Menggapai Langit-Langit Gedung Delapan: Kesakralan Nama dan Kegundahan Hati

Bayangan bagaimanasih upaya mengapai langit-langit gedung delapan? Tema sentral yang menjadi topik utama tulisan ini sepertinya sudah mendarahdaging dalam pemikiran semua komunitas Jurusan Ilmu perpustakaan UI. Mungkin hampir semua penghuni dan bekas penghuni gedung delapan mengiyakan sejarah yang mensinyalir bahwa gedung delapan sebagai gedung milik cuma JIP-FSUI hadiah dari World Bank dan Ford Foundation. Namun sayangnya pernyataan hak milik tersebut hilang, seiring alasan semakin padatnya penghuni FSUI.

Namun nama gedung delapan tetap harum diterpa derap kemajuan FSUI yang semakin bergaya. Keampuhan titel gedung delapan yang dahulu dianggap mampu menyatukan inspirasi dan tujuan utama penghuninya, yakni; IMAJIP, IKAPROPUSI dan IKAPRODIKA untuk bersatu menghancurkan kegelapan informasi. Perwujudan persamaan inspirasi tersebut dinyatakan dengan berdirinya KKI (Kelompok Kajian Informasi). Namun sayangnya lambat laun KKI dianggap sebagai kelompok sempalan yang merupakan tandingan dari IMAJIP saat itu. IMAJIP saat itu masih memiliki pamor ekslusif sebagai lembaga langsung di bawah Kajip dengan embel-embel kumpulan mahasiswa hasil saringan UMPTN dan Sipenmaru. Keekslusifan ini sangat terlihat dari pola suksesi dan pemilihan ketua IMAJIP yang sangat mentereng dan selalu membawa suatu kelompok. 

Bila mendengar gedung delapan, teringat bagaimana wajah senyum Pak Karmidi dan Bu Kalangie, tajamnya mata pak Zul dan keramahan bu Ining. Namun dibalik semua itu terdapat juga berjubel rumput-rumput liar hasil kecaman dan permusuhan. Mulai dari masalah klasik, kelompok hijau dan oposisi, primordialisme angkatan, tendensi pengelompokkan pertemanan (koncoisme), diskriminasi lelaki dan perempuan, sampai dengan masalah percintaan atau gita suara puisi dan romantisme kelas. Bila melangkah ke dalam teras ruang dosen yang agak berbau tinta printer dan fax, terasa nuansa pertentangan kurikulum, senioritas, konservatif vs globalism, lulus dan droup out. Yahhh begitulah...seperangkat paket memoribilia problema yang ada di gedung delapan.

Pernahkah anda sebagai pemilik gedung delapan membayangkan untuk menghilangkan dan berupaya menyatukan semua isi kepala komunitas ini???Itulah yang dipikirkan kita semua. Alumni yang lambat bertindak, dosen yang adem ayem dan mahasiswa yang semakin kehilangan arah...adalah posisi lemah mereka dengan penghakiman isi kepala mereka dengan doktrin dan primordialisme baru yang mengarah pada ultranasionalisme jurusan. Mengapa tidak??? Bayangkan kemuakan-kemuakan terhadap jurusannya sendiri membawa para mahasiswa dan alumninya kecewa, frustasi dan menangis dalam hatinya karena penjerumusan terhadap profesi. Bagi mereka sosok pustakawan idaman adalah kabur, dan tidak ada. Pustakawan ideal adalah pustakawan berduit dan berperut buncit. Bukan pada kepuasan kerja akan pengabdian pada profesi yang dijunjung tinggi.

Keluhan terbukti dari jeritan dari seorang anggota komunitas diseberang sana dengan mengeluarkan suatu statement yang berani mengeluarkan uneg-uneg dan isi kepala dan hatinya secara terbuka. Dalam hal ini berarti menyatukan suara adalah biang kerok tidak sejalannnya pemikiran para komunike. Akhirnya para pelaku dot.com berupaya menyatukan langkah dan menyelaraskan derap kaki. Namun sayangnya, hampir mereka semua terjerumus akan promosi diri dan hanya merupakan suara nurani satu orang saja. Apakah memang begitu....Keampuhan nama gedung delapan adalah suatu kesakralan. Bila kita dapat menggapai langit-langitnya yang semakin angkuh dan tinggi dengan sekat-sekat penghabluran pengelompokkan komunikenya yang semakin sinis dan berdaya juang untuk berpecahbelah. Itukah gedung delapan kita hai para penghuninya yang selalu setia? Keluar masuknya penghuni melalui pintu yang kita semakin melupakan keusangan dan kesedihan tangisan karat besinya yang semakin uzur dan menghamba....oh gedung delapan kita!!!...Ilham Prisgunanto (AP/IP/1 juni 2001)

BACK TO MAIN

 

 

 

Hosted by www.Geocities.ws

1