindungi orang yang tak bersalah dari kejahatan, dan bagaimana mencegah dirinya sendiri agar tak tergelincir ke dalam jurang pembalasan dendam.

Kisah-kisah semacam itu menggetarkan suatu dawai kebenaran dalam diri kita. Kenapa? Karena kita pun diciptakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan heroik, untuk berjuang bagi kebenaran, untuk berperang melawan kebatilan. Menyaksikan Superman terbang atau Spider-man mengayunkan sawangnya, sesuatu di dalam diri kita rindu untuk turut mengangkasa, terlibat dalam pertempuran kosmis antara kebaikan dan kejahatan.

Namun, itu baru separuh dari cerita. Kekristenan mengingatkan, pertempuran itu dimulai justru dari diri kita sendiri, melawan dosa di dalam hati kita. Dan kita memiliki Superhero sejati, Yesus Kristus, yang telah mengalahkah musuh dan membebaskan kita, serta akan memperlengkapi kita dengan kuasa.

Dalam hal figur Kristus ini, sejumlah film superhero merupakan penunjuk arah yang baik. Superman, misalnya, banyak mengandung kesejajaran dengan kisah Kristus.

Kisah-kisah superhero tampaknya memang akan terus memikat kita. Beberapa waktu lalu salah satu calon presiden kita mengajak anak-anak jalanan nonton Spider-Man 2. Kiranya itu bukan cuma trik untuk meningkatkan popularitas. Semoga negeri ini dikaruniai pemimpin-pemimpin yang berjiwa superhero. ***

Dimuat di Bahana, September 2004.

Home | Film Favorit | Email

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1